Liputan6.com, Jakarta - Aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib diabadikan sebagai nama jalan di Kota Den Haag, Belanda, pada 14 April 2015. Peresmian nama jalan ini akan dihadiri oleh istri almarhum Munir, Suciwati.
"Pemerintah Kota Den Haag di Belanda, melalui Walikota Den Haag akan meresmikan Munirpad, sebuah jalan sepeda pada 14 April 2015," kata Direktur Eksekutif Imparsial Pungki Indarti di Kantor Kontras, Jakarta, Sabtu (11/4/2015).
Nama lengkap jalan tersebut adalah Munirpad, Indonesische voorvechter van de bescherming de rechten van de mens (Jalan Munir, Advokat pejuang HAM). 'Munir' tidak akan sendirian, ia akan ditemani tokoh-tokoh pejuang HAM lainnya.
"Jalan ini berada dalam kompleks yang juga menempatkan para pejuang HAM lainnya di dunia, seperti Marthin Luther King, Nelson Mandela, Salvador Allende, serta Bunda Theresa," ungkap Pungki.
Sementara itu istri Munir, Suciwati menambahkan, Jalan Munir sudah digulirkan sejak 2011 lalu oleh otoritas Belanda. Ia mengakui proses itu memakan waktu lama karena butuh rapat untuk menyiapkan lahan.
Baca Juga
(Liputan6.com/Silvanus Alvin)
Advertisement
Penghargaan yang diberikan oleh Belanda dianggap Suciwati sebagai bentuk peringatan keras bagi pemerintahan Jokowi-JK. "Ini warning buat negara kita karena negara kita abai pada penegakan HAM. Penegakan HAM hanya alat meraih kekuasaan, hanya lip service. Kita lihat pelanggar HAM masih eksis," tutur Suciwati.
"Ini ironis, negara luar yang beri penghargaan, malah negara sendiri beri ruang untuk para pelaku yang diduga membunuh Munir. Orang yang dipenjara pun malah dapat pembebasan bersyarat," ucap Suciwati.
7 September 2004 aktivis HAM dan pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Imparsial, Munir (39) meninggal di pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana.
Sesuai hukum nasionalnya, pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah almarhum. 12 September 2004 jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, Jawa Timur. Lalu pada 11 November 2004 pihak keluarga mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan, Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.
Pada 18 Maret 2005, pilot Garuda Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri. Setelah mencapai proses hukum yang panjang, Pollycarpus akhirnya divonis 14 tahun penjara di tingkat Peninjauan Kembali.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr ditangkap atas dugaan bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya. Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Namun, Pollycarpus Budihari Prijanto pun juga akhirnya menghirup udara bebas dari Lembaga Pemasyarakatan kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, terhitung sejak Jumat 28 November 2014. (Riz/Ndy)