Pro-Kontra Pembangunan Gedung DPD Baru

Mantan Wakil Ketua DPD RI Laode Ida menilai pembangunan gedung itu sebagai pemborosan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 12 Jun 2015, 15:57 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2015, 15:57 WIB
Kompleks Gedung DPR
Kompleks Gedung DPR (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merencanakan akan membangun gedung baru, karena gedung yang lama ruangannya dirasa sempit. Tak mau kalah dengan 'tetangganya', Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pun ikut mewacanakan hal tersebut.

Ketua DPD RI Irman Gusman menjelaskan pembangunan gedung para senator ini sudah dianggarkan sejak 5 tahun lalu. Pembangunan gedung ini nantinya akan menghabiskan anggaran per kantor sebesar Rp 20-25 miliar.

"Sebenarnya wacananya kan sejak 5 tahun lalu ini. Selama ini kita dipersulit pemerintah daerah (Pemda), daerah itu banyak berkontribusi. Memang pemerintah pusat punya, apa, selama ini daerah tidak diperhatikan," kata Irman Gusman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (12/6/2015).

Senator asal Sumatera Barat ini menjelaskan, masalah gedung ini hanya masalah teknis saja. Bila ada kantor baru maka dipercaya dapat menjaring aspirasi dari daerah lebih baik lagi.

"Kalau tidak dibereskan secara baik melalui wakil-wakilnya, tentu membahayakan daerah kita. MK, KY saja sudah ada kantor, DPD RI belum, kita masih numpang," keluh dia.

Irman mengaku, pihaknya akan mengawasi pembangunan gedung baru dan kantor cabang DPD RI ini. "Apakah dilakukan dengan transparan dan sesuai kebutuhan itu kita harus kontrol. Kita tata lagi lebih baik untuk kepentingan bersama. Yang paling penting agar bangunan efektif dan efisien," harap Irman.

Irman menampik permintaan lembaganya tersebut ada kaitannya dengan pemerintah menyetujui dana aspirasi bagi setiap anggota DPR sebesar Rp 20 miliar.

"Silakan daerah yang mengusulkan, DPD RI tidak ikut-ikutan itu. DPD tidak mengusulkan dana aspirasi tapi usulkan proyek di daerah. Yang penting aspirasi daerahnya ditindaklanjuti," tukas Irman.

Pemborosan

Sementara itu, mantan Wakil Ketua DPD RI, Laode Ida secara pribadi menolak permintaan gedung baru dan kantor cabang DPD RI tersebut. Sebab, dia tidak melihat urgensi pembangunan gedung, bahkan hanya sebagai pemborosan uang negara.

"Coba saja simulasikan, apa manfaatnya. DPD sendiri nyata secara konstitusi kewenangan, hanya ornamen demokrasi. Lalu kantor itu mau digunakan untuk apa?" kata Laode Ida.

Dia mengungkapkan, konsep yang menjadi acuan DPD RI dalam melakukan permintaan tersebut adalah untuk tempat kerja empat anggota DPD RI saat tugas di daerah. "Lah, mau kerja apa? Tampung aspirasi? Mau dipaksakan ke mana aspirasi yang ditampung itu? Kan anggota DPD RI tak punya kewenangan untuk memaksa," ungkapnya.

"Semua itu akan dibebankan pada uang rakyat (lewat APBN), padahal produknya tak akan ada gunanya," tambah dia.

Menurutnya, permintaan DPD RI tersebut tidak ada gunanya karena kewenangan DPR lemah yakni tak bisa maksa atau tak mengambil putusan. Namun, hebatnya DPD RI itu dimanjakan menghabiskan uang rakyat secara sia-sia dengan berlindung serta selalu dijadikan acuan oleh Irman Gusman adalah jalankan perintah UU MD3. Padahal salah kaprah akibat dangkal pemahaman tentang konsep kantor perwakilan.

"Dan itu sebenarnya sudah sering saya sampaikan pada Irman. Hanya saja karena yang bersangkutan pebisnis, kita semua sudah tahu apa maksud di balik pemaksaan untuk bangun gedung semewah itu," tandas Laode Ida. (Alv/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya