Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri memeriksa mantan Kepala Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas), RP sebagai tersangka. Dia dicecar dengan 46 pertanyaan.
Pertanyaan itu seputar kasus dugaan korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) penjualan kondensat milik negara oleh BP Migas kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang diduga merugikan negara sebesar Rp 2 triliun.
"Ada 46 pertanyaan ya, fokusnya soal penunjukan langsung BP Migas ke PT TPPI," kata RP usai diperiksa penyidik di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (18/6/2015).
RP menjelaskan seluruh pertanyaan yang diajukan penyidik Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri itu berkisar tentang proses penunjukan langsung PT TPPI sebagai perusahaan yang berhak menjual kondensat milik negara.
Piutang Terbayar
Selain itu, ia juga dicecar pertanyaan terkait adanya dugaan hutang yang dilakukan PT TPPI kepada negara dalam hal ini BP Migas atas hasil penjualan kondensat.
"Proses penunjukan langsung seperti apa. Bagaimana perjalanan sampai kepada kita setop (penjualan kondensat) dan dianggap ada piutang PT TPPI ke negara. Prosesnya seperti apa. Kita juga meningkatkan pengawasan kita amandemen dalam 3 kali kontrak untuk mengawasi PT TPPI ini," tutur RP.
Menurut RP, piutang negara atas penjualan kondensat itu bukan merupakan kerugian negara. Dia merinci, total nilai penjualan kondensat PT TPPI dalam kurun waktu 2009 sampai 2011 sebesar US$ 2,7 miliar. Dari jumlah ini, TPPI telah membayar US$ 2,57 miliar ke kas negara. Artinya, tersisa sekitar US$ 139 juta yang belum dibayarkan.
"Transaksinya dengan TPPI US$ 2,70 miliar. Sudah dibayar 2,57 miliar. Piutangnya US$ 139 juta, sebagai piutang. (Sudah) dibayar (piutangnya) kok. Mulai dari pengangkatan (kondensat) itu sudah dibayar," kata RP.
Ia menganggap sisa pembayaran itu bukan termasuk kerugian negara. Menurutnya pengadilan niaga juga telah memutuskan bahwa sisa pembayaran merupakan hutang PT TPPI kepada negara yang mesti dilunasi hingga batas waktu 15 tahun.
"Menurut pengadilan niaga kasus ini hanya perdata, bukan pidana. Artinya sampai saat ini pun TPPI dalam proses pembayaran sisanya," jelas RP.
Advertisement
Periksa Purnomo
Periksa Purnomo
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Mabes Polri Brigjen Victor Simanjuntak mengatakan, pihaknya telah memeriksa mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro.
"Sudah diperiksa kemarin (Purnomo)," kata Victor di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Pemeriksaan Purnomo itu untuk mengklarifikasi adanya keterlibatan ESDM dalam penjualan kondensat bagian negara.
"Hanya confirm keterkaitannya dengan Dirjen Migas. Tentu jawabannya sama dengan Dirjen Migas bahwa hubungan kerja itu tidak ada," jelas dia.
Ia enggan memberi pernyataan mengenai peran Purnomo dalam dugaan mengarahkan atas kondensat bagian negara yang akhirnya ditunjuk kepada PT TPPI, sebelum ada data valid dan fakta lain.
"Untuk menyatakan (Purnomo) terlibat kita butuh data dan fakta, karena dalam pembuktian kasus ini tidak bisa berasumsi. Yang bicara bukti dan saksi yang bisa mengatakan kemana kasus ini mengarah," tegas Victor.
Kasus ini berawal saat penjualan kondensat bagian negara oleh SKK Migas kepada PT TPPI pada kurun waktu 2009 hingga 2010 dengan penunjukan langsung.
Penyidik menemukan sejumlah dugaan tindak pidana. Pertama penunjukan langsung PT TPPI oleh BP Migas untuk menjual kondensat. Kedua, PT TPPI telah melanggar kebijakan wakil presiden--kala itu Jusuf Kall--yang menjual kondensat bukan ke Pertamina tapi ke perusahaan lain.
Penyidik juga menemukan meskipun kontrak kerja sama BP Migas dengan PT TPPI ditandatangani Maret 2009, namun PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.
Selain itu, PT TPPI diduga tidak menyerahkan hasil penjualan kondensat ke kas negara. Hingga kini penyidik sudah memeriksa 45 saksi, baik dari pihak BP Migas, PT TPPI, dan Kementerian ESDM.
Belakangan, penyidik telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni DH, RP dan HW. Dari ketiga itu, hanya HW yang belum diperiksa karena mengaku sakit di Singapura. (Ali/Mar)