Myanmar Gelar Masa Berkabung Nasional Sepekan, Korban Tewas Gempa Capai 2.056 Orang

Terdapat warga negara asing di antara korban tewas akibat gempa.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 01 Apr 2025, 07:02 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2025, 07:02 WIB
Gempa Myanmar, Jumlah Korban Tewas Bertambaht
Jumlah korban tewas akibat gempa dahsyat di Myanmar pada Jumat (28/3/2025) meningkat menjadi 144 orang, sementara 732 lainnya mengalami luka-luka. (Foto: AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Naypyidaw - Myanmar akan mengadakan hening cipta selama satu menit pada Selasa (1/4/2025) untuk menghormati korban gempa dahsyat yang melanda negara tersebut, yang telah menewaskan lebih dari 2.000 orang. Harapan untuk menemukan lebih banyak korban selamat di reruntuhan bangunan yang hancur semakin menipis.

"Bendera nasional akan dikibarkan setengah tiang hingga 6 April sebagai bentuk simpati atas kehilangan jiwa dan kerusakan akibat gempa magnitudo 7,7 yang terjadi pada Jumat lalu," demikian pernyataan junta militer Myanmar seperti dilansir CNA.

Pengumuman ini muncul saat upaya penyelamatan mulai melambat di Mandalay, salah satu kota yang paling parah terdampak dan kota terbesar kedua di Myanmar dengan lebih dari 1,7 juta penduduk.

"Situasinya begitu buruk sehingga sulit untuk digambarkan," kata Aung Myint Hussein, kepala administrasi Masjid Sajja North di Mandalay.

Masyarakat berkemah di jalan-jalan Mandalay selama tiga malam berturut-turut, baik karena tidak bisa kembali ke rumah yang hancur atau khawatir dengan gempa susulan yang terus mengguncang kota pada akhir pekan lalu. Beberapa orang membawa tenda, namun banyak juga yang, termasuk anak-anak, tidur di jalan hanya dengan selimut, berusaha menjauh dari bangunan untuk menghindari runtuhan batu.

Junta militer Myanmar mengumumkan pada Senin (31/3) bahwa jumlah korban tewas telah mencapai 2.056 orang, lebih dari 3.900 orang terluka, dan 270 orang masih hilang. Tiga warga negara China termasuk di antara korban tewas, menurut media negara China, sementara Kementerian Luar Negeri Prancis mengonfirmasi dua warga negaranya juga tewas.

Setidaknya 19 orang tewas di Bangkok, ibu kota Thailand, yang terletak ratusan kilometer dari lokasi gempa, di mana kekuatan gempa menyebabkan sebuah gedung bertingkat 30 runtuh. Alat berat terus membersihkan puing-puing besar di lokasi tersebut, di mana telah dikonfirmasi 12 kematian dan setidaknya 75 orang masih hilang.

Pejabat setempat mengatakan mereka belum menyerah untuk menemukan lebih banyak korban selamat.

Promosi 1

Rumah Sakit Darurat

Jalanan di Kota Naypyidaw Terbelah
Gempa Myanmar juga menyebabkan runtuhnya bangunan pencakar langit yang masih dalam proses pembangunan di Thailand. (Sai Aung MAIN/AFP)... Selengkapnya

Rumah sakit umum Mandalay, yang memiliki 1.000 tempat tidur, terpaksa dievakuasi, dan ratusan pasien kini dirawat di luar ruangan. Para pasien terbaring di ranjang rumah sakit yang dipindahkan ke halaman parkir, dengan banyak di antaranya hanya dilindungi oleh terpal tipis yang dipasang untuk menahan teriknya matahari tropis. Keluarga pasien berusaha menghibur mereka, memegang tangan atau mengayunkan kipas bambu untuk memberi sedikit kenyamanan.

"Kami berusaha melakukan yang terbaik yang kami bisa," ujar salah satu petugas medis.

Panas yang menyengat membuat para penyelamat kelelahan, sementara proses dekomposisi tubuh yang semakin cepat dapat menyulitkan identifikasi korban. Meski demikian, kehidupan perlahan kembali normal di Mandalay. Pada Senin, lalu lintas mulai ramai kembali, dan restoran serta pedagang kaki lima yang sempat tutup, kini telah mulai beroperasi lagi.

Di tengah situasi yang penuh kesulitan ini, ratusan umat muslim berkumpul di luar masjid yang hancur di kota tersebut untuk melaksanakan salat Idul Fitri.

Krisis Kemanusiaan

Gempa Myanmar, Jumlah Korban Tewas Bertambah
Sebelumnya, gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 mengguncang Myanmar pada Jumat (28/3/2025) siang. (Foto: AFP)... Selengkapnya

Tantangan yang dihadapi Myanmar, dengan lebih dari 50 juta penduduk, jauh lebih besar dari sebelumnya. Setelah kudeta militer pada 2021, negara ini terjerat dalam perang saudara yang telah berlangsung selama empat tahun, menghancurkan perekonomian dan merusak sistem kesehatan serta infrastruktur negara.

Gempa yang baru saja terjadi menambah penderitaan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bencana ini sebagai keadaan darurat tingkat tertinggi. WHO segera menggalang dana sebesar USD 8 juta untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah wabah penyakit dalam 30 hari ke depan. Sementara itu, Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) meluncurkan permohonan bantuan lebih dari USD 100 juta untuk membantu korban.

Tim penyelamat dan bantuan internasional mulai tiba setelah kepala junta militer Myanmar Min Aung Hlaing, membuat permohonan yang sangat jarang untuk bantuan asing. Sebelumnya, pemerintah Myanmar cenderung menolak bantuan internasional, bahkan setelah bencana besar.

Juru bicara junta militer Myanmar Zaw Min Tun mengucapkan terima kasih kepada sekutu utama seperti China, Rusia, dan India atas bantuan mereka dan menegaskan bahwa pihak berwenang terus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan perawatan kepada yang terluka serta mencari mereka yang hilang.

Namun, meskipun Myanmar berjuang mengatasi dampak gempa, laporan tentang serangan udara militer terhadap kelompok bersenjata yang menentang pemerintah terus bermunculan. Sebuah kelompok etnis minoritas mengklaim bahwa tujuh anggota mereka tewas dalam serangan udara tak lama setelah gempa terjadi, dan pada Senin, dilaporkan ada serangan udara lainnya.

Perwakilan khusus PBB untuk Myanmar Julie Bishop mengimbau agar semua pihak menghentikan permusuhan dan fokus pada perlindungan warga sipil serta distribusi bantuan. Konflik yang berkepanjangan ini, yang melibatkan militer melawan berbagai kelompok pemberontak anti-kudeta dan kelompok etnis minoritas, telah menyebabkan sekitar 3,5 juta orang terpaksa mengungsi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya