Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan dari Panitera Mahkamah Agung (MA) terkait kasus dugaan suap pejabat MA Andri Tristianto Sutrisna yang telah menjadi tersangka. Panitera MA Soeroso Ono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andri.
Menurut Soeroso, tak ada kewenangan yang bisa dilakukan Andri di lembaganya. Apa yang dilakukan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kasasi dan Peninjauan Kembali MA itu hanya akal-akalannya saja.
"Tidak ada kewenangan sama sekali. Dia orang nonteknis. Tugasnya hanya meneliti berkas perkara saja. Tak ada penundaan sama sekali. (Apa yang dilakukan Andri) hanya spekulasi saja. Jual omong saja, orang bodoh yang ngasih duit," ujar Soeroso usai diperiksa KPK, Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Baca Juga
Soeroso pun menuturkan pemeriksaannya oleh penyidik KPK hanya terkait soal alur perkara di MA. "Itu menjelaskan alur perkara di Mahkamah Agung. Mulai dari perkara masuk sampai perkara keluar, mulai dari pendaftaran, nomor dan lain-lain," jelas dia.
Karena itu dia heran kepada orang yang memberikan uang kepada Andri. Sebab, putusan kasasi, sudah bisa dilihat melalui situs Mahkamah Agung.
"1 x 24 jam sudah dipublikasikan, langsung diinfokan di website," Soeroso menandaskan.
KPK menangkap tangan 6 orang pada Sabtu 13 Februari 2016. ‎3 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, yakni Kasubdit Kasasi dan PK MA Andri Tristianto Sutrisna, Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi, dan seorang kuasa hukum Ichsan bernama Awang Lazuardi Embat.
Ichsan diduga memberikan suap kepada Andri melalui Awang. Suap diberikan dengan tujuan agar petikan putusan kasasi terkait perkara yang menjerat lchsan ditunda, sehingga eksekusi terhadap dirinya juga akan tertunda.
Ichsan Suaidi merupakan terpidana kasus pembangunan dermaga labuhan haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tahun 2007-2008. Namun hingga saat ini lchsan belum dieksekusi oleh pihak Kejaksaan.
KPK menjerat Andri Tristianto Sutrisna dengan Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, Ichsan dan Awang disangka sebagai pemberi suap dan dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.