Kontroversi Mahar Golkar Rp 1 Miliar

Sejumlah bakal calon ketum Golkar diwajibkan bayar mahar Rp 1 miliar. KPK melarang. Namun setoran jalan terus.

oleh Devira PrastiwiTaufiqurrohmanMuslim ARDelvira Hutabarat diperbarui 07 Mei 2016, 00:07 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2016, 00:07 WIB
20160502-golkar-munaslub golkar-JT
Sembilan Kandidat Bakal Calon (Balon) Ketua Umum DPP Partai Golkar berpose di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (2/5). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dengan didampingi penceramah kondang Nur Maulana, politikus Golkar Syahrul Yasin Limpo menyambangi Kantor DPP Golkar di Slipi, Jakarta Barat. Kedatangannya pada Rabu 4 Mei 2016 itu untuk mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum Partai Golkar dalam ajang Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

Partai berlambang pohon beringin itu memang akan menggelar Munaslub Golkar di Nusa Dua Bali. Pagelaran akbar yang diperkirakan menelan biaya Rp 67 miliar itu akan berlangsung selama 3 hari, 15-17 Mei 2016. Presiden Joko Widodo direncanakan hadir dalam acara itu.

Selain Syahrul Yasin, ada tujuh nama lain yang menyatakan siap bersaing memperebutkan jabatan ketua umum partai periode 2016-2021. Mereka pun telah menyerahkan berkas pendaftaran kepada Steering Committee (SC) Munaslub Partai Golkar.

Para petarung itu adalah Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Setya Novanto, Ade Komarudin, Syahrul Yasin Limpo, Airlangga Hartarto, Indra Bambang Utoyo, dan Priyo Budi Santoso.

Namun begitu, tak mudah untuk mencapai puncak beringin. Para petarung itu dihadapkan kebijakan partai. Mereka diwajibkan memiliki senjata berupa gepokan uang mahar sebesar Rp 1 miliar.

Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (ketiga kanan) memimpin rapat pengurus pleno di gedung DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (7/4/2016). Rapat tersebut merumuskan gelaran Munas Partai Golkar yang akan digelar di Bali. (Liputan6.com/Johan Tallo)

"Uang caketum ditetapkan Rp 1 miliar, uang saku daerah ditiadakan," kata Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie usai menutup rapat pleno DPP Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis 28 April 2016.

Keputusan itu memicu kontroversi berbagai pihak, termasuk dari bakal calon ketua umum. Mereka terbelah menyikapinya. Ada yang tak setuju dan banyak pula mengaku tidak masalah atas setoran tersebut.

Di antara mereka yang suara keras menentang mahar datang dari bakal calon Syahrul Yasin Limpo. Dia ngotot tak akan mengeluarkan sepeser pun untuk itu.

"Saya satu-satunya dari daerah, sepeser pun tak akan saya bayar," tegas dia saat mendaftar di ruangan Karya Bhakti II, Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu 4 Mei 2016.

Syahrul Yasin Limpo tetap tak mau membayar mahar Rp 1 miliar, karena ia mempertahankan idealismenya.

Kedatangan Syahrul diterima Ketua Komite Pemilihan Rambe Kamarul Zaman. Dia menerima berkas pendaftaran itu. "Semoga saya bisa tidur malam ini," ucap Rambe berkelakar.

Keengganan Syahrul menggelontorkan uang bukan lantaran tidak mampu. Dia mengaku sikapnya itu murni berdiri di atas idealisme partai. "Saya datang dengan idealisme. Kalau seperti itu (membayar mahar) Golkar akan jadi partai kecil," ketus dia.

Atas keputusannya itu, pria kelahiran 61 tahun lalu tersebut menyatakan siap terdiskualifikasi dari ring pertarungan. "Coret saja, biar ini jadi momentum sejarah bagi Golkar untuk membuktikan dirinya sebagai partai," seru dia seraya mengepalkan tangan kanan ke atas.

Langkah serupa juga ditempuh Indra Bambang Utoyo. Pria mantan Ketua Umum Angkatan Muda Pembaharu Indonesia (AMPI) ini menilai penetapan setoran Rp 1 miliar tersebut tak adil. Dia menyatakan tak masalah jika tidak lolos dalam penjaringan.

Dilema Mahar

20160504-Akom
Ketua DPR Ade Komarudin mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum Partai Golkar. (Liputan6.com/Muslim AR)

Keraguan setoran mahar tercermin dari sikap bakal calon Ade Komarudin. Pria yang juga menjabat Ketua DPR itu mengaku dilema apakah menuruti partai atau tidak. Sebab setoran itu dikhawatirkan akan menjeratnya ke dalam sel KPK.

KPK telah menegaskan bahwa penetapan Rp 1 miliar bagi calon ketua umum merupakan contoh politik uang secara nyata. Masih ada cara lain yang bisa digunakan para politikus untuk membesarkan partai tanpa mengucurkan dananya ke acara tersebut.

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6,com/Helmi Afandi)

"Itu politik uang yang nyata, mana ada di dunia, kalau mau jadi ketua partai harus nyumbang Rp 1 miliar. Yang seharusnya disumbang para calon itu adalah ide-ide brilian untuk perbaikan Golkar, bukan uang yang Rp 1 miliar per calon." ujar Wakil KPK Laode Syarif saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa 3 Mei 2016.

KPK mengingatkan ketentuan tentang gratifikasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12b. Di situ diatur bahwa pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara tidak boleh menerima hadiah.

