Liputan6.com, Jakarta - Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) menilai 2014 sebagai tahun arogansi politik. Ini lantaran pada 2014, berlangsung pemilu legislatif dan pemilu presiden. Tak hanya itu, Soegeng Sarjadi Syndicate menyebut ada 4 faktor yang juga menyebabkan terjadinya arogansi politik sepanjang 2014 ini.
"Pertama konglomerasi politik, di mana bersatunya kekuatan modal atau uang dengan politik dan ini dapat dilihat dari ketua umum partai politik yang maju kembali atau menguasai partai," ujar pimpinan soegeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit dalam diskusi bertema '2014: Tahun Arogansi Politik' di Wisma Kodel, Jakarta, Rabu (17/12/2014).
Dari konglomerasi politik tersebut, kata dia, akan muncul faktor penyebab arogansi politik kedua yakni patronase politik. Ini diartikan, sang patron atau pihak yang membantu merasa dihormati dan omongannya selalu didengar.
"Patron ini sekarang sedang melawan aristokrasi baru, yakni orang muda yang punya keahlian dan cerdas," ujar Sukardi.
>>Faktor 3 dan 4>>
Â
Advertisement
Faktor 3 dan 4
Lalu ketiga, lanjut Sukardi, adanya faktor tokoh-tokoh politik konglomerasi yang tak mau dikalahkan oleh orang-orang baru.
"Kenapa Koalisi Merah Putih (KMP) tak mau menerima Jokowi, karena mereka merasa, kok anak Menteng dikalahkan sama anak kampung (Jokowi). Di sini ada ego, personal politik merasa saya lebih pandai. Pengusaha level konglomerat, kok dikalahkan tukang kayu, tinggal di pinggir sungai dan kurus," beber dia.
Faktor keempat atau terakhir yakni karena salah satu politisi atau yang bersangkutan merasa dapat dukungan publik yang kuat. "Dan ini membuat politisi cenderung terjebak dalam arogansi politik," tandas Sukardi.
Pada 2015, Sukardi Rinakit meyakini arogansi politik akan berkurang karena peta politik mulai berubah. (Sun/Mut)
Advertisement