Liputan6.com, Jakarta Bulan Syawal hadir membawa berbagai berkah dan keutamaan bulan Syawal yang patut diketahui oleh setiap muslim. Sebagai bulan yang datang setelah Ramadan, Syawal sering dianggap sebagai bulan kemenangan karena umat Islam telah berhasil menuntaskan ibadah puasa selama sebulan penuh. Meski demikian, keutamaan bulan Syawal tidak hanya terbatas pada perayaan kemenangan tersebut, melainkan juga pada berbagai amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada bulan ini.
Baca Juga
Advertisement
Memahami keutamaan bulan Syawal menjadi penting agar momentum ibadah yang telah dibangun selama Ramadan tidak terputus begitu saja. Banyak umat Islam yang terjebak dalam anggapan bahwa setelah Ramadan berakhir, semangat beribadah juga ikut usai. Padahal, keutamaan bulan Syawal justru menjadi kesempatan bagi setiap muslim untuk membuktikan keteguhan dalam menjaga konsistensi beribadah meski bulan Ramadan telah berlalu.
Setiap tahun, bulan Syawal dinanti-nantikan umat Islam di seluruh dunia tidak hanya karena momen Idul Fitri yang membahagiakan tetapi juga karena berbagai keutamaan yang terkandung di dalamnya. Dari puasa sunah enam hari hingga momen untuk mempererat silaturahmi, bulan Syawal menawarkan banyak peluang untuk meningkatkan amal ibadah kita.
Mari kita telusuri lebih jauh tentang delapan keutamaan bulan Syawal, dalam rangkuman yang telah Liputan6.com susun berikut ini pada Rabu (26/3).
Keutamaan Puasa Sunah Enam Hari di Bulan Syawal
Salah satu keutamaan paling utama di bulan Syawal adalah kesempatan untuk melaksanakan puasa sunah enam hari. Puasa sunah yang dilaksanakan pada bulan Syawal ini memiliki keistimewaan yang luar biasa, karena bila digabungkan dengan puasa Ramadan yang telah dilaksanakan sebelumnya, nilainya setara dengan puasa selama setahun penuh. Hal ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر
"Man shāma Ramadhāna tsumma atba'ahu sittan min Syawwālin kāna kashiyāmid-dahr."
"Barang siapa berpuasa Ramadan lalu melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu setara dengan puasa sepanjang tahun." (HR. Muslim)
Rahasia di balik nilai puasa yang setara dengan puasa setahun penuh ini dapat dipahami melalui perhitungan matematis sederhana. Dalam Islam, setiap amal kebaikan akan diganjar dengan pahala sepuluh kali lipatnya. Puasa Ramadan selama 30 hari jika dikalikan dengan 10 maka nilainya setara dengan puasa 300 hari. Kemudian, enam hari puasa Syawal jika dikalikan 10 akan bernilai 60 hari. Jika keduanya dijumlahkan, maka nilainya menjadi 360 hari, hampir setara dengan jumlah hari dalam setahun.
Para ulama memiliki beberapa pendapat mengenai waktu pelaksanaan puasa enam hari di bulan Syawal ini. Sebagian berpendapat bahwa puasa tersebut sebaiknya dilaksanakan secara berurutan setelah Idul Fitri, sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa puasa tersebut boleh dilaksanakan kapan saja selama bulan Syawal, baik secara berurutan maupun terpisah-pisah. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa pelaksanaannya bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kemampuan serta kondisi masing-masing individu.
Bulan Syawal sebagai Waktu Ideal untuk Mempererat Silaturahmi
Bulan Syawal memiliki keutamaan sebagai waktu yang sangat ideal untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama muslim. Tradisi bersilaturahmi pada bulan Syawal dimulai sejak hari pertama, yaitu pada hari raya Idul Fitri, di mana umat Islam saling mengunjungi, meminta maaf, dan memaafkan kesalahan satu sama lain. Kebiasaan ini kemudian berlanjut sepanjang bulan Syawal, menciptakan suasana penuh kehangatan dan persaudaraan di kalangan umat Islam.
Menjalin silaturahmi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk menjaga tali persaudaraan sebagaimana disebutkan dalam hadis:
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ
"Ta'budullāha lā tusyriku bihi syai'an, wa tuqīmush-shalāta, wa tu'tiz-zakāta, wa tashilur-rahima."
"Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)." (HR. Bukhari no. 5983)
Silaturahmi di bulan Syawal memiliki makna yang lebih dalam dibandingkan sekadar kunjungan sosial biasa. Momen ini merupakan kesempatan untuk memperkuat ikatan persaudaraan yang mungkin sempat renggang karena kesibukan atau konflik. Selain itu, silaturahmi juga membuka pintu rezeki dan memperpanjang umur sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW: "Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam praktiknya, silaturahmi di bulan Syawal tidak hanya terbatas pada kunjungan kepada kerabat dekat, tetapi juga mencakup menjalin hubungan baik dengan tetangga, rekan kerja, dan komunitas muslim secara lebih luas. Hal ini mencerminkan semangat persatuan dan persaudaraan yang menjadi salah satu nilai fundamental dalam ajaran Islam.
Advertisement
Syawal sebagai Bulan Pembuktian Ketakwaan kepada Allah SWT
Bulan Syawal memiliki keutamaan istimewa sebagai bulan pembuktian ketakwaan seorang hamba kepada Allah SWT. Setelah satu bulan penuh berpuasa dan beribadah selama Ramadan, bulan Syawal menjadi ujian nyata apakah seorang muslim mampu mempertahankan spirit beribadah yang telah dibangun selama bulan suci tersebut atau justru kembali terjerumus dalam kelalaian.
Konsistensi dalam beribadah setelah Ramadan merupakan indikator diterimanya ibadah seseorang di bulan Ramadan. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, salah satu tanda diterimanya amal adalah bertambahnya kebaikan setelahnya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Hajj ayat 32:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
"Dzālika wa man yu'azhzhim sya'ā'irallāhi fa'innahā min taqwal-qulūb."
"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj: 32)
Bagi seorang muslim yang telah berhasil menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan dengan penuh keikhlasan, maka semangat beribadah tersebut seharusnya tetap terjaga di bulan-bulan berikutnya, termasuk di bulan Syawal. Ini merupakan tantangan nyata yang dapat membuktikan apakah ketakwaan yang dibangun selama Ramadan bersifat temporer atau telah menjadi bagian integral dari kepribadian seorang muslim.
Para ulama mengibaratkan kondisi orang yang hanya tekun beribadah di bulan Ramadan namun kembali lalai setelahnya seperti orang yang membangun istana megah namun kemudian merobohkannya sendiri. Oleh karena itu, mempertahankan kebiasaan baik yang telah dilakukan selama Ramadan merupakan kunci untuk membuktikan ketakwaan yang sejati kepada Allah SWT.
Keutamaan Menggabungkan Puasa Senin-Kamis dengan Puasa Syawal
Bulan Syawal juga menawarkan keutamaan berupa kesempatan untuk menggabungkan puasa sunah enam hari Syawal dengan puasa Senin-Kamis. Puasa Senin-Kamis merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
"Rasulullah SAW sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis." (HR. Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Imam Ahmad)
Para ulama telah menyepakati bahwa menggabungkan niat puasa Syawal dengan puasa Senin-Kamis adalah diperbolehkan, dan pelakunya akan mendapatkan dua pahala sekaligus dalam satu amal ibadah. Ini merupakan bentuk efisiensi ibadah yang sangat bernilai, di mana dengan satu kali berpuasa, seorang muslim bisa mendapatkan pahala dua jenis puasa sunah.
Puasa Senin-Kamis memiliki keistimewaan tersendiri karena pada dua hari tersebut, amalan-amalan manusia diangkat dan dihadapkan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: "Amal-amal diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalku diperlihatkan sementara aku sedang berpuasa." (HR. Tirmidzi)
Dengan menggabungkan puasa Senin-Kamis dengan puasa enam hari Syawal, seorang muslim tidak hanya mendapatkan pahala puasa setahun penuh (dari gabungan puasa Ramadan dan puasa Syawal), tetapi juga memperoleh keutamaan khusus dari puasa Senin-Kamis. Strategi ibadah seperti ini sangat dianjurkan bagi mereka yang ingin memaksimalkan perolehan pahala dengan tetap memperhatikan kapasitas dan kemampuan dirinya dalam beribadah.
Keutamaan Puasa Ayyamul Bidh di Bulan Syawal
Selain puasa enam hari Syawal dan puasa Senin-Kamis, bulan Syawal juga menjadi waktu untuk melaksanakan puasa Ayyamul Bidh atau puasa pada hari-hari putih. Puasa ini dilaksanakan pada tanggal 13, 14, dan 15 berdasarkan penanggalan Hijriyah, yang pada bulan Syawal jatuh pada pertengahan bulan tersebut.
Keutamaan puasa Ayyamul Bidh ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
"Shawmu tsalātsati ayyāmin shawmud-dahri kullih."
"Puasa tiga hari di setiap bulannya adalah seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Bukhari)
Puasa Ayyamul Bidh di bulan Syawal memiliki nilai strategis karena dapat digabungkan dengan puasa enam hari Syawal. Bagi mereka yang ingin mengefisienkan pelaksanaan puasa sunah, tiga hari puasa Ayyamul Bidh dapat dihitung sebagai bagian dari enam hari puasa Syawal. Dengan demikian, setelah melaksanakan puasa Ayyamul Bidh, mereka hanya perlu berpuasa tiga hari lagi untuk menyelesaikan puasa Syawal.
Para ulama menjelaskan bahwa hari-hari tersebut disebut sebagai Ayyamul Bidh (hari-hari putih) karena pada malam-malam tersebut, cahaya bulan bersinar terang dari awal hingga akhir malam. Puasa pada hari-hari ini memiliki keistimewaan karena dikaitkan dengan kondisi fisik dan psikologis manusia yang cenderung lebih stabil di pertengahan bulan, sehingga ibadah puasa dapat dilaksanakan dengan lebih nyaman dan khusyuk.
Bulan Syawal sebagai Waktu Ideal untuk Memperbanyak Sedekah
Bulan Syawal juga memiliki keutamaan sebagai waktu yang sangat tepat untuk memperbanyak sedekah. Setelah menunaikan zakat fitrah di akhir Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk terus mengalirkan harta mereka dalam bentuk sedekah sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan selama ini.
Rasulullah SAW telah menjelaskan keutamaan sedekah dalam hadis berikut:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
"Mā naqashat shadaqatun min māl."
"Sedekah tidaklah mengurangi harta." (HR. Muslim no. 2558, dari Abu Hurairah)
Hadis ini mengandung janji yang luar biasa bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta, melainkan justru akan membuatnya bertambah. Ini bisa dipahami baik secara materi maupun non-materi. Secara materi, Allah SWT akan mengganti harta yang disedekahkan dengan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka. Secara non-materi, keberkahan akan mengalir dalam harta yang tersisa, sehingga menjadi lebih bermanfaat dan cukup untuk kebutuhan hidup.
Bulan Syawal menjadi momen yang tepat untuk memperbanyak sedekah karena beberapa alasan. Pertama, setelah satu bulan berpuasa dan belajar menahan diri dari berbagai kenikmatan duniawi, seorang muslim telah dilatih untuk tidak terlalu bergantung pada materi. Kedua, suasana kebahagiaan Idul Fitri yang masih terasa di bulan Syawal seharusnya mendorong seseorang untuk berbagi kebahagiaan tersebut dengan sesama, terutama mereka yang kurang beruntung secara ekonomi.
Advertisement
Keutamaan Bulan Syawal untuk Melangsungkan Pernikahan
Bulan Syawal memiliki keutamaan khusus sebagai waktu yang dianjurkan untuk melangsungkan pernikahan. Keutamaan ini mungkin tidak banyak diketahui oleh kebanyakan umat Islam, karena pada zaman jahiliyah justru terdapat kepercayaan bahwa menikah di bulan Syawal akan mendatangkan kesialan. Kepercayaan keliru ini kemudian dibantah oleh Rasulullah SAW melalui contoh langsung dalam kehidupan beliau.
