Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah ingin agar keuangan dewan lepas dari kontrol pemerintah. Sebab, dia menilai selama ini anggaran pengawasan yang dilakukan dewan masih ditentukan oleh pemerintah.
"DPR mesti mengawasi pemerintah, tapi budgetnya mengemis ke menteri keuangan. Kan bisa jadi alat politik. Dewan mau memodernisasi diri tidak boleh, karena mesti nunggu dari pemerintah," kata Fahri dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Menurut Fahri, aspirasi masyarakat terhadap anggota dewan sangat tinggi. Di sisi lain, persoalan tentang keuangan baik yang bersifat politik dan pribadi tidak jelas.
Sehingga, menurut dia, hal ini membuat banyak anggota dewan melakukan korupsi. Sebab mereka tidak memiliki anggaran pribadi yang cukup untuk memenuhi aspirasi dalam rangka membangun daerah pemilihannya.
Baca Juga
"Persepsi publik tentang uang politik dan uang pribadi sangat kacau. Oleh karena itu, korupsi dalam perspektif etik di dewan sangat marak. Negara kita itu tidak berani punya sikap tentang mana yang publik, mana yang private secara tegas," ujar dia.
Oleh karena itu, Fahri mengatakan bahwa aspirasi harus berbasis pada anggaran yang diatur dalam mekanisme legal berupa Dana Aspirasi atau yang dikenal dengan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP).
"Bahwa anda boleh aspiratif kepada masyarakat, tapi kalau anda tidak siap secara logistik (keuangan) saat tampil di publik, maka anda akan habis juga," lanjut Fahri.
Fahri berharap dengan adanya sistem penganggaran yang jelas dari negara seperti UP2DP tersebut, membuat dewan lebih konkrit dalam menjalankan fungsi aspirasi masyarakat. Khususnya yang berkaitan dengan pembangunan yang diperlukan di daerah pemilihan. (Nil/Ali)
Advertisement