Liputan6.com, Jakarta - Kemarahan itu akhirnya pecah setelah Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengungkap nama-nama rumah sakit yang menerima vaksin palsu. Ada 14 rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang disebut telah menerima vaksin palsu.
"Pengungkapan 14 fasyankes ini sudah disepakati dengan Bareskrim Polri," ungkap Nila Moeloek di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis 14 Juli 2016.
Rumah sakit itu adalah DR Sander, RS Bhakti Husada, RSIA Puspa Husada, RS Karya Medika, RS Kartika Husada, RS Sayang Bunda, RS Multazam, RS Permata, RSIA Gizar, RS Hosana, RS Elizabeth, dan RS Hosana yang semuanya berada di Bekasi, Jawa Barat. Ada juga di RS Sentral Medika (Gombong) dan RS Harapan Bunda (Jakarta Timur),
Advertisement
Dalam daftar itu, diketahui mayoritas vaksin palsu tersebar di Jabodetabek, khususnya Bekasi. Dia juga memaparkan modus operandi penyebaran vaksin palsu dan sales penjualnya di tiap rumah sakit (RS) berbeda-beda.
"Hampir seluruh RS oleh Juanda (CV Azka Medika), sedangkan untuk RS Harapan Bunda Jaktim, sales oleh M Syahrul," ujar Nila.
"Modus operandinya, ke seluruh RS tersangka mengajukan penawaran harga vaksin via email terhadap pihak RS dan disetujui oleh Direktur RS," imbuh dia.
Sementara di RS Permata Bekasi, kata Nila, modus operandinya adalah tersangka mengajukan proposal penawaran harga vaksin melalui CV Azka Medical. Dari bagian pengadaan mengajukan permohonan pengadaan kepada manajer purchasing yang kemudian dimintakan persetujuan kepada Direktur RS sebelum dilakukan pemesanan obat atau vaksin.
"Di RS Harapan Bunda Jaktim, modus operandinya adalah tersangka menawarkan vaksin lewat perawat atas nama Irna (telah ditahan sebagai penyedia botol vaksin). Kemudian Irna meminta tanda tangan dokter dan dimasukkan sebagai persediaan RS," pungkas Nila Moeloek.
Amuk di RS Harapan Bunda
Keterangan itu sontak menggegerkan keluarga pasien yang pernah berobat di rumah sakit tersebut. RS Harapan Bunda yang berada di Jalan Raya Bogor, Ciracas, Jakarta Timur langsung diserbu puluhan keluarga pasien pada Kamis malam.
Satu per satu pasien mendatangi RS Harapan Bunda sejak pukul 17.30 WIB. Kedatangan keluarga pasien semakin banyak selepas Maghrib atau sekitar pukul 18.30 WIB. Mereka ramai-ramai ingin mengonfirmasi kebenaran berita tentang penggunaan vaksin palsu di RS tersebut.
Suasana sempat memanas saat salah seorang keluarga pasien mencoba merangsek masuk ke dalam ruang Hospital Service Controller (HSC). Upaya itu pun langsung dihalau petugas keamanan rumah sakit. Akibatnya, adu mulut dan aksi saling dorong tak terhindarkan.
Peristiwa itu bahkan turut memprovokasi keluarga pasien lainnya yang telah lama mengantre. Mereka berteriak kesal lantaran tidak bisa bertemu langsung pihak manajemen rumah sakit.
"Kami tidak akan pulang sampai besok sekalipun sampai ada kejelasan dari pihak rumah sakit," ucap salah satu orangtua pasien sambil berteriak, Kamis malam.
Sementara, orangtua pasien lainnya mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan rumah sakit atas kabar penggunaan vaksin palsu.
"Kami datang ke sini itu tujuannya untuk melindungi anak kami. Ini apa, malah menjerumuskan anak namanya," ucap pria lain.
Setelah beberapa saat reda, suasana kembali memanas. Kondisi ini dipicu saat salah satu keluarga pasien diusir oleh petugas yang berjaga. Namun kondisi ini bisa cepat diredam oleh petugas kepolisian dan TNI yang ikut membantu menjaga keamanan rumah sakit.
Keramaian pun berlanjut sampai Jumat pagi keesokan harinya. Suasana Jumat pagi di RS Harapan Bunda tampak dipadati orangtua yang anaknya menjadi korban vaksin palsu. Mereka diarahkan untuk mendata identitas diri di sebuah ruangan berukuran 3x3 meter tidak jauh dari pintu masuk utama rumah sakit.
Para orangtua tersebut tampak geram dengan langkah rumah sakit yang dinilai lamban dalam merespons keluhan mereka. Keluarga pasien meminta pihak manajemen rumah sakit memberikan penjelasan kepada mereka dan bukan hanya didata.
Beberapa kali salah seorang petugas rumah sakit meminta pengertian pasien agar bersabar dan mau didata. "Kita minta pengertiannya, kita minta didata dulu," kata Kepala Humas RS Harapan Bunda Kramatjati, Mirna Restyawati.
"Kita korban, Ibu harus ngertiin kita, jangan Ibu saja yang minta ngertiin," ujar seorang Bapak dengan nada tinggi.
Tak puas dengan jawaban petugas rumah sakit, sejumlah warga pun mengamuk. "Kalau lima menit direktur tidak mau turun, kita naik ke lantai empat," teriak salah satu orangtua korban vaksin palsu di RS Harapan Bunda, Jumat pagi.
Bukan tanpa alasan, sejumlah orangtua balita mulai kesal dan tak sabar karena sejak pagi mereka mendatangi rumah sakit, belum ada pernyataan resmi dari rumah sakit.
"Didata-didata terus. Ke depannya anak kami mau diapain? Ini menyangkut masa depan anak kami," tukas Hari Mulyadi (34) yang juga salah satu orangtua korban vaksin palsu.
Di ruang tersebut, seorang pria bahkan menggebrak meja mengungkapkan kekesalannya. Di antara mereka juga ada yang memukul satpam karena dianggap provokator. Satpam tersebut juga teriak-teriak menenangkan warga.
"Bapak jangan menghalangi kami. Ini urusan serius," kata seorang warga.
Bahkan, beberapa orangtua meminta pihak rumah sakit menutup sementara pelayanan umum lainnya dan memprioritaskan masalah penanganan vaksin palsu itu.
"Bapak security tutup dulu itu sementara layanan umumnya," kembali teriakan salah satu warga menambah panas suasana RS.
Seorang perempuan yang nampak sebagai pegawai rumah sakit bahkan sempat digiring puluhan warga untuk memanggil pihak humas. "Kita sudah menunggu dari pagi. Kita ada kerjaan juga," suara warga kembali meninggi.
"Sekarang enggak apa-apa tapi dua tiga tahun lagi bagaimana," lanjut warga lainnya.
Pantauan Liputan6.com, petugas keamanan rumah sakit terlihat cukup kewalahan. Belum lagi jumlah warga yang terus bertambah. Sementara petugas polisi dan TNI terlihat ikut melakukan pengamanan.
Akhirnya Manajemen Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda bicara. Pihaknya mengaku kecolongan atas penggunaan vaksin palsu dan berjanji akan bertanggung jawab atas hal tersebut.
"Dalam hal ini RS Harapan Bunda juga merasa kecolongan, kok bisa sampai seperti ini. Kita juga rasanya mau marah dan kecewa juga terhadap oknum pelaku ini," kata Direktur RS Harapan Bunda dr Finna, di RS Harapan Bunda, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Menurut dia, pihak RS akan menggratiskan biaya vaksinasi ulang setiap bayi yang terbukti menerima vaksin palsu. Hal tersebut juga dicantumkannya dalam surat pernyataan yang ditujukan untuk keluarga pasien yang diduga mendapat vaksin palsu.
Dia juga menginformasikan RS Harapan Bunda akan membuka posko di halaman depan. Para orangtua dapat mendapatkan informasi soal vaksin palsu.
Advertisement
Janji yang Tak Menutup Kecewa
Pihak RS Harapan Bunda memang memenuhi janjinya untuk membuat posko berupa sebuah panggung yang dimaksudkan sebagai pusat informasi di areal parkir RS tersebut. Saat berbicara di hadapan keluarga pasien, manajemen RS Harapan Bunda mengaku kecolongan atas peredaran vaksin palsu. Mereka juga mengklaim telah menjadi korban atas kejahatan tersebut.
Pihak RS mengatakan seorang dokter berinisial I dan perawat berinisial I lah yang menjadi biang keladi masuknya vaksin palsu ke rumah sakit tersebut.
"Saya terus terang prihatin atas kejadian adanya indikasi vaksin palsu di RS Harapan Bunda. Kami juga korban atas kejadian ini," kata Ketua Komite Dokter RS Harapan Bunda Dokter Setno Hanggoro.
Mendengar jawaban itu, sejumlah orangtua tak puas. Mereka menganggap pihak rumah sakit terlihat melemparkan tanggung jawab atas beredarnya vaksin palsu di RS Harapan Bunda.
"Kami yang korban, bukan Anda! Anda hanya menikmati uangnya saja," teriak salah satu orangtua korban.
Mendengar hal itu, Setno menjamin RS Harapan Bunda selalu dan akan membeli vaksin dari distributor resmi. Namun, dia mengakui pada Maret-Juni, terjadi kekosongan ketersediaan vaksin. Kekosongan pada periode inilah yang dimanfaatkan oleh pegawai yang tidak bertanggung jawab.
"Ada juga oknum RS, dalam hal ini perawat yang menawarkan vaksin itu ke dokter anak yang praktik di sini. Pihak rumah sakit tidak tahu," jelas Setno.
Dia pun menjamin anak mendapat vaksin asli di luar periode Maret-Juni 2016. Lagi-lagi, jawaban itu membuat orangtua korban memanas. Orangtua korban tidak percaya vaksin di luar periode Maret-Juni asli.
"Bohong itu. Enggak mungkin hanya dari bulan Maret!" teriak orangtua pasien lainnya.
Proses mediasi antara rumah sakit dan warga terus diwarnai teriakan orangtua yang tidak puas dengan keterangan dari perwakilan RS. Para orangtua pasien menuntut jaminan dari rumah sakit terhadap keselamatan anak mereka yang pernah divaksin di rumah sakit tersebut.
Sementara itu, dr Harmon Mawardi yang mendampingi dr Setno mengklaim, tidak ada efek samping akibat vaksin palsu.
"Saya jamin enggak ada efek sampingnya. Kalau ada gangguan kesehatan itu cuma karena alergi saja," ungkap Harmon.
Jawaban itu kembali menyulut amarah orangtua korban. Mereka kembali menuntut jaminan mengenai keselamatan sang anak yang pernah divaksin di RS Harapan Bunda.
"Apa jaminannya? Siapa yang bisa menjamin keselamatan anak saya untuk ke depannya?" orangtua korban lainnya menimpali.
Kurang lebih 30 menit keduanya memberi penjelasan kepada para orangtua korban. Tak jarang saat berbicara, pernyataan keduanya disanggah warga yang tidak terima.
Situasi tanya jawab semakin memanas. Namun, tiba-tiba panggung yang digunakan para komite rumah sakit untuk memberi penjelasan, roboh dan terbelah dua.
Sontak kejadian itu semakin membuat riuh suasana. Sumpah serapah pun bersahut-sahutan.
"Rasain. Kualat itu. Kebanyakan makan duit begituan," teriak warga.
Dokter Harmon dan sejumlah pegawai akhirnya meninggalkan panggung, dikawal petugas keamanan rumah sakit dan kepolisian.
Sejumlah warga mengejarnya, namun tidak berhasil setelah petugas mengamankan dokter Harmon ke sebuah bangunan yang belum rampung dibangun di kawasan itu.
Yang jelas, pihak RS Harapan Bunda sudah menyampaikan untuk bertanggung jawab atas masalah ini yang dituangkan dalam 4 pernyataan.
Poin pertama isi pernyataan rumah sakit itu adalah, RS Harapan Bunda menjamin pasien yang divaksin di luar periode Maret sampai Juni 2016, dan membayar vaksin langsung ke kasir, bukan ke dokter atau perawat asisten dokter secara pribadi, artinya menerima vaksin asli.
"Kedua, dokter Harapan Bunda akan melakukan memeriksa ulang pasien yang diindikasi mendapat vaksin palsu. Apakah perlu divaksin ulang atau tidak, tergantung pemeriksaan dokter," tutur Setno di kawasan parkir RS Harapan Bunda, Kramatjati, Jakarta Timur, Jumat (15/7/2016).
Poin ketiga, bila pasien RS Harapan Bunda yang diindikasi mendapat vaksin palsu melakukan vaksin ulang di luar RS Harapan Bunda, mereka dapat mengajukan reimbursement ke RS Harapan Bunda dengan menunjukkan kuitansi.
"Pelayanan reimbursement dilakukan di hari kerja pada pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB," imbuh dia.
Poin keempat, RS Harapan Bunda juga menjanjikan pendirian posko bagi warga untuk masalah itu.
5 Tahun Gunakan Vaksin Palsu
Tak hanya di Jakarta, warga juga mendatangi RS Karya Medika 2 di Jalan Sultan Hassanudin, Tambun, Kabupaten Bekasi. Mayoritas ibu-ibu yang datang dengan wajah kecewa itu meminta penjelasan pihak manajemen rumah sakit, terkait vaksin yang dibeli melalui CV Azka Medika, yang belakangan diketahui sebagai sindikat pemalsu vaksin dan bukan merupakan distributor vaksin resmi.
"Kita kecewa karena vaksin yang kita beli tidak melalui SOP yang benar. Sebab yang seharusnya menerima vaksin yang asli jadi enggak ada, terus anak saya sering kena virus gitu deh, bakteri, saya datang ke sini mau minta konfirmasi saja, apakah saya harus vaksin ulang atau bagaimana," ujar Riri, keluarga pasien RS Karya Medika 2.
Senada dengn Riri, seorang ibu bernama Nasarico mengaku khawatir terkait peredaran vaksin palsu di RS Karya Medika. Dia mulai memberikan vaksin kepada anaknya sejak tahun 2012. Dalam setiap pemberian vaksin, dia merogoh kocek hingga Rp 450 ribu.
"Mereka (rumah sakit) namanya mau ambil untung pribadi dengan mengorbankan nyawa anak-anak kita. Ini kan kita dibohongi," ujar Nasarico dengan nada kesal sembari membawa kuitansi pembelian vaksin palsu.
Direktur Utama Karya Medika Dominggus Efruan mengaku tidak mengetahui vaksin yang dijualnya adalah palsu. Bahkan, pembelian vaksin dari CV Azka Medika telah melalui SOP yang benar.
"Kita punya SOP dan itu sudah kami terapkan. Ada bagian pengadaan dan melalui pengecekan dan gudang penyimpanan," terang Dominggus.
Ia pun mengakui jika vaksin yang dibeli oleh CV Azka Medika hanya sebagian kecil, dari beberapa vaksin yang diperoleh dari RS ibu dan anak tersebut.
"Adapun vaksin yang kami peroleh adalah engerix B adult, engerix B pediatal. Serta vaksin anti tetanus serum (ats), anti difteri serum (ads) dan anti bisa ular (abu), serta purified protein derivative (PPD). Vaksin ini kami gunakan pada saat distributor utama kita lagi kosong, dan kita harus mengupayakan," ucap Dominggus.
Bahkan, berdasarkan hasil penelusuran, rumah sakit yang dikelolanya sudah lima tahun menggunakan vaksin palsu. "Kita memakai vaksin dari distributor CV Azka Medika sejak 2011, bulan November," kata Dominggus.
Dia juga menyebutkan alasan menggunakan vaksin tersebut. "Pelayanannya lebih cepat dan harganya lebih murah," kata Dominggus.
Pelayanan cepat dimaksud Dominggus adalah tidak adanya prosedur berbelit dalam pemesanan dan pemenuhan stok vaksin. Cukup melalui telepon dan email, pihak rumah sakit sudah bisa menerima vaksin dalam beberapa jam.
"Selain juga kebutuhan vaksin di rumah sakit terus meningkat," jelas dia.
Dia percaya CV Azka Medika menjual vaksin layak digunakan. Sebab label yang digunakan dalam kemasan vaksin palsu tampak tidak berbeda dengan yang aslinya. Mulai dari warna, label BPOM dan halal tercantum di kemasannya.
Seorang keluarga korban vaksin palsu, Nasrico, menyesalkan sikap rumah sakit yang dengan mudahnya membeli vaksin dari distributor ilegal. Terlebih rumah sakit tidak melakukan kroscek terhadap perusahaan tersebut.
"Hanya karena lebih murah? Jangan disamain sama toko roti dong, kalau enggak ada di toko ini, dia ambil ke toko lain," ujar Nasrico.
Sementara itu, pihak RS Elisabeth di Jalan Raya Narogong KM 2, Rawalumbu, Kabupaten Bekasi yang juga terindikasi menggunakan vaksin palsu, melakukan pertemuan tertutup dengan keluarga korban penerima vaksin palsu. Pihak rumah sakit berjanji akan bertanggung jawab soal adanya vaksin palsu tersebut.
Namun, pihak RS Elisabeth belum merinci bentuk pertanggungjawaban apa yang akan diberikan kepada para korban, apakah akan memvaksin ulang atau upaya penyelesaian lainnya. Sebab, pihak manajemen sedang berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam menentukan langkah selanjutnya.
"Sebagaimana informasi yang saya dapatkan dari manajemen, kami akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap peredaran vaksin palsu di rumah sakit ini," ujar Winan, petugas Layanan Konsumen RS Elisabeth mewakili manajemen.
Berbeda dengan RS Karya Medika, RS Elisabeth menggunakan vaksin distriusi CV Azka Medika sejak November 2015 hingga Juni 2016. Namun, ia belum mengetahui jumlah pasien yang pernah divaksin dalam rentang waktu tersebut.
Sementara itu, manajemen Rumah Sakit Permata Bekasi, Mustikajaya belum bisa memberikan penjelasan terkait penggunakan vaksin palsu di rumah sakit tersebut.
"Kita datang ke sini mau tanya, apakah anak saya kena vaksin palsu apa enggak. Datang di sini sejak pagi, tapi belum ada jawaban yang jelas. Jangan cari untung doang dong," kesal Wabiliya, orangtua yang putranya divaksin 9 bulan lalu, saat ditemui di lobi RS Permata Bekasi.
Memang tak semua lokasi itu menggunakan vaksin palsu atas persetujuan pimpinan RS. Namun tetap saja aneh jika vaksin palsu bisa beredar bebas di kalangan pasien, perawat dan dokter di kawasan rumah sakit tanpa sepengetahuan pimpinan.
Karena itu, penting agar kasus ini diusut hingga tuntas agar diketahui apakah rumah sakit yang disebutkan Menkes itu masih menjadikan kesehatan pasien sebagai tujuan utama. Atau, mereka sudah menjadikan uang di atas segala-galanya.
Advertisement