Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tak ingin bertindak tergesa-gesa untuk menaikkan nilai pajak di Ibukota. Sebab, kenaikan pajak yang meloncat tinggi dapat berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat.
"Nanti shock semua bagaimana? Kalau pingsan semua bagaimana? Yang gotong siapa? Kan kita nggak tergesa-gesa," ujar pria yang karib disapa Jokowi itu usai penandatangan nota kesepahaman pajak dengan Kementerian Keuangan di Balaikota DKI Jakarta, Senin (17/3/2014).
Mantan Walikota Solo itu mengakui, peluang kenaikan pajak oleh Pemprov DKI sebenarnya cukup besar. Namun tidak berarti pihaknya langsung menaikkan begitu saja nilai pajak tanpa pertimbangan.
Maka, lanjut dia, Pemprov DKI lebih memilih bekerja secara bertahap untuk sebelum memberlakukan kenaikan pajak DKI. Seperti kenaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI yang dalam setahun meningkat Rp 30 triliun dari Rp 42 triliun menjadi Rp 72 triliun. APBD sendiri dipengaruhi oleh kenaikan pajak yang merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Kenaikan APBD itu sebenarnya lompatan. Bahkan kalau mungkin bisa Rp 100 triliun karena peluang kita banyak. Tapi kita tidak mau buru-buru supaya orang tidak kaget semua," pungkas Jokowi. (Raden Trimutia Hatta)
Baca juga: