Saksi Sebut Kementerian PDT Bayari Rombongan PKB ke Luar Negeri

Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Sabillah Ardi membenarkan bahwa perjalanan tersebut dilakukan ke beberapa negara.

oleh Oscar Ferri diperbarui 22 Sep 2014, 18:45 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2014, 18:45 WIB
KPK Segel Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
Sebelumnya, KPK menangkap Bupati Biak Numfor, Papua, Yesaya Sombuk atas dugaan menerima suap berupa uang dolar Singapura terkait dana bantuan PDT di kabupaten yang dipimpinnya, Jakarta, Selasa (17/6/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melanjutkan kembali sidang kasus dugaan suap proyek rekonstruksi tanggul laut abrasi pantai dan proyek-proyek lain di Kabupaten Biak Numfor, Papua, tahun 2014‎ dengan terdakwa  Direktur PT Papua Indah Perkasa (PIP) Teddy Renyut.

Dalam sidang ini, sejumlah saksi dihadirkan. Salah satunya, Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Sabillah Ardi. Sebab, sebelumnya kesaksian Teddy saat bersaksi untuk terdakwa Bupati Biak Numfor non-aktif, Yesaya Sombuk, pada pekan lalu menyatakan‎ pernah dimintai Rp 290 juta oleh Ardi.

Pada kesempatan ini, Ardi membantah meminta uang. Namun dia mengaku, hanya meminjam dari Teddy. Uang yang dipinjam itu kemudian dibayarkan untuk perjalanan teman-temannya ke luar negeri. "Betul. Pinjam untuk talangi bayar perjalanan kawan-kawan saya," ujar Ardi saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/9/2014).

Ardi membenarkan bahwa perjalanan tersebut dilakukan ke beberapa negara, yakni Maroko, Yunani, dan Prancis. Namun, siapa-siapa rekan yang dimaksud, Ardi hanya menyebut 2 nama. "Rasta (Wiguna) dan Marwan (Dasopang)," kata Ardi.

Mendengar peryataan itu, Majelis Hakim yang diketuai Artha Theresia kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan‎ (BAP) Ardi saat diperiksa di penyidik KPK. Dalam BAP itu nama-nama politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) disebutkan ikut dalam rombongan Helmy Faishal Zaini sebagai Menteri PDT ke Maroko, Yunani, dan Prancis.

Nama-nama yang dibacakan Majelis dan diakui oleh Ardi, yakni Caleg PKB Rasta Wiguna dan Marwan Dasopang, Sekretaris Dewan Syuro PKB yang juga Komisi V DPR Andi Muawiyah Ramli, serta Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Daniel Johan Ragil. Lalu ada ipar Helmy bernama Lia dan Monika, serta ajudan Menteri PDT Bowo.

"Betul, Yang Mulia," jawab Ardi menanggapi pernyataan hakim.

Namun, Ardi membantah, Helmy berangkat bersama rombongan itu. Ardi mengatakan, Helmy lebih dulu berangkat dalam rangka perjalanan dinas, sementara rekan-rekan sejawat dan saudara-saudara Helmy menyusul. "Beda hari, Menteri berangkat untuk dinas. Mereka menyusul,‎" kata Ardi.

Sekali lagi Ardi membantah uang Rp 290 juta yang dipinjam dari Teddy itu juga untuk pembayaran perjalanan dinas Helmy. Dia baru tahu soal itu setelah diperiksa di penyidik KPK. "Saya tidak tahu bahwa itu di-ke-situ-kan. Saya baru tahu pas di penyidikan," kata Ardi.

Lebih jauh Majelis Hakim menanyakan apakah pinjaman dari Teddy itu berkaitan dengan proyek tanggul laut. "Tidak usah pura-pura lupa dan bingung. Staf khusus harus cerdas. Kalau banyak bingung dan baru sadar, kasihan Menterinya," kata Hakim Artha.

Ardi pun menjawab setelah ditegur seperti itu. "Tidak," kata Ardi.

"Saya sudah duga itu jawabannya," ujar Hakim Artha‎.

Jaksa mendakwa Teddy Renyut melakukan suap kepada Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk terkait proyek rekonstruksi tanggul laut abrasi pantai dan proyek-proyek lain di Kabupaten Biak Numfor, Papua tahun 2014.

Teddy didakwa menyuap Yesaya sebesar 100 ribu dolar Singapura agar dapat mengerjakan proyek yang merupakan bagian dari program Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tersebut. Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut, Teddy memberi uang kepada Yesaya dalam 2 tahap. Pertama sebesar 63 ribu dolar Singapura atau setara Rp 600 juta dan kedua sebanyak 37 ribu dolar Singapura atau senilai Rp 350 juta.

Atas perbuatannya, Teddy didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya