Capim Basaria Pandjaitan Sebut KPK Sudah Tepat Tak Bisa SP3

‎Menurut dia, dalam praktiknya selama ini KPK disetiap penanganan kasus harus benar dan hati-hati dengan kepastian 2 alat bukti.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 16 Des 2015, 04:46 WIB
Diterbitkan 16 Des 2015, 04:46 WIB
20150824-19 Calon Pimpinan KPK Jalani Uji Wawancara-Jakarta
Salah satu calon pimpinan KPK, Brigjen Pol Basaria Panjaitan menjawab pertanyaan dari anggota Pansel KPK di Gedung Sekneg, Jakarta, Senin (24/8/2015). Panitia seleksi melakukan uji wawancara kepada 19 calon pimpinan KPK. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) menjadi salah satu poin dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Persoalan perlunya atau tidak SP3 untuk KPK ini sempat menjadi pro dan kontra sesama anggota DPR.

‎Pertanyaan ini pun ditanyakan anggota Komisi III DPR Junimart Girsang saat uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon pimpinan KPK Irjen (Pol) Basaria Pandjaitan. Capim KPK ini mengatakan,‎ dalam proses penyelidikan KPK berbeda dengan kejaksaan dan Polri yang memiliki wewenang tersebut.

‎"Lidik agak berbeda dengan KPK. Kalau di KPK 2 alat bukti masuk penyidikan, kalau di polisi itu sudah P21. Jadi, tak mungkin ada SP3 di KPK," kata Basaria di hadapan anggota Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (15/12/2015) malam.

‎Menurut dia, dalam praktiknya selama ini KPK disetiap penanganan kasus harus benar dan hati-hati dengan kepastian 2 alat bukti. Hal ini yang menjadi acuan dalam penetapan tersangka oleh KPK.

"Itu sebabnya KPK harus benar-benar hati-hati‎ dengan 2 alat bukti firm. Beda penyidikan di kepolisian dengan serangkaian untuk menemukan 2 alat bukti dan tersangkanya," tegas dia.

Selain itu, Basaria menilai posisi KPK yang tidak memiliki kewenangan SP3 selama ini sudah tepat. "Jadi, rasanya hasil SP3 tidak boleh diberikan ke KPK," tegas Basaria.‎

Ego Sektoral

Selain itu, Basaria juga mengakui adanya ego sektoral di tubuh KPK. Ego sektoral itu tumbuh karena adanya wewenang lebih yang dimiliki oleh lembaga antikorupsi tersebut.

"‎Ego sektoral ada karena KPK diberi wewenang yang lebih dibanding penegak hukum lain. Wewenang itu sudah diberikan untuk dia (KPK). Timbul ego sektoral karena orang-orangnya (pegawai) KPK," kata Basaria.

Ego sektoral itu bisa hilang jika para pegawai KPK mengerti dan laksanakan UU pembentukan KPK. Karena pada dasarnya, kata dia KPK dibentuk untuk memberdayakan polisi dan jaksa yang dianggap tidak efisien.

"Kalau semua anggota (pegawai KPK) mengerti dan laksanakan UU, saya percaya keributan dan ego sektoral tidak ada," ucap dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya