Liputan6.com, Jakarta - Pagi itu suasana Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo yang terletak di Jalan Bendungan Hilir Nomor 17, Pejompongan, Jakarta Pusat, tampat seperti hari biasanya.
Lalu lalang perawat, dokter hingga pasien rawat jalan tampat menjadi pemandangan utama di RS yang berdiri di atas lahan se luas 42.586 meter persegi itu.
Namun, situasi berubah ketika jarum jam menunjuk angka pukul 13.00 WIB. RS yang diresmikan pada 1 Agustus 1957 itu mendadak ditutup untuk sementara.
Situasi mencekam itu, langsung mengundang sejumlah polisi. Puluhan awak media pun tumpah di gerbang utama rumah sakit tersebut. Terdengar kabar, bahwa ada 4 orang meninggal karena adanya ledakan dari salah satu alat kesehatan di rumah sakit itu.
Kabar pun langsung beredar. Guna meluruskan informasi, Kadispenal Laksamana Muda Muhammad Zainuddin, menuturkan beberapa jam sebelum kejadian itu, di Kamar Udara Bertekanan Tinggi (KUBT) sedang dilakukan terapi yang dimulai pada pukul 11.30 WIB dengan tekanan 2,4 atmosfir.
"Kemudian sekitar pukul 13.00 WIB, ketika tekanan baru mulai dikurangi menuju 1 atamosfir, pada pukul 13.10 WIB terlihat percikan api di dalam chamber," ucap Zainuddin saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (14/3/2016).
Dia menambahkan, mengetahui kondisi itu, operator dengan cepat membuka system fire, tapi api dalam chamber secara cepat langsung membesar dan tekanan dalam chamber naik dengan cepat. Akibatnya safety valve terbuka dan menimbulkan ledakan.
"Beberapa saat kemudian api mulai padam, tapi korban tidak dapat diselamatkan," ucap Zainuddin.
Selanjutnya, pihak rumah sakit mengevakuasi korban ke kamar jenazah RSAL Mintohardjo. Tak hanya itu, petugas yang berada di ruang itu juga turut dievakuasi.
"Pada pukul 14.00 WIB, korban dapat dievakuasi dan segera dibawa ke kamar jenazah RSAL Mintohardjo. Para petugas dan penunggu yang ada di KUBT langsung di evakuasi ke UGD RSAL Mintohardjo guna mendapat perawatan intensif akibat asap," jelas Zainuddin.
4 Korban yang saat ini teridentifikasi antara lain, Mantan Kadiv Humas Irjen Pol (Purn) Abu Bakar Nataprawira (65), Edi Suwardi Suryaningrat (67), dr Dimas Qadar Radityo (28) dan Ketua PGRI yang juga anggota DPD asal Jateng, Sulistiyo.
Advertisement
Tragedi Chamber
Zainuddin juga menjelaskan, kegunaan tabung chamber yang telah menewaskan 4 orang itu digunakan untuk pengobatan Hiperbarik Oksigen (HBO).
"Pengobatan Hiperbarik Oksigen pertama kalinya digunakan untuk penyakit dekompresi atau decompression sickness," ucap Zainuddin.
Menurut dia, penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang dialami oleh penyelam atau pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan udara atau naik ke permukaan secara mendadak.
Saat ini pemakaian HBO dengan chamber selain untuk penyakit dekompresi akibat penyelaman, juga bermanfaat bagi berbagai penyakit klinis lainnya.
"Selama ini memang (chamber) digunakan oleh penyelam-penyelam TNI AL," ujar Zainuddin.
Chamber sendiri berfungsi untuk menetralisir oksigen dalam tubuh usai menyelam atau kecelakaan saat menyelam. Alat yang pada tahun 2012 lalu seharga sekitar Rp 3 miliar itu jarang dimiliki instansi lain selain TNI AL.
Alat khusus milik TNI AL sendiri itu saat ini hanya ada di RSAL Mintohardjo, Jakarta, dan di RSAL di Surabaya, Jawa Timur.
Alat ini bekerja dengan cara memasok oksigen ke dalam tubuh. Sehingga oksigen dalam tubuh kembali normal jika mengalami kecelakaan saat menyelam pada kedalaman tertentu.
Pada kecelakaan saat penyelaman, biasanya akan terjadi kekurangan tekanan udara dalam tubuh akibat terbentuknya gelembung gas nitrogen di paru-paru, aliran darah, dan jaringan lainnya. Kondisi ini umumnya terjadi saat penyelam naik ke permukaan air.
Sistem kerjanya dilakukan melalui proses pemberian oksigen 100 persen kepada pasien di dalam ruangan (hyperbaric chamber) dengan tekanan udara tertentu.
Selain untuk kecelakaan, alat ini juga bisa menyembuhkan berbagai penyakit seperti penyakit kulit, otot, tulang, atau untuk kebugaran.
Di Jakarta, banyak warga yang memanfaatkan alat ini. RSAL Mintoharjo Jakarta, misalnya, rata-rata setiap hari 20 orang berkunjung untuk menjalani terapi oksigen tersebut.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan yang langsung menuju tempat kejadian menjelaskan, bahwa alat itu memang sering digunakan olh masyarakat sipil.
"Nama treatment-nya saya lupa, itu bukan sakit. Jadi itu untuk kebugaran, biasa yang dipakai para penyelam, kalau penyelam itu masuk untuk menyesuaikan tekanan udara dari satu bar ke dua bar," kata Anies saat datang ke RSAL Mintohardjo, Jakarta, Senin (14/3/2016).
Sebenarnya, kata Anies, ruangan itu berisi oksigen murni untuk terapi. Anies menegaskan, yang terjadi di RUBT bukan kebakaran yang menimbulkan api. Namun keempat pasien yang menjadi korban itu terpanggang di suhu yang sangat tinggi.
"Jangan dibayangkan seperti kebakaran biasa. Yang terjadi adalah suhu yang sangat tinggi sekali, sampai kemudian mengakibatkan luka bakar," ujar dia.
Anies juga sempat bertemu dengan dokter di RS milik Angkatan Laut itu. Namun, dia tak merinci apa yang dibicarakan dengan dokter itu.
Ia pun tak bisa melihat kondisi jenazah karena sudah ditutup oleh pihak rumah sakit. "Pihak RS tidak ada yang bicara," ujar Anies.