Dari Keluarga Tak Mampu, Mahasiswa Ini Lulus Cum Laude di UGM

Keterbatasan ekonomi tak membuat putus asa. Mahasiswa ini tetap kuat bertahan hidup dari jerih payahnya. Bahkan sempat makan 1 kali sehari.

oleh Yanuar H diperbarui 27 Feb 2015, 07:30 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2015, 07:30 WIB
Mahasiswa UGM
Puji Utomo dan Atik Winarti (Credit foto: Humas UGM)

Liputan6.com, Yogyakarta - Puji Utomo dan Atik Winarti tak menyangka bisa kuliah di kampus Universitas Gadjah Mada. Berasal dari keluarga kurang mampu, kuliah di UGM justru memupuk semangat mereka untuk meraih cita-cita. Tak menyia-nyiakan kesempatan setelah kuliah selama kurang lebih  4 tahun, mereka bisa lulus dengan predikat Cum Laude pada wisuda Sarjana UGM pada 17 Februari lalu.

Puji Utomo, menceritakan bahwa orangtuanya adalah penjual ikan di pasar Juwana, Pati, Jawa Tengah. Setiap hari, orangtuanya berangkat menjelang tengah malam dan pulang pada esok hari. Menjadi penjual ikan dilakoni orangtuanya dalam 6 tahun terakhir.

Anak dari Pasangan Waso dan Rudiah ini mengaku hanya ia sendiri yang menikmati bangku kuliah dari 6 saudaranya. Keterbatasan ekonomi menyebabkan saudaranya memilih langsung bekerja dan menikah setelah tamat sekolah. "Dulu bapak tukang becak," kata Puji yang lulus sarjana teknik sipil UGM dengan predikat lulusan terbaik kepada Liputan6.com.

Puji menceritakan saat lulus SMA, ia mendaftar kuliah di UGM melalui jalur beasiswa Bidik Misi. Setelah dinyatakan lulus, Puji meyakinkan orangtua bahwa dirinya tidak akan meminta uang untuk biaya kuliah. Sebaliknya hasil tabungannya dari sisa uang saku beasiswa, digunakan membantu tambah modal usaha bisnis ikannya yang sempat merugi. "Alhamdulillah sekarang usaha bapak sudah lancar," kata pemuda 22 tahun tersebut.

Uang saku sebesar Rp 600 ribu sebulan selama 4 tahun  digunakan untuk mencukupi kebutuhan biaya hidup selama kuliah. Namun dengan bertambah tahun, kebutuhan kuliah pun menjadi semakin bertambah. Alhasil, Puji sempat tinggal dan menjadi penjaga masjid di daerah pogung utara. Dia pun sempat mengajar pada anak-anak difabel.

"Di kelas anak-anak difabel saya sempat ngajar dua bulan," kata Puji.

Meski memiliki pekerjaan sampingan di luar kuliah, Puji tetap selalu memperhatikan kuliahnya. Mahasiwa angkatan 2010 ini pun bisa lulus dengan predikat Cum Laude dengan IPK 3,86. Kini setelah lulus, Puji berencana untuk kembali ke desanya di Bakaran Wetan, Juwana, Pati.

"Saya ingin ikut gerakan sarjana pulang bangun ke desa," kata Puji yang sempat ditawari mengajar di salah satu perguran tinggi di Lombok.

Makan Sekali Sehari>>>

Makan Sekali Sehari

Sementara itu Atik winarti, lulusan sarjana ilmu peternakan menyelesaikan kuliah dalam waktu 4,4 bulan dengan IPK 3,78. Wanita asal Babadan, Gunung Jati, Cirebon ini menceritakan bahwa dirinya terpaksa menambah kuliah satu semester karena penelitian skripsi.

Dikarenakan beasiswa Bidik Misi hanya berlaku 8 semester, maka Atik harus membiayai kuliahnya sendiri selama 1 semester. Sisa tabungan uang saku beasiswa ternyata hanya cukup untuk biaya SPP dan uang kontrakan yang sudah jatuh tempo. Atik pun harus rela makan satu kali sehari.

"Saya sempat 2 hari tidak makan, hanya minum saja, padahal saya sambil harus tetap ngajar," kenang juara tiga dalam Debat Mahasiswa Peternakan Tingkat Nasional.

Selama 6 bulan, Atik hidup prihatin. Namun Atik tetap tidak ingin membebani ayahnya yang kini sudah tidak lagi bekerja sebagai buruh bangunan karena faktor usia. Sementara ekonomi keluarga hanya mengandalkan ibunya yang menjadi buruh pengrajin rotan.

Bagi Atik, hidup dengan mengencangkan ikat pinggang menjadi hal biasa baginya. Atik pun mengajar les privat untuk anak-anak SD. Atik pun sempat berjualan kue bersama teman-temannya di alun-alun selatan pada malam hari. "Kita harus bisa survive. Harus irit. Dari mengajar ini, saya dapat Rp 300 ribu sebulan," tandas Atik. (Riz)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya