Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon resmi membuka pameran "SUNTING: Jejak Perempuan Indonesia Penggerak Perubahan", di Museum Nasional Indonesia, pada Senin, 21 April 2025. Pameran yang diadakan untuk merayakan Hari Kartini itu merupakan refleksi atas kontribusi perempuan dalam membangun peradaban serta mendorong perjuangan untuk masa depan.
Pameran ini akan berlangsung pada 22 April--31 Juli 2025 di Museum Nasional Indonesia. Kurator pameran, Citra Smara Dewi mengatakan pameran ini terinspirasi dari jurnalis wanita pertama Indonesia, Rohana Kudus.
"Sunting itu terinspirasi dari salah satu surat kabar yang dibawa jurnalis wanita pertama di Indonesia, yaitu Rohana Kudus," kata Citra saat acara press tour di Museum Nasional, Jakarta Pusat.
Advertisement
Rohana Kudus merupakan pendiri surat kabar bernama Sunting Melayu pada 1912. Ia juga aktif menulis di surat kabar perempuan Poetri Hindia.
Menurut Citra, arti Sunting bermakna luas dan sangat filosofis. Tidak hanya sebagai pengoreksi kalimat, sunting memiliki makna metafora penting untuk peradaban dan sejarah yang panjang.
Secara garis besar, pameran ini mengambil tema tentang sejarah panjang dari abad ke-2, yaitu masa klasik dan kerajaan. Meskipun terinspirasi dari Rohana Kudus, pameran ini memamerkan tokoh-tokoh pejuang wanita sejak penjajahan Belanda hingga reformasi.
Pameran ini dibagi menjadi tiga bagian utama yang saling berkaitan. Bagian pertama mengangkat perempuan dalam lingkar kekuasaan dan perlawanan, menyoroti para pemimpin dan pejuang dari berbagai masa.
Bagian kedua memperlihatkan peran perempuan sebagai penggerak sejarah dalam dinamika sosial-politik bangsa. Sementara, bagian terakhir menampilkan tokoh-tokoh perempuan yang berkiprah di bidang pendidikan, seni, diplomasi, kesehatan, hingga teknologi yang disebut sebagai para pembangun peradaban modern Indonesia.
Â
Butik dan Salon Pertama di Indonesia
Sebanyak 17 organisasi perempuan juga mendapat sorotan sebagai kekuatan kolektif yang terus menggerakkan perubahan sejak masa lampau. Artefak lintas budaya dan waktu dipamerkan, mulai dari arsip, tekstil, karya seni, hingga dokumentasi visual, yang semuanya merekam jejak dan identitas perempuan Indonesia dari generasi ke generasi.
Pameran ini juga menampilkan sosok Non Kawilarang, salah satu pelopor industri pertama di Indonesia. Ia menempuh pendidikan tata busana di Akademi Jahut Rotterdam, Belanda, pada 1936-1938. Ia termasuk perintis bisnis ritel mode di Indonesia ketika membuka butik Shri Fatma di kawasan Cikini, Jakarta Pusat pada 1951.
"Non Kawilarang ini termasuk salah satu desainer fesyen pertama di Indonesia dan tentunya jadi pelopor dunia fesyen yang menginspirasi banyak wanita untuk menjadi desainer," ujar Citra.
Pada era 1950an, Non Kawilarang bersama Peter Sie dikenal sebagai desainer fesyen ternama dan pelopor mode di Indonesia. Keduanya secara terpisah membuka usaha pembuatan pakaian.
Non juga disebut membuka butik dan salon kecantikan pertama di Indonesia. Ia juga menggelar peragaan busana pertama di Indonesia pada 1951. Bersama beberapa perancang busana dan tokoh mode, ia mendirikan asosiasi perancang mode pertama yaitu Perhimpunan Ahli Perancang Mode Indonesia (PAPMI).
Advertisement
Perjuangan Panjang Perempuan-Perempuan Terdahulu
Pada 1972, Non mendirikan agensi model bernama Indonesia Modeling Agency (IMA). Menjelang usia senja ia mencurahkan perhatiannya pada kegiatan rohani. Non Kawilarang meninggal dunia pada 1997. Tak banyak yang tahu kalau wanita asal Sulawesi Utara ini adalah ibu dari aktris legendaris Indonesia, Rima Melati.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam pembukaan mengatakan, pameran yang bertepatan dengan Hari Kartini ini yang bukan semata-mata peringatan perjuangan perempuan, tapi juga perjuangan bangsa. "Kemajuan keadilan, pendidikan yang setara. Dan tentu saja mewujudkan keadilan yang luar biasa, dan sejak dulu kala perempuan Nusantara bukan pelengkap, tapi penggerak utama perubahan," kata Menbud.
"Seperti sunting yang memperindah dan menatakan rambut, perempuan Indonesia telah memperindah dan menata perjalanan sejarah bangsa ini dengan kecerdasan, keteguhan, dan keberaniannya telah memperkokoh tantangan nilai sosial, memperjuangkan hak-hak kemanusiaan, dan menggerakkan bangsa menuju perubahan yang berkeadilan," lanjutnya.
Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan cita-cita Indonesia Emas 2045 yang menempatkan penguatan perempuan sebagai satu pilar kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Fadli pun berharap pameran ini memperkokoh kesadaran kolektif, pentingnya kesetaraan keberagaman dan keadilan, memberdayakan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan berbudaya.
Monolog Surat-Surat Asli Kartini
Keberhasilan di masa kini adalah dampak dari perjuangan panjang perempuan-perempuan terdahulu. "Ini yang saya kira keberhasilan dari perjuangan perempuan-perempuan di masa lalu untuk kesetaraan, emansipasi, dan juga untuk ada semacam afirmasi, kita mendapatkan dampaknya sekarang ini dan juga ke depan," ucapnya.
Fadli Zon juga mengatakan representasi perempuan berproses di parlemen Indonesia mengalami peningkatan, dari sebelumnya hanya 17 persen. Acara pembukaan pameran juga menampilkan pembacaan monolog.
Surat-surat asli Kartini dihidupkan kembali melalui suara para seniman ternama Indonesia: Christine Hakim, Ratna Riantiarno, Reza Rahadian, Marsha Timothy, Maudy Ayunda, Lutesha, Cinta Laura, Chelsea Islan, Happy Salma, dan Bagus Ade Putra. Dengan arahan Sri Qadariatin sebagai sutradara, para seniman multigenerasi ini tidak hanya membacakan, tetapi menghidupkan isi hati Kartini yang ditulis lebih dari seabad silam, namun tetap terasa begitu relevan hari ini.
"Hari ini, kita tidak hanya mengenang Kartini sebagai tokoh sejarah, tetapi merayakannya sebagai refleksi bagi setiap manusia—perempuan maupun laki-laki—yang terus berjuang memahami pikirannya, meresapi perasaannya, dan mengekspresikan keduanya secara jujur," tutur Happy Salma.
"Merayakan Kartini adalah merayakan keberanian untuk mengenal diri dan menyuarakan nurani. Kartini sudah membuktikan bahwa suara seorang perempuan, ketika jujur pada pikirannya dan setia pada hatinya, memiliki kekuatan untuk mengubah arah sejarah," pungkasnya.
Â
Advertisement
