Demokrat Kritik Rencana Penyusunan Tatib Cara Berdoa di Sekolah

Marzuki mencontohkan dirinya semasa remaja sempat bersekolah di sekolah Katolik namun tetap dibebaskan berdoa menurut ajaran Islam.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 11 Des 2014, 05:44 WIB
Diterbitkan 11 Des 2014, 05:44 WIB
Marzuki Ali
Marzuki Alie (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Politisi Partai Demokrat, Marzuki Alie, menilai rencana Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan menyusun tata tertib tentang pengaturan berdoa sebelum dan sesudah dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah layaknya revolusi kebudayaan, yakni menyamakan agama dan budaya.

"Bukan malah revolusi mental. Malah revolusi kebudayaan kayak di China. Semua agama dan budaya dihilangkan," kata Marzuki saat dihubungi di Jakarta, Rabu (10/12/2014).

Menurut dia, aktivitas berdoa dan isi doanya adalah urusan pribadi masing-masing individu. Tidak dapat diatur-atur agar disamakan atau dihilangkan begitu saja. Marzuki mencontohkan dirinya semasa remaja sempat bersekolah di sekolah Katolik namun tetap dibebaskan berdoa menurut ajaran Islam.

"Berdoa itu masing-masing, jangan digeneralisir. Keberagaman ini kan rahmat yang mebuat Indonesia besar. Kalau semua disamakan, tidak ada lagi keberagaman. Bhinneka Tunggal Ika kan di sana. Itu kearifan," kata Marzuki.

Mantan Ketua DPR periode 2009-2014 itu menyarankan mengenai tata cara berdoa yang jelas-jelas adalah urusan pribadi, bukanlah priortitas untuk dibuatkan aturan. Masih banyak masalah pendidikan lain yang perlu diprioritaskan.

"Semua orang menjalankan sesuai kepercayaan. Kalau distandarkan begitu, terlalu banyak tugas menteri," lanjut Marzuki.

Beberapa waktu lalu, muncul wacana penyusunan tatib tata cara berdoa untuk membuka dan menutup proses belajar mengajar di sekolah. Wacana itu terkait banyaknya keluhan orangtua murid terhadap tata cara berdoa yang dinilai mendominasi agama tertentu. (Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya