Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari maraknya website yang menawarkan jasa aborsi, Polda Metro Jaya tergerak untuk mengungkap hal tersebut. Namun, membongkar praktik aborsi ilegal tidak semudah membalik telapak tangan. Â
Guna mengungkap praktik pembunuhan bayi dalam kandungan itu, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya harus menerjunkan 2Â polisi wanita untuk menyamar selama 2 minggu.
Dengan berpura-pura menjadi pasien, 2 Polwan yakni Bripka Eka dan Bripka Rina mendatangi klinik aborsi yang terletak di kawasan Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat pada Jumat 19 Februari 2016.
"Kurang lebih 9 website yang datanya ada di kami. Kami coba komunikasi dengan pengelola website kemudian dijawab," ujar Kasubdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Adi Vivid mengungkapkan cerita penyamaran tersebut.
Advertisement
Bripka Eka awalnya diarahkan ke Klinik Spesialis Kehamilan dan Kandungan di Jalan Cisadane Nomor 4. Di tempat ini, tepatnya di depa rumah berpagar besi putih, terpasang plang bertuliskan 'Praktek Dokter Ihsan Oetama Sp.OG Ahli Obstetri dan Ginekologi'.
Eka kemudian menjelaskan niat aborsinya dengan mengarang cerita, ia hamil dalam kondisi proses perceraian dengan suami. Saat itu ada 2 suster yang melayaninya, satu suster berlatar belakang medis, satu lagi suster gadungan.
Â
Baca Juga
Tanpa di USG, suster gadungan itu menyatakan usia kehamilan Eka menginjak 4 bulan. Karena janin sudah terbentuk, Eka diarahkan ke klinik rekanan, yaitu Klinik Dokter Suripno di Jalan Cimandiri Nomor 07. Letaknya hanya beberapa ratus meter dari klinik pertama.
"Pada saat kami berkomunikasi, diajak ketemuan di KFC Cikini. Kalau memang itu klinik yang benar pasti disarankan untuk datang langsung," terang Adi di lokasi penggeledahan, Klinik dokter Suripno, Jalan Cimandiri Nomor 07, Kelurahan Kenari, Kecamatan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (24 Februari 2016).
Sementara Bripka Rina yang juga menyamar, sempat dipaksa melakukan USG. Agar penyamarannya tidak terbongkar, Rina bersedia di USG dan dinyatakan hamil 4 minggu. Padahal Rina sama sekali tak hamil. Menurut Adi, itu salah satu upaya penipuan sindikat aborsi untuk mengeruk uang dari sang pasien.
Berdasarkan data-data yang didapatkan kedua polwan, Polda Metro Jaya kemudian menggerebek klinik tersebut. Ada dua lokasi yang digerebek yaitu di Jalan Cimandiri dan Jalan Cisadane. Dalam penggerebekan ini, polisi mengamankan 9 tersangka yang terdiri dari asisten dokter, dokter gadungan, pengelola, dan calo aborsi.
Hal mencengangkan, dokter gadungan berinisial M ternyata hanya mengenyam pendidikan hingga bangku SMP. "Salah satu tersangka, M, mengaku dokter padahal hanya lulusan SMP," kata Adi.
Dalam menjalankan praktik ilegalnya, para tersangka mematok tarif bervariasi tergantung usia kandungan. Untuk janin yang usianya 3 bulan ke bawah, sindikat ini memasang tarif Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Sedangkan untuk usia kandungan yang sudah lebih dari 3 bulan, biaya dinegosiasikan dengan si dokter.
Bukan hanya dokternya yang mencengangkan. Alat-alat kesehatan dan obat-obatan yang digunakan di klinik sindikat ini pun sungguh mengejutkan. Alat-alatnya sangat tidak layak dan obat-obatnya kedaluwarsa.
Temuan itu diperlihatkan dalam gelar kasus praktik aborsi ilegal pada Rabu 24 Februari 2016. Seorang petugas bernama Wiji Saraswati nampak terperangah melihat kondisi alat yang diduga digunakan untuk praktik aborsi berbahan dasar besi yang sudah berkarat.
"Lihat, ini cairan infusnya sudah expired dari Januari 2014. Sudah 2 tahun. Ini juga karatan," ujar Wiji kepada wartawan sambil menunjukkan sebuah alat berbentuk sumpit besi yang ujungnya terdapat lengkung seperti kepala sendok.
Dia lalu menunjukkan sebuah alat berbentuk huruf U selebar jengkal telapak tangan orang dewasa yang berkarat. Menurut dia, alat kesehatan yang tidak steril tersebut dapat mengakibatkan pasien menderita tetanus dalam jangka pendek dan menderita infeksi yang dapat mengakibatkan infeksi otak.
"Jangka pendeknya ini (alat aborsi berkarat) bisa jadi sarang kuman. Walau pun sudah dibersihkan, kuman bisa bersembunyi di lubang-lubang karat dan tetanus. Jangka panjangnya kalau masuk ke pembuluh darah, bisa terjadi sepsis dan sampai ke otak," jelas Wiji.
Kini 9 tersangka dijerat pasal berlapis, yaitu 75 juncto Pasal 194 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Pasal 73, 77, 78. Kemudian dijerat pelanggaran UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Pasal 64 juncto Pasal 83 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Lalu Pasal 299, 346, 348, dan 349 KUHP. Terakhir Pasal 55, 56 KUHP ancaman kurungan maksimal 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.
5 Dokter Jadi Target
Polisi berkomitmen memberantas praktik aborsi ilegal di kawasan Jakarta. Khususnya di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat yang sudah melegenda sebagai tempat pengguguran paksa janin.
AKB Adi Vivid mengaku sudah memetakan klinik yang diduga melakukan praktik melawan hukum dan etika kedokteran.
Polisi pun menggandeng Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Polisi mendapatkan data klinik dan dokter yang tak memiliki izin resmi praktik atau izinnya sudah kedaluwarsa dari dinkes.
"Di luar ini (Klinik Aborsi dr Suripno dan dr Ihsan Oetomo Sp.OG), masih banyak klinik-klinik lainnya yang datanya sudah kami pegang dan kami sudah komunikasi dengan Ibu Tienke (Kabid Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dinkes Pemprov DKI Jakarta)," jelas Adi.
Pantauan Liputan6.com di lokasi, seorang petugas Sudin Kesehatan memberikan selembar kertas HVS putih yang dipenuhi tulisan tangan klinik-klinik mana saja yang diduga melakukan praktik aborsi kepada Tienke.
Pada kertas itu tertulis nama 5 dokter yang menjadi target bidik polisi dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta terkait izin praktik dan kegiatan ilegalnya.
"Ini yang kami duga ada praktek aborsi di sana dan bermasalah perizinannya. Nama-nama dokternya jangan dimuat dulu yah," pinta Tienke.
Pengungkapan kasus ini menjadi perhatian Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama Pria yang karib disapa Ahok itu mendukung polisi menutup lokasi praktik ‎medis ilegal itu. ‎"Saya nggak tahu, tutup saja. Izinnya nggak sesuai saya baca tadi (di berita), kantor pengacara katanya," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta.
Ahok mengakui, kasus pidana itu sudah tepat ditangani oleh aparat kepolisian. Kendati begitu, mantan Bupati Belitung Timur tersebut menganggap Satpol PP kecolongan karena tidak mengetahui adanya penyalahgunaan izin usaha di lokasi tersebut.
Ahok meminta anak buahnya lebih proaktif dalam menjalankan tugasnya. Dia meminta agar Satpol PP lebih peka menindak para pelanggar peraturan daerah (perda).
"Satpol PP harus aktif. Jangan Satpol PP cuma urusannya di rumah, datang ke tempat hiburan. Satpol PP kan memang polisinya Perda, itu saja," tandas ayah 3 anak itu.
Sementara pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Irwani mengungkapkan, kegiatan aborsi ilegal di Jalan Raden Saleh telah berlangsung selama puluhan tahun. Bahkan, kata Irwani, setiap calo aborsi diberi jatah 4 persen dari total biaya aborsi yang dibayar pasien.
"Ini praktik puluhan tahun, praktek Jalan Raden Saleh. Setiap calo yang membawa satu pasien dapat 4 persen," ujar Irwani.