Aisyah r.a. menceritakan:
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
"Tazawwajanī rasūlullāhi shallallāhu 'alaihi wa sallama fī syawwālin wa banā bī fī syawwālin fa ayyu nisā'i rasūlillāhi shallallāhu 'alaihi wa sallama kāna aḥzhā 'indahu minnī."
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menikahiku pada bulan Syawal dan berkumpul denganku pada bulan Syawal, maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?" (HR Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sengaja menikahi Aisyah r.a. di bulan Syawal untuk membantah kepercayaan jahiliyah tersebut. Hasilnya, pernikahan mereka diberkahi dengan kebahagiaan dan kedekatan yang luar biasa, sebagaimana diisyaratkan oleh Aisyah r.a. dalam pernyataannya.
Para ulama menjelaskan bahwa bulan Syawal menjadi waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan karena beberapa alasan. Pertama, setelah sebulan berpuasa dan menahan hawa nafsu di bulan Ramadan, jiwa seorang muslim telah mengalami proses penyucian, sehingga lebih siap untuk membangun rumah tangga yang dilandasi ketakwaan. Kedua, menggelar pernikahan di bulan Syawal dapat menjadi cara untuk menghidupkan sunah Rasulullah SAW dan sekaligus melawan bidah (kepercayaan-kepercayaan keliru) yang masih tersisa dari zaman jahiliyah.
Keutamaan Beriktikaf di Bulan Syawal
Meskipun iktikaf dikenal sebagai ibadah yang umumnya dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, bulan Syawal juga memiliki keutamaan sebagai waktu yang baik untuk melaksanakan iktikaf. Iktikaf di bulan Syawal menjadi bukti konsistensi seorang muslim dalam beribadah, meskipun momen-momen khusus seperti Ramadan telah berlalu.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah dalam kitab Majmu Al-Fatawa menegaskan:
"Tidak diragukan lagi bahwa i'tikaf di masjid merupakan salah satu bentuk ibadah. Baik di bulan Ramadan maupun selain Ramadan. Dan ia dianjurkan di bulan Ramadan dan selain Ramadan."
Iktikaf secara bahasa berarti berdiam diri, sedangkan secara istilah syar'i berarti berdiam diri di masjid dengan niat beribadah kepada Allah SWT. Dalam keadaan iktikaf, seorang muslim fokus untuk memperbanyak ibadah seperti shalat, membaca Al-Qur'an, zikir, dan bentuk-bentuk ibadah lainnya. Ini menjadi kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara yang lebih intensif dibandingkan kegiatan sehari-hari.
Iktikaf di bulan Syawal memiliki nilai strategis karena dapat menjadi jembatan untuk mempertahankan semangat ibadah yang telah dibangun selama Ramadan. Dengan melaksanakan iktikaf, meskipun dalam waktu yang singkat (misalnya sehari atau beberapa jam saja), seorang muslim dapat meregenerasi semangat spiritual yang mungkin mulai memudar setelah Ramadan berlalu.
Para ulama juga menjelaskan bahwa iktikaf di luar Ramadan, termasuk di bulan Syawal, memiliki ketentuan yang lebih fleksibel dibandingkan iktikaf di bulan Ramadan. Pelaksanaannya bisa disesuaikan dengan kesibukan dan kondisi masing-masing individu, sehingga tidak memberatkan namun tetap memberikan manfaat spiritual yang signifikan.
Bulan Syawal memiliki berbagai keutamaan yang patut dimanfaatkan oleh setiap muslim. Dari puasa sunah enam hari yang pahala nya setara dengan puasa setahun penuh, hingga momen ideal untuk mempererat silaturahmi dan memperbanyak sedekah. Bulan ini juga menjadi waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan, melaksanakan iktikaf, dan yang terpenting, membuktikan ketakwaan kepada Allah SWT melalui konsistensi dalam beribadah.
