Jaksa: Pimpinan DPRD DKI Minta Rp 50 M ke Bos Agung Sedayu

Duit itu diminta terkait dengan percepatan pengesahan Rancangan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

oleh Oscar Ferri diperbarui 03 Agu 2016, 16:43 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2016, 16:43 WIB
20160417-Penampakan Terkini Bentuk Pulau G Hasil Reklamasi Teluk Jakarta
Mesin penimbun tampak kokoh berdiri di atas hamparan pasir berada di Teluk Jakarta, Muara Angke, (17/4). Lokasi yang dulunya mejadi tempat nelayan mencari ikan berubah menjadi dataran dari proyek Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa mengungkap Pimpinan DPRD DKI meminta Rp 50 miliar kepada Chairman Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.

Hal tersebut disampaikan jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono, dalam sidang Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, di Pengadilan Tipikor.

Duit itu diminta terkait dengan percepatan pengesahan Rancangan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

"Untuk percepatan agar menyiapkan Rp 50 miliar. Aguan menyanggupi untuk anggota DPRD, lalu Aguan bersalaman dengan semua yang hadir," ujar jaksa Ali Fikri saat membacakan BAP Budi Nurwono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Budi juga mengatakan ada pertemuan di kediaman Aguan di kawasan Pantai Indah Kapu, Jakarta Utara, pada Januari 2016. Pertemuan tersebut dihadiri Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja; anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi; dan sejumlah anggota DPRD lain.

Salah satu pembahasan dalam pertemuan itu, yakni soal percepatan pengesahan RTRKSP melalui rapat paripurna DPRD DKI. Namun,‎ Budi tidak mengenali orang yang meminta langsung Rp 50 miliar kepada Aguan.

Kata Budi, lanjut Jaksa, ‎kemungkinan permintaan uang itu berasal dari anggota DPRD DKI. Sebab, yang hadir saat itu hanya anggota DPRD dan pihak pengembang.

"Sudah dikasih atau belum, saya tidak tahu," kata Ali saat membacakan BAP Budi.

Ubah Keterangan

Budi Nurwono sendiri sudah tiga kali urung hadir ke persidangan terdakwa Ariesman dan asistennya, Trinanda Prihantoro. Padahal, jaksa sudah memanggilnya sebanyak tiga kali untuk bersaksi di persidangan. Alasan yang disampaikan pihak Budi, yang bersangkutan tengah berada di Singapura untuk berobat.

Namun, Budi sudah mencabut keterangan dalam BAP itu. Bantahan tersebut dilakukan melalui surat pencabutan keterangan. Surat itu pun kemudian dibacakan jaksa.

Budi justru mengubah keterangannya dan mengaku tidak pernah mengikuti pertemuan di Pantai Indah Kapuk. Dia juga tidak mengetahui adanya permintaan uang.

"Saya tidak mau fitnah dan merusak citra orang lain. Saya sedang sakit dan saya takut menimbulkan dosa," kata jaksa membacakan surat pencabutan keterangan Budi yang dikirim ke KPK.

Jaksa mendakwa Presdir PT APL, Ariesman Widjaja menyuap Anggota DPRD DKI, M Sanusi sebesar Rp 2 miliar. Uang itu diberikan agar Sanusi mengakomodasi pasai-pasal yang tercantum dalam Raperda RTRKS Pantai Utara Jakarta sesuai keinginan Ariesman. Termasuk pasal soal tambahan kontribusi.

Terkait pasal tambahan kontribusi, awalnya Ariesman menginginkan agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat itu dihilangkan. Namun Sanusi tak bisa menyanggupi keinginan itu.

Ariesman kemudian menjanjikan Rp 2,5 miliar kepada Sanusi dengan tujuan agar tambahan kontribusi reklamasi Jakarta itu dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Sanusi pun setuju dan menerima uang 'sumpel' Rp 2 miliar dari Rp 2,5 miliar yang dijanjikan Ariesman.

Atas perbuatannya, Ariesman didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya