UGM Tunda Sanksi Etik Kasus Florence Sihombing

Dekan Fakultas Hukum UGM Paripurna mengatakan, keputusan sidang etik kepada Florence Sihombing ditunda hingga waktu yang belum ditentukan

oleh Yanuar H diperbarui 03 Sep 2014, 13:50 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2014, 13:50 WIB
Florence Sihombing
(Foto: Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Yogyakarta - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menunda keputusan sidang etik kepada mahasiswinya Florence Sihombing. Sebelumnya pihak dekan Fakultas Hukum menggelar sidang etik pada kepada Florence karena dianggap melecehkan Yogyakarta pada Selasa 2 September dan mengumumkan hasilnya pada hari ini.

Dekan Fakultas Hukum UGM Paripurna mengatakan, keputusan hasil sidang etik ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Ia memperkirakan, usai pertemuan dengan pihak Keraton Yogyakarta, keputusan tersebut sudah bisa dilakukan. Sebab, pertemuan dengan pelapor tersebut akan sangat menentukan nasib Florence.

"Kalau yang bersangkutan sudah dianggap melanggar hukum, maka keputusan dari Komite Etik bisa jadi berbeda. Oleh karena itu kami menunda memberikan keputusannya pada hari ini," ujar Paripurna di ruang kerjanya, Rabu (3/9/2014).

Paripurna menyebut, pertemuan dengan Keraton sangat mempengaruhi keputusan etik yang diambil oleh Dekan Fakultas Hukum. Ia menyebut pertemuan dengan pihak Keraton menjadi hal utama dalam penyelesaian kasus Florence secara etika.

"Kami menunggu hasil pertemuan besok. Mudah-mudahan bisa diwujudkan. Ibu GKR Hemas dengan para pelapor kami juga diikutkan di Keraton Kilen," ujar Paripurna.

Paripurna berharap, dengan pertemuan dengan sang ratu, para pelapor dapat mencabut laporannya di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan membuat status hukum Florence Sihombing akan berubah.

Walaupun begitu Paripurna berharap kepada para pelapor dan masyarakat mau memaafkan mahasiswinya. Pelaporan Florence dinilai berbeda dengan ciri khas warga Yogyakarta yang santun dan ramah. Ia berharap para pelapor dapat memaafkan dengan mencabut laporannya dari Polda DIY.

"Yogyakarta sebagai kota budaya kota yang humble, kota yang terkenal dengan keramahan, kok ya memasukkan kejadian ini ke ranah hukum. Saya kira kok kurang efektif. Itu pendapat saya, saya kira tidak sendiri karena kebanyakan orang merasakan hal yang sama dengan saya. Meskipun saya juga menghormati pelapor dan itu hak mereka melaporkan itu," demikian Paripurna. (Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya