Liputan6.com, Cilacap - Kiai memiliki karakteristik yang macam-macam. Ada kiai yang senantiasa mengikuti perkembangan zaman. Ada pula yang terkesan cuek dengan perubahan zaman.
Menanggapi kiai cuek acapkali orang memandang miring. Bahkan tak jarang label kuper alias kurang pergaulan tersemat untuk dirinya.
Advertisement
Menanggapi kiai cuek alias kuper, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) memberikan respons yang berbeda dengan kebanyakan orang.
Advertisement
Bahkan boleh jadi dia berperilaku demikian meruapakan bentuk kepasrahan yang total kepada Allah SWT dan karenanya ia pula layak menyandang gelar wali.
Baca Juga
“Ada kiai yang milih zuhud, cuek terhadap perubahan zaman,” terang Gus Baha dikutip dari tayangan YouTube Short @MuharulizChannel, Selasa (17/12/2024).
“Sebetulnya orang analis akan bilang itu cuek, tidak peduli dengan sekelilingnya,” sambungnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Cuek Itu Cerminan Tawakal Kepada Allah
Lebih lanjut santri kinasih Mbah Moen ini menerangkan bahwa dalam kacamata sufistik atau dunia wali, cuek justru mencerminkan kepasrahan (tawakal) total kepada Allah SWT.
Sebab dalam kitab Hikam dijelaskan bahwa cuek atau tidak memikirkan perkara dunia itu karena mengetahui bahwa ada Dzat Yang Maha Mengatur (al-Mudabbir) alam semesta ini, yakni Allah SWT.
“Tapi di dunia wali, orang cuek itu mutawakil alallah. Makanya dalam Kitab Hikam, kamu tidak usah mikir dunia, ini sudah ada al-Mudabbir, yaitu Allah SWT,” terangnya.
“Kamu mikir orang tidak ikut punya kok mikir, hidayah milik Allah, rezeki milik Allah, kamu pikir, orang tidak ikut punya kok dipikir,” sambungnya.
Advertisement
Dekat dengan Allah SWT
Gus Baha mengkritisi pandangan miring sementara kalangan terhadap kiai cuek ini dengan stigma negatif seperti anti sosial atau tidak punya kesalehan sosial.
Menurut Gus Baha pandangan itu keliru. Gus Baha menilai kiai cuek itu justru orang yang dekat dengan Allah dan telah mencapai maqam tinggi yakni tajrif yang artinya pemurnian atau pelepasan dari urusan dunia.
“Sehingga ketika dianalis ini orang yang cuek, anti sosial atau tidak punya kesholehan sosial, kalau mereka mengamati orang-orang sholeh yang tertutup itu,” paparnya.
“Padahal ini adalah orang yang dekat Allah, karena sudah makamnya, makam apa tajrid ,tapi dianalisis meninggalkan apa sosial lah," jelasnya.
"Yang pro sosial misalnya yang dosen yang ceramah di mana-mana dianggap peduli sosial, jangan-jangan peduli nasibnya sendiri," tandasnya.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul