Liputan6.com, Jakarta - Tak menghibur semata, tapi film juga merekam perjalanan bangsa. Sejak era revolusi fisik, pergantian rezim orde lama ke orde baru hingga dinamika masa reformasi.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (20/3/2016), semua sejarah itu terekam dalam gulungan pita seluloid. Pita yang bercerita tentang sejarah.
Baca Juga
Slamet Raharjo Djarot merupakan seorang ensiklopedi perfilman nasional. Kecintaannya terhadap film tidak diragukan lagi.Â
Advertisement
Baca Juga
Melawan jenuh film-film cepat saji yang beredar, film-film lawas membuktikan masih memiliki penggemar. Di jantung kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Kinosaurus memberi ruang tontonan alternatif di akhir pekan.
Bagi Ibu Taty Delma Juzar, film Darah dan Doa yang menjadi penanda babak baru film nasional adalah ajang nostalgia. Buat Fransis lain lagi, Gandrung akan film segala genre, film klasik Darah dan Doa punya sentuhan yang tidak dimiliki film yang banyak beredar saat ini.
Darah dan Doa atau The Long Marc adalah tonggak perfilman nasional. Itulah film pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia atau Perfini. Syuting pertama film itu adalah tanggal 30 Maret 1950, yang juga ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.
Memasuki abad ke-21, pita kimiawi berganti teknologi digital. Hanya saja, dokumentasi olah gerak dan suara bersejarah itu bernasib miris, terbengkalai dalam ruang dan waktu di sudut gedung tua Perum Produksi Film Negara (FPN).