Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi V DPR Agati Sulie Mahyudin meminta pemerintah pusat khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membantu penataan pemukiman kumuh kawasan Mendawai, Palangka Raya.
“Kalau berharap anggaran daerah tidak mungkin karena APBDnya kecil sekali. Karena itu kami berharap pemerintah pusat untuk membantu meningkatkan kualitas pemukiman daerah kumuh tersebut. Sekaligus dapat mengangkat mereka ke kehidupan yang lebih baik,” ujar Agati ketika bersama Tim Kunker Komisi V DPR mengunjungi kawasan Mendawai, Palangka Raya baru-baru ini.
Agati mengatakan, di kawasan Mendawai seperti danau cocoknya untuk pengembangan keramba. Namun ada sekitar 1.000 rumah sudah dibangun perumahan dengan berbagai fasilitas yang terbatas.
“Mereka sangat tidak layak untuk tinggal disana, selain bekas rawa juga tidak memenuhi kesehatan. Sementara jika dipindah sepertinya tidak mungkin sebab sudah tinggal turun temurun,” ungkap Agati.
Salah satu solusi adalah membantu mereka dengan merehab rumah dan memperbaiki infrastruktur serta membantu mereka dalam bidang perekonomian, kesehatan dan pendidikan. Ia menyambut baik di lokasi itu sudah ada PAUD, SD maupun SMP dengan harapan tidak ada lagi pemukiman kumuh. Tim Komisi V mengapresiasi pemerintah yang sudah melakukan peremajaan perumahan di lokasi ini.
Ketua Tim Lasarus saat peninjauan ke lokasi ini juga berharap agar rumah-rumah yang tidak layak huni dari keluarga tidak mampu agar dilaporkan ke Kemen PU-PR cq Direktur Rumah Swadaya Dirjen Penyediaan Perumahan disertai data-data yang jelas agar dibantu secara cuma-cuma.
Satu lagi yang diharapkan Agati Sulie, dari dulu masyarakat Kalteng kerjaannya berladang, nenek moyangnya berladang namun kini ada larangan membakar lahan.
Advertisement
“Saya setuju larangan membakar lahan, karena tanah gambut sehingga terbakar sedikit akan menyebar luas. Namun perlu ada solusi agar larangan bakar lahan, tetapi masyarakat tetap bisa berladang. Kalau bisa dibantu alat-alat berat untuk menebang dan membersihkan lahan ada esvakator tanpa membakar lahan. Dengan demikian mereka bisa berladang sekaligus mempertahankan kehidupan mereka,” pungkas Agati Sulie.
(*)