Kapolri: Teroris Lebih Berbahaya dari Separatis

Tito masih belum lupa bagaimana para teroris bersikukuh bahwa teror yang mereka lakukan adalah jalan ke surga.

oleh Muslim AR diperbarui 05 Agu 2016, 05:50 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2016, 05:50 WIB
20160804-Kapolri dan Din Syamsuddin Duduk Bareng Bahas Konflik di Indonesia-Jakarta
Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kiri) ketika memberikan paparan dalam Dialog Bersama Kapolri di Kantor CDCC, Jakarta, Kamis (4/8). Dialog tersebut membahas tentang konflik yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menganggap gerakan separatis di berbagai daerah di Indonesia tidak terlalu berbahaya, sebab para separatis bersenjata itu masih takut mati. Tito menilai lebih berbahaya para teroris yang tak takut lagi mati, mereka bahkan mencari kematian. Kalau perlu mereka mati kala diterjang peluru aparat.

"Kalau OPM itu masih takut mati, selama saya jadi Kapolda di sana (Papua), mereka yang ditangkap (separatis) masih takut mati. Kalau teroris ini malah berharap mati kalau ketemu kita," ujar Tito di acara dialog antar umat beragama di Kantor Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) di Jakarta Pusat, Kamis 4 Agustus 2016.

Para teroris ini, juga menginginkan kematian jika mereka tertangkap. Lebih baik jadi bangkai daripada mendekam di dalam jeruji besi. Tapi, sayangnya mereka ini menurut Tito tak mau bunuh diri sendiri, seperti gantung diri dan cara lainnya. Mereka ingin mati dengan korban-korban lainnya karena kematiannya.

"Kita pernah nangkap dua teroris yang bawa bom di ranselnya, saat ditangkap dan gagal meledakkan diri. Mereka ini menangis, sampai di markas kami tanyai, kenapa nangis? Mereka jawab kecewa dan kehilangan kesempatan ke surga, karena tak ditembak aparat dan bomnya gak meledak," kata Tito

Tak hanya itu, Tito masih belum lupa bagaimana para teroris bersikukuh bahwa teror yang mereka lakukan adalah jalan ke surga. Bahkan, mereka pernah mendebat Tito soal agama. Tapi, sayangnya Tito tak terpengaruh.

Ia  menceritakan hasil interogasi dengan jaringan dan para pelaku bom Kedutaan Besar Australia. Setelah interview dan berdebat, seorang teroris bertanya ke Tito akan mati nggak?. "Saya bilang pasti mati. Mana yang lebih penting mati suci atau berdosa? suci, saya jawab. Kata mereka kalau mau mati suci apakah menunggu waktu 80 tahun atau 20 tahun, it is a matter (penting) apa bukan? Saya jawab yang penting suci.  'Sama pak, kita mati nggak perlu nunggu 80 tahun, 20 tahun buat mati suci. Terus suci yang kamu maksud apa? mati syahid pak seperti itu. Menurut mereka bisa langsung mati syahid. Saya jawab: ngaco nih, saya gak ikutan. Lalu mereka ngeluarin ayat-ayat," kisah Tito.

Tito menjelaskan, para teroris ini memiliki dua cara untuk mati suci. Yang pertama dengan bom bunuh diri, lalu satunya lagi, dengan cara mengkonfrontir (melawan) petugas juga merupakan salah satu momentum untuk masuk surga.

"Ini yang membuat bingung petugas, bukan di Indonesia aja tapi, Amerika juga bingung. Pernah itu pas dikepung, mereka sudah diperingatkan untuk menyerahkan diri, tapi mereka diam saja. Saat petugas mendekat, mereka meledakkan diri. Banyak petugas yang jadi korban jadinya," beber dia.

Tito mengingatkan bahwa terorisme adalah musuh semua agama, mereka berubah jadi radikal setelah direcoki pemahaman yang salah dalam beragama.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya