8 Karya Warisan Budaya Takbenda Indonesia Asal DI Yogyakarta (Bagian 1)

Simak rangkaian karya budaya asal Daerah Istimewa Yogyakarta yang masuk Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

oleh Putu Elmira diperbarui 08 Nov 2021, 14:02 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2021, 14:02 WIB
Perak Kotagede
Wisatawan bisa mengikuti pelatihan membuat kerajinan perak di Kotagede. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Jakarta - Sederet karya budaya dari Daerah Istimewa Yogyakarta turut dinobatkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021. Dari 289 karya budaya, ada 26 karya budaya dari Kota Gudeg tersebut.

Yuk, mengenal lebih dekat dengan karya budaya dari DI Yogyakarya yang penulisannya akan terbagi dalam tiga bagian. Simak rangkuman selengkapnya seperti dikutipdari laman Warisan Budaya Kemdikbud, Senin (8/11/2021) berikut ini.

1. Kerajinan Perak Kotagede

Proses pembuatan kerajinan perak secara tradisional, yakni dengan mencampur perak dan tembaga. Kedua bahan wajib dipanaskan dengan api dari kompor yang menggunakan bahan bakar gas layaknya tukang las.

Untuk menyemprotkan api memakai alat pompa ububan yang untuk menimbulkan tekanannya dengan menggunakan pompa yang diijak-injak, sehingga api keluar menyemprot ke arah bahan hingga luntur. Bahan dipotong menurut kebutuhan akan kerajinan perak tersebut.

Contohnya gelang, bahan itu dibentuk pipih dengan lebar 2--3 cm dan panjang sekitar 15 cm. Karena masih lentur, bahan itu kemudian dibentuk melingkar seperti layaknya gelang. Untuk sisi potongan itu diberi dasar kawat yang dilekatkan dengan lem pada bentuk gelang itu tadi.

Untuk menghaluskan sambungan kawat dengan perak, kedua bahan dipatri sehingga melekat permanen. Lalu, gelang dihias dekorasi atau hiasan batu mulia atau hiasan lainnya sebagai aksesori.

2. Tradisi Wiwitan Panen Padi

Dikutip dari laman Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo, Senin (8/11/2021), Tradisi wiwitan sebagai salah satu budaya masyarakat Jawa masih diaksanakan oleh sebagian petani di Kulon Progo. Acara wiwit dan panen padi di lahan surjan sebagai upaya untuk melestarikan atau nguri-uri tradisi yang sudah ada secara turun temurun, baik sisi wiwitannya juga sistem pengelolaan lahan pertaniannya, yakni sawah surjan.

3. Sengkalan

Sengkalan merupakan penanda waktu, berwujud rangkaian kata yang memiliki makna berupa bilangan-bilangan. Tiap kata dalam sengkalan mewakili sebuah bilangan, dan jika rangkaian kata itu dibaca terbalik maka didapati bilangan tahun yang dimaksud.

Contohnya, sengkalan yang menandai runtuhnya kerajaan Majapahit, Sirna Ilang Kertaning Bumi. Kata sirna mewakili bilangan nol, ilang juga mewakili bilangan nol, kerta mewakili bilangan empat, sedang bumi mewakili bilangan satu. Jika di balik maka akan terbaca 1400 sebagai bilangan tahun.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

4. Motif Batik Yogyakarta

Ilustrasi batik
Ilustrasi batik (dok.unsplash/ Camille Bismonte)

Bukan rahasia Yogyakarta menjadi salah satu daerah yang memiliki ciri khas batik. Salah satunya Motif Kawung berpola bulatan mirip buah Kawung (sejenis kelapa atau kadang juga dianggap sebagai buah kolang-kaling) yang ditata rapi secara geometris. Kadang, motif ini juga diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan empat lembar daun bunga yang merekah.

Ada pula pola semen yang mulanya berawal pada saat pemerintahan Sunan Paku Buwono IV (1787--1816) di saat beliau mengangkat putra mahkota sebagai calon penggantinya. Beliau menciptakan pola atau motif tersebut guna mengingatkan puteranya kepada perilaku dan watak seorang penguasa, seperti wejangan yang diberikan oleh Prabu Rama kepada Raden Gunawan Wibisana saat akan menjadi raja. Wejangan tersebut disebut hasta brata.

5. Beksan Inum

Beksan Inum tercatat hadir pada masa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam I (1813--1829). Tari ini dibawakan oleh empat laki-laki dengan kelengkapan berupa dua botol khusus berisi minuman dan dua gelas khusus untuk minum.

Sesuai dengan namanya, yaitu inum (bahasa Jawa) yang berarti minum, tari ini menggambarkan para lelaki yang sedang merayakan suatu peristiwa penting dengan cara minum bersama atau bersulang. Beksan inum direkontruksi kembali pada 1997 setelah lebih dari 50 tahun tidak ditarikan.

6. Incling

Kesenian rakyat ini terdiri dari seni musik dan seni tari. Incling mempergunakan ondong (kuda-kudaan) seperti jaran kepang namun kepalanya mendongak keatas sebagai salah satu alat perlengkapannya.

Incling berasal dari kata onclang, artinya kuda balap (teji). Pertunjukaan kesenian incling dapat dilaksanakan pada waktu atau malam hari dengan jumlah pemain sekitar 32 orang.

 

7. Bersih Desa Mbah Bregas

Bersih Desa Mbah Bregas
Bersih Desa Mbah Bregas. (Liputan6 TV)

Upacara adat Mbah Bregas adalah upacara adat yang digelar di dusun Ngino, Margoagung, Seyegan, Sleman, Yogyakarta. Upacara adat ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat dan rezeki yang diberikan Tuhan pasca panen, sekaligus perwujudan penghormatan kepada leluhur masyarakat, yakni Mbah Bergas.

Upacara digelar satu tahun sekali pada Jumat Kliwon di Mei. Acara ini telah berlangsung turun temurun sejak zaman Majapahit oleh Mbah Bergas, meskipun dulu hanya berlangsung secara sederhana.

8. Langen Toyo

Teater tradisional rakyat Langen Toyo "Ngesti Budaya" di Sorowangsan, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, adalah jenis kesenian drama tari yang mengangkat wiracarita Panji Mojopahit. Drama tari adalah suatu sajian rangkaian tari yang menggunakan plot atau alur cerita dan dilaksanakan secara kelompok.

Langen Toyo sebagai seni drama tari menyanjikan rangkaian tari yang disusun sedemikian rupa. Kemudian, paduan itu melukiskan suatu kisah drama tari berdialog menggunakan tembang dan diiringi musik gamelan. 

 

Infografis Warisan BJ Habibie untuk Indonesia dan Dunia

Infografis Warisan BJ Habibie untuk Indonesia dan Dunia
Infografis Warisan BJ Habibie untuk Indonesia dan Dunia. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya