Liputan6.com, Jakarta - "Ini tanggal berapa? Tanggal 14 Februari 2017, saatnya kami bersuara,".
Kalimat itu diucapkan oleh Antasari Azhar seraya berjalan menuju Bareskrim Polri di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu kemudian bersalaman dengan Andi Syamsudin. Dia adalah adik mantan bos PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, korban pembunuhan yang menyeret Antasari sebagai pelakunya.
Advertisement
Andi menjelaskan, mereka datang untuk melaporkan, Elsa dan Jeffery Lumompow. Keduanya adalah saksi di persidangan pembunuhan berencana dengan terdakwa Antasari.
Saat bersaksi, mereka mengaku tahu pesan singkat (SMS) dari Antasari bernada ancaman ke telepon genggam Nasrudin.
"Saya dengan Pak Antasari datang akan melaporkan tentang SMS yang dianggap itu tidak pernah terkirim atau tidak ada SMS. Itu akan kami laporkan kepada Bareskrim," kata Andi.
Sebenarnya, pada 2011, Antasari sudah membuat laporan polisi terkait dugaan SMS gelap dan kesaksian palsu. Antasari mempermasalahkan bukti adanya SMS berisi ancaman yang tercantum dalam BAP kasus pembunuhan Nasrudin. Sebab, dia mengaku tidak pernah mengirimkan SMS tersebut ke Nasrudin.
Kuasa hukum Antasari Azhar, Bonyamin Saiman menilai, SMS gelap itu merupakan bukti penting yang membuat Antasari Azhar didakwa sebagai otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Berdasarkan SMS tersebut, penegak hukum menyimpulkan pembunuhan Nasrudin didasari oleh cinta segitiga. Atas kasus itu, Antasari divonis 18 tahun penjara.
Usai melaporkan kasusnya, Antasari Azhar kemudian membeberkan kasus yang diduga direkayasa itu.
"14 Februari 2017, inilah ending dari perjalanan panjang yang saya selama 8 tahun. 2 tahun di tahanan, 6 tahun di lembaga permasyarakatan, hari ini saya mendatangi Bareskrim dalam rangka melaporkan," ujar Antasari.
Antasari juga akan menyiapkan saksi yang dibutuhkan polisi dalam menyelidiki kasus ini. Asalkan, kasus yang dia laporkan itu segera ditindaklanjuti polisi.
"Tapi yang penting saya minta mereka tidak seperti laporan saya soal SMS di polda itu. Minta segera dan segara ditindaklanjuti," kata dia.
Antasari mengungkap, saat itu dia ditahan pada 4 Mei 2009. Namun, alat bukti yang digunakan untuk menahannya tidak ada.
"Pada saat itu, alat bukti saya apa? SMS? Sudah tahu kapan SMS itu dibikin? Dugaannya setelah saya ditahan," kata dia.
"Artinya tahan dulu, baru diberikan alat bukti. Untuk itulah saya laporkan, minta Bareskrim Polri, melakukan elaborasi ini semua. Mencari kebenarannya sesuai dengan prosedur, menangani perkara," lanjut Antasari.
SMS yang dimaksud Antasari adalah pesan gelap pada sekitar enam tahun lalu yakni pada 2011. SMS berisi ancaman kepada Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen itu berbunyi, 'maaf permasalahan ini hanya kita saja yang tahu. Kalau sampai terbongkar, Anda tahu konsekuensinya'.
Namun Antasari Azhar mengaku tak mengirimkan SMS apapun ke Nasrudin. Ia curiga ponselnya dikloning atau dibajak pihak tertentu.
Minta SBY Jujur
Dengan gamblang, Antasari Azhar menuding Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY berada di balik dugaan rekayasa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
"Perkaranya, dia minta Antasari segera diproses. Bisa saja perintah segera ini, dengan membuat SMS itu kan? Tapi bukan SBY yang buat SMS, bukan. Tapi inisiator untuk saya jadi dikriminalisasi itu, dari situ," kata Antasari Azhar.
Menurut dia, SBY yang memerintahkan pengusaha Hary Tanoesoedibjo, yang juga Ketua Umum Partai Perindo, menemuinya. Dia mengatakan, kedatangan pengusaha itu terkait dengan kasus korupsi yang menyeret nama besan SBY, Aulia Pohan.
"Beliau diutus oleh Cikeas," tukas Antasari.
"Saya pikir dia datang ingin menjelaskan IT KPU (Informasi Teknologi Komisi Pemilihan Umum). Kok tiba-tiba datang dia bilang bawa misi. Misi apa? Saya bilang, waktu itu saya sambil bercanda kok, maksud saya, 'misi kesenian?' (Hary Tanoe jawab) Enggak Pak, saya serius ini Pak. Saya datang bawa misi dari Cikeas, dia sebut nama, dia minta tak menahan Aulia Pohan," ucap Antasari.
Mendengar permintaan itu, Antasari menegaskan, penahanan Aulia Pohan sudah bagian dari prosedur atau SOP KPK. Antasari pun menceritakan, Hary Tanoe sempat kebingungan dan menyinggung keselamatannya.
"(Hary Tanoe bicara) waduh Pak, kalau saya tidak bisa menuhi target, saya pulang, saya ditunggu nih Pak untuk laporannya. Ya sudah laporkan saja sudah ketemu saya, saya sudah jelaskan seperti itu, mohon maaf tidak bisa memenuhi permintaannya, jawab seperti itu," cerita Antasari.
"Saya bisa ditendang Pak dari Cikeas. Itu urusan Anda," Antasari melanjutkan.
Tak lama, menurut Antasari, Harry Tanoe mengingatkan Antasari agar berhati-hati. "Tapi Bapak harus hati-hati," ungkap Antasari.
Mendengar ancaman tersebut, Antasari menegaskan dirinya sudah siap dengan konsekuensinya. "Saya bilang, saya memilih jabatan, profesi penegak hukum. Konsekuensi apa pun saya terima." ujar Antasari.
KPK di bawah pimpinan Antasari menetapkan mantan anggota Dewan Gubernur BI Aulia Tantowi Pohan sebagai tersangka, dalam kasus penyelewengan dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), pada Oktober 2008.
Besan SBY itu, divonis bersalah pada 2009 oleh Pengadilan Tipikor dengan hukuman 4,6 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, di tingkat kasasi, Aulia Pohan mendapatkan pengurangan hukuman dari Mahkamah Agung menjadi 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Antasari pun meminta agar SBY mengatakan yang sebenarnya ke publik mengenai apa yang ia lakukan terhadapnya.
"Saya diajari kejujuran oleh orang tua saya. Untuk itulah saya mohon, kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono jujur, beliau tahu perkara ini," ujar Antasari.
Antasari berharap SBY menyampaikan yang sebenarnya mengenai siapa pihak yang diperintahkan olehnya untuk mengkriminalisasi dirinya.
"Beliau jujur, beliau cerita, apa yang beliau dialami, apa yang beliau perbuat, beliau perintahkan siapa, untuk merekayasa dan mengkriminalisasi Antasari. Saya mohon pada hari ini kepada beliau," ucap Antasari Azhar.
Antasari mengaku siap dengan segala konsekuensi yang akan dia hadapi ketika mengungkap kasus yang membawanya ke penjara selama 8 tahun.
"Dan saya ngomong hari ini, saya bicara hari ini, saya mati, saