Hakim Praperadilan: Penetapan Tersangka Dahlan Iskan Tidak Sah

Dalam amar putusannya, hakim tunggal Lendriaty Janis menyatakan penetapan tersangka terhadap Dahlan tidak berkekuatan hukum.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 04 Agu 2015, 12:59 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2015, 12:59 WIB
20150727-Sidang Praperadilan Dahlan Iskan-Jakarta-Yusril Ihza Mahendra
Suasana sidang praperadilan yang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait penetapan tersangka oleh Kejati DKI Jakarta, Senin (27/7/2015). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Eks Dirut PLN Dahlan Iskan atas penetapan tersangka terhadap dirinya oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terkait tindak pidana korupsi (tipikor).

Dalam amar putusannya, hakim tunggal Lendriaty Janis menyatakan penetapan tersangka terhadap Dahlan tidak sah dan tak memiliki kekuatan hukum.

"Permohonan pemohon (Dahlan) diterima seluruhnya. Penetapan tersangka terhadap pemohon yang dikeluarkan termohon (Kejati) adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum. Tindakan lain setelah putusan ini dinyatakan tidak sah," ucap Lendriaty di ruang sidang utama PN Jaksel, Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Menurut Lendriaty, dalam proses penetapan tersangka kepada Eks Menteri BUMN itu, Kejati DKI Jakarta tidak memiliki bukti yang cukup. "Dari termohon tidak memenuhi unsur bukti dan saksi yang cukup," tandas hakim.

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dikawal petugas usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kamis (4/6/2015). Dahlan diperiksa sebagai saksi terkait pembangunan PLTU di Pulan Jawa, Bali dan NTB.(Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sebelumnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta resmi menetapkan mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 Gardu Induk (GI) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat pada periode tahun 2011-2013 senilai Rp 1,063 triliun.

Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) saat proyek pembangunan itu dilakukan. Dia diduga melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (Fis/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya