Mangkir Pemeriksaan, Budi Gunawan Bisa Dipanggil Paksa

Kewenangan untuk menjemput paksa Komjen Pol Budi Gunawan sepenuhnya berada di tangan penyidik KPK.

oleh Oscar Ferri diperbarui 30 Jan 2015, 16:09 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2015, 16:09 WIB
Ilustrasi KPK
Ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta - Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan urung memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini. Sedianya, Jenderal bintang 3 itu akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar.

Mantan ajudan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri itu berpotensi dijemput paksa jika 2 kali tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang patut.

"Ya sesuai KUHAP jemput paksa akan dilakukan jika 2 kali panggilan, dan dua-duanya dengan alasan tidak patut," ucap Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Jumat (30/1/2015).

Meski demikian, Priharsa mengakui, kewenangan untuk menjemput paksa Budi sepenuhnya berada di tangan penyidik KPK. "(Panggil paksa) itu kewenangan penyidik," ucap dia.

Kuasa hukum Budi Gunawan, Razman Arif Nasution sebelumnya menjelaskan, kliennya menolak panggilan penyidik KPK dengan 3 alasan. Pertama, semenjak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Budi mengaku tidak pernah mendapatkan surat penetapan tersangka itu.

Kedua, pihak Budi protes terhadap mekanisme penyerahan surat pemanggilan oleh KPK. Sebab, surat pemanggilan tersebut hanya ditaruh begitu saja di kediaman BG tanpa tanda terima.

Alasan ketiga, pemanggilan itu dianggap mengangkangi proses praperadilan yang tengah ditempuh Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rencananya sidang praperadilan itu baru akan digelar pada Senin 2 Februari 2015.

KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar. Mantan ajudan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri itu diduga menerima hadiah atau janji saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir (Binkar) Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Markas Besar Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.

Calon tunggal Kapolri pengganti Jenderal Pol Sutarman itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana. (Mvi/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya