Pengamat: Zulkifli Hasan Lanjutkan Politik Rangkap Jabatan

Sejak Pemerintahan Joko Widodo, tidak ada lagi ketua parpol yang rangkap jabatan jadi menteri.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 03 Mar 2015, 10:42 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2015, 10:42 WIB
Zulkifli Hasan
Mentri Kehutanan Zulkifli Hasan meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, Jakarta, (24/6/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik Said Salahuddin menilai, ada satu hal menarik dari terpilihnya Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum PAN yang baru. Yakni munculnya kembali praktik rangkap jabatan pimpinan partai politik sekaligus pimpinan lembaga negara.

"Di satu sisi Zulkifli Hasan menjadi ketua umum partai, sementara pada sisi lain juga menjadi ketua MPR," terang Said kepada Liputan6.com, Selasa (3/3/2015).

Pasca Pemilu 2014, lanjut Said, praktek rangkap jabatan sebetulnya sudah tidak ditemukan lagi. Di lembaga eksekutif, SBY menjadi orang terakhir yang melakukan praktek tersebut. Dia menjadi presiden sekaligus merangkap sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Sejak Pemerintahan Joko Widodo, ujar Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) itu, tidak lagi dijumpai ketua umum partai duduk menjadi menteri, sebagaimana yang lazim terjadi di era pemerintahan sebelumnya.

"Jadi, hari ini Zulkifli Hasan menjadi satu-satunya ketua umum partai yang merangkap jabatan sebagai pimpinan lembaga negara," ungkap dia.

Said mengakui tidak ada undang-undang yang melarang ketua umum partai merangkap jabatan sebagai Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Presiden, ataupun Menteri. Tapi, praktik rangkap jabatan sesungguhnya menyimpan sejumlah potensi persoalan.

Karena itu, di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan, Said menyarankan agar PAN lebih berhati-hati terhadap kemungkinan munculnya rangkaian persoalan.

"Pertama, potensi terganggunya citra partai. Sejak dimulainya era reformasi, praktek rangkap jabatan telah mendapatkan resistensi publik. Rangkap jabatan juga seringkali dipandang sebagai praktek politik yang tidak senafas dengan semangat reformasi, padahal PAN dikenal sebagai partai reformasi," tegas dia.

Persoalan kedua, potensi munculnya penyimpangan penggunaan fasilitas negara. Rangkap jabatan tergolong rawan penyimpangan karena seringkali bersentuhan dengan praktek korupsi. Said memberi contoh, bila seorang ketua umum partai rangkap jabatan sebagai pimpinan lembaga negara melakukan kunjungan kerja ke daerah dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara, sangat mungkin akan ada fasilitas negara atau fasilitas pemerintah yang digunakan oleh si pejabat untuk kepentingan partainya.

Ketiga, potensi munculnya konflik kepentingan. Sebagai Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sudah barang tentu memiliki agenda perjuangan partai. Sementara pada sisi lain, ia harus memimpin MPR dengan setumpuk pekerjaan antara lain mengkaji sistem ketatanegaraan. "Nah, dengan kewenangan MPR yang sedemikian besar itu, ada potensi conflict of interest di situ," tandas Said. (Sun/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya