Liputan6.com, Jakarta Pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai rencana penerapan tarif timbal balik pada sejumlah negara memicu reaksi tajam di bursa saham global. Berdasarkan data perbandingan indeks sebelum dan sesudah pidato Trump pada 2 April 2025, terlihat pasar saham di kawasan Eropa dan Amerika mengalami tekanan paling besar.
Indeks-indeks utama seperti Nasdaq (CCMP Index) merosot hingga 11,44%, S&P 500 (SPX Index) turun 10,51%, dan Dow Jones (DJI Index) melemah 9,86% hanya dalam dua hari perdagangan. Sementara itu, bursa-bursa saham Asia seperti Indonesia (JCI Index), Taiwan (TWSE Index), dan Qatar (DSM Index) nyaris tidak terpengaruh, dengan perubahan hampir nol persen.
Baca Juga
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyampaikan bahwa secara data, dampak terbesar justru tidak terjadi di Asia. "Kalau kita lihat data, maka bursa-bursa negara Asia yang dikenakan tarif tinggi tidak mengalami dampak negatif yang signifikan. Tetapi justru bursa negara Eropa dan Amerika yang berdampak signifikan," ujarnya, dikutip Selasa (8/4/2025).
Advertisement
Ia pun mengimbau agar investor tetap tenang dan tidak bereaksi berlebihan terhadap dinamika global ini. "Investor agar tidak panik. Lakukan analisis secara cermat dan mengambil keputusan investasi secara rasional," tambah Jeffrey.
Penurunan tajam juga terlihat di bursa Jerman (DAX Index) sebesar 7,81%, Inggris (UKX Index) sebesar 6,43%, dan Prancis (CAC Index) sebesar 7,14%. Sementara negara-negara Asia seperti China (SHCOMP dan SZCOMP Index), Malaysia (FBMKLCI), dan Korea Selatan (KOSPI) hanya mencatat penurunan di bawah 2%.
Situasi ini menunjukkan bahwa reaksi pasar tidak semata-mata ditentukan oleh target kebijakan tarif impor, tetapi juga oleh persepsi risiko investor global terhadap potensi ketegangan geopolitik dan dampaknya terhadap ekonomi domestik.
Tarif Resiprokal AS
Namun tak dapat dipungkiri, keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menerapkan tarif resiprokal terhadap negara-negara mitra dagang pada 4 April 2025 mengguncang pasar saham global. Langkah ini memicu kepanikan investor karena dikhawatirkan akan memicu eskalasi perang dagang, mengganggu rantai pasok, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.
“Reaksi pasar menunjukkan bahwa pelaku keuangan di AS sendiri merespons negatif kebijakan ini. Kekhawatiran utama adalah margin korporasi yang tertekan, hambatan arus perdagangan, serta potensi aksi balasan dari negara-negara mitra,” ujar Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardhana.
Menurut Hendra, ketahanan pasar Tiongkok bisa disebabkan oleh kesiapan menghadapi skenario semacam ini atau ekspektasi kuat bahwa pemerintah mereka akan mengambil langkah cepat untuk menahan dampak jangka pendek. Sementara itu, Indonesia belum melihat dampak langsung karena pasar modal tengah libur. Namun, tekanan diperkirakan akan muncul dalam beberapa hari mendatang.
Advertisement
Nasib IHSG
“IHSG kemungkinan akan bergerak dalam tren pelemahan. Support berada di kisaran 6.290–6.312, sementara resistance ada di sekitar 6.660,” ujar Hendra. Ia menambahkan bahwa meskipun sebelum libur tren jangka pendek IHSG sempat menguat, kebijakan tarif Trump menjadi katalis negatif utama.
Lebih jauh, kebijakan ini juga memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Dengan ekspektasi pelemahan ekspor dan ketidakpastian neraca perdagangan, rupiah diprediksi dibuka di kisaran Rp 16.900 dan bisa menembus Rp17.000 per dolar AS dalam waktu dekat.
“Surplus dagang Indonesia dengan AS, yang mencapai sekitar USD 16,84 miliar atau 54% dari total surplus tahun 2024, kini terancam terkikis akibat tarif baru sebesar 32% terhadap produk asal Indonesia,” tambah Hendra.
