Liputan6.com, Jakarta - Permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan oleh KPK memasuki babak akhir. Hakim Tunggal Sarpin akan mengetok palunya memutuskan apakah memenangkan permohonan Budi Gunawan atau tidak, Senin (16/2/2015) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putusan praperadilan ini pun akan menjadi dasar Presiden Jokowi memutuskan apakah akan tetap melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri atau menggantinya dengan calon lain. Dikabarkan, Jokowi juga akan mengumumkan nasib Budi Gunawan hari ini di Istana Bogor.
Berdasarkan info dari Biro Pers Istana Kepresidenan, Presiden Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla akan melakukan Rapat Terbatas dan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor pada hari ini.
Sinyal Jokowi akan mengumumkan nasib Budi Gunawan hari ini diungkapkannya usai melakukan kunjungan kerja di Solo, Jawa Tengah, pada Sabtu 14 Februari lalu.
"‎‎Praperadilan kapan sih?" tanya Jokowi.
"Senin Pak," sahut wartawan.
"Ya sabar dikit. Nunggu sehari masa enggak sabar," ujar Jokowi.
Sidang Praperadilan
Baca Juga
Sidang perdana sempat diawali dengan sedikit kekisruhan lantaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir pada sidang perdana. Alasan KPK tidak hadir karena materi gugatan yang diajukan Budi Gunawan berubah.
"KPK hari ini tidak bisa hadir. Karena ternyata materi gugatan praperadilan dari pihak penggugat berubah (bertambah) dan itu baru sampai ke KPK, Kamis (28 Januari 2015) malam," ujar Johan Budi, 2 pekan lalu.
Menurut kuasa hukum KPK Chatarina M Girsang, ada 2 materi yang diganti oleh pihak Budi Gunawan dalam sidang praperadilan. "Oh ada, ada penambahan alasan permohonan. Kalau nggak, ngapain dicabut (oleh kuasa hukum Budi Gunawan). Waktu itu kan sudah dicabut tapi dimasukan kembali," ujar Chatarina di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 9 Februari lalu.
Sementara pada hari yang sama pihak kuasa hukum Budi Gunawan membantah pihaknya telah mengubah materi pengajuan sidang praperadilan tersebut. Hal itu ditudingnya sebagai alasan KPK yang mengada-ngada.
"Mereka kan selalu melakukan permohonan publik. Mereka bohong itu. Kita tidak mengubah hanya membuat baru," ujar kuasa hukum Budi Gunawan, Fredrich Yunadi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam siang lanjutan, sejumlah bukti-bukti yang diserahkan kubu Budi Gunawan dalam persidangan dinilai KPK tidak ada relevansinya. Menurut kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rasamala Aritonang, bukti yang disampaikan kepada hakim kebanyakan berupa dokumen pemberitaan media massa, tentang penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka KPK.
"Misalnya tadi kliping media, informasi dari media online sekitar 50 bukti. Mau membuktikan apa? Saya belum menangkap relevansinya terkait dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka," kata Rasamala di sela-sela sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 10 Februari lalu.
Selain bukti dokumen berita-berita media massa, sambung Rasamala, kuasa hukum Budi Gunawan juga melampirkan sejumlah bukti lain, yaitu dokumen surat putusan pengadilan terkait praperadilan atas penetapan tersangka.
Namun, lagi-lagi Rasamala menilai hal itu belum menunjukkan relevansi pembuktian terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka, yang diputuskan KPK terhadap Budi Gunawan.
Tak hanya bukti-bukti, saksi-saksi pun dihadirkan dari pihak Budi Gunawan maupun KPK. Dari mulai saksi ahli, mantan penyidik KPK hingga politisi, yakni Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Hasto mengungkap manuver politik yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad saat Pilpres 2014, termasuk juga dugaan pertemuan dengan Samad dengan sejumlah elite parpol menjelang Pilpres 2014 lalu di sebuah apartemen di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Apertemen itu disebut sebagai 'rumah kaca', untuk membahas politik.
Namun Samad sebelum sidang praperadilan telah membantah pertemuan yang disebut-sebut membahas pencalonannya sebagai cawapres Joko Widodo pada Pilpres 2014 itu.
Dalam kesaksiannya, Hasto mengatakan pada 20 Mei 2014 lalu ia menyambangi kediaman Abraham Samad ditemani salah seorang rekannya di kawasan Pulomas, Jakarta Timur. Kedatangan dia untuk memberikan kabar pembatalan pencalonan Samad sebagai bakal cawapres mendampingi Joko Widodo.
"Memang benar sekali pada 20 Mei 2014 pukul 00.30 WIB dengan seizin Pak Jokowi, saya ketemu AS (Abraham Samad) di rumah beliau dengan ditemani sahabat saya di Pulomas," kata Hasto saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 10 Februari.
Menurut Hasto, pertemuan pada 20 Mei 2014 itu merupakan pertemuan terakhirnya dengan Samad. Namun pada pertemuan pertama, ada sejumlah pembahasan mengenai 'bantuan' mengurus suatu kasus yang tengah digarap KPK.
"Pertemuan pertama beliau (Samad) katakan hukman Emir Moeis itu karena bantuan dia, beda dengan bapak Ustad (Luthfi Hasan Ishaq)," ucap Hasto. (Rmn/Mut)
Advertisement