'Fatwa' keluar setelah Wakil Ketua Komite Etik Munaslub Golkar Lawrence Siburian menyambangi gedung KPK. Dia berdiskusi dengan pimpinan KPK selama kurang lebih 2 jam.

"Kalau kata KPK Rp 1 miliar itu tidak boleh, karena calon yang akan dipilih itu kan penyelenggara negara. Jadi yang memberi dan menerima itu bisa saja pejabat atau penyelenggara negara," ujar Lawrence di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/5/2016).

Dalam ajang ini, banyak penyelenggara negara maju sebagai calon ketua umum. Mereka kebanyakan berasal dari anggota dan ketua DPR dari Partai Golkar.

Atas titah KPK itu, Partai Golkar tetap ngotot bahwa setoran bakal caketum akan jalan terus. Partai menilai hal itu sudah diatur dalam Pasal 34 UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik.

"Undang-undang itu mengatur bahwa keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan keuangan dari APBN/APBD," ucap Sekretaris SC Agun Gunanjar Sudarsa di Kantor DPP Glokar, Jakarta, Kamis 5 Mei 2016.

Steering Comittee Munaslub Partai Golkar

Agun menjelaskan, sumbangan yang dimaksud berasal dari perseorangan atau anggota partai politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD/ART. Kedua, perseorangan bukan anggota partai, paling banyak Rp 1 miliar.

"Lalu yang ketiga, perusahaan dan atau badan usaha paling banyak Rp 7,5 miliar per perusahaan atau badan usaha dalam waktu satu tahun anggaran," kata Agun.

Konteks setoran dari bakal calon munaslub, kata dia, dikategorikan sebagai sumbangan sebagai kader atau anggota partai politik terhadap keberlangsungan acara partai.

"Munaslub membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena itu, inilah guna dari sumbangan para caketum," ujar dia.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla pun angkat bicara. Dia menegaskan tak ada mahar dalam munaslub tersebut. Uang itu dianggap sebagai sumbangan demi terwujudnya acara.

"Enggak ada mahar, yang ada sumbangan masing-masing (bakal caketum Golkar) untuk penyelenggaraan," tutur Jusuf Kalla di Bali, Jumat (6/5/2016).

JK, begitu ia biasa disapa menuturkan tidak ada aturan baku yang mengharuskan tiap kandidat membayar Rp 1 miliar. Besaran sumbangan tiap orang berbeda-beda, sesuai kemampuan finansialnya.

"Namanya sumbangan kan sesuka hati. Tidak ada paksa-paksa," ujar JK.

Menuju Puncak Beringin

Nurdin Halid
Nurdin Halid (Istimewa)

Ketua Panitia atau Steering Committee (SC) Nurdin Halid membeberkan tahapan Munaslub. Langkah pertama dimulai pada 3-4 Mei 2016. Hari itu, Partai Golkar menerima pendaftaran bakal calon ketua umum.

Selanjutnya, pada 5 Mei, panitia memverifikasi berkas calon ketua umum dan diumumkan pada rapat pleno hari ini. Hasilnya memutuskan enam bakal caketum lolos tahap administrasi dan sah menjadi caketum Golkar.

"Enam Caketum sudah lolos sehingga dapat mengikuti tahapan selanjutnya," ujar Ketua SC Nurdin Halid di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (6/5/2016).

Keenam caketum tersebut adalah Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Setya Novanto, Ade Komarudin, Airlangga Hartarto, dan Priyo Budi Santoso.

Mereka sudah melengkapi seluruh persyaratan administrasi termasuk mahar Rp 1 miliar. Khusus untuk Priyo Budi, dia menyumbang lebih dari Rp 1 miliar, yaitu US$ 100 ribu.

"Hal ini membuktikan bahwa uang tersebut adalah sumbangan kader," ujar Nurdin.

SK penetapan keenam caketum akan terbit pada Sabtu 7 Mei 2016 pukul 15.00 WIB di Gedung DPP Partai Golkar.

Ketua Umum Dekopin, Nurdin Halid saat memberikan sambutan pembuka diskusi Menata Sistem Perekonomian Nasional berdasarkan Pasal 33 UUD NKRI tahun 1945 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (26/11/2015). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pada tanggal yang sama, para kandidat akan mengambil nomor undian. Selanjutnya, 8 Mei malam, kampanye zona 1 wilayah Sumatera di Medan, Sumatera Utara. Selang dua hari, mereka akan berada di Surabaya berkampanye di zona 2 yang meliputi DPD Partai Golkar wilayah Jawa dan Kalimantan.

"Zona 2, tanggal 10 (Mei) malam di Surabaya," kata dia.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan debat kandidat yang akan ditayangkan di stasiun televisi keesokan harinya. Nurdin memastikan bakal menanggung biaya transportasi dan akomodasi awak media untuk meliput di Surabaya.

Terakhir, 12 Mei para kandidat bakal kampanye di zona 3 yang meliputi wilayah Indonesia timur di Bali. "Tanggal 11 debat TV di Surabaya. Zona 3, tanggal 12 di Bali," ujar Nurdin.

Berikutnya pada 13 Mei, para peserta Munaslub bakal datang ke Bali. Panitia menyiapkan gala dinner dengan para kandidat. "Check in di Bali 13 Mei malam, dinner, 14 pra munas," ujar dia.

Terakhir, mantan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu mengatakan, pada 15 Mei Presiden Joko Widodo atau Jokowi dijadwalkan membuka Munaslub Golkar pukul 10.00 Wita di Nusa Dua, Bali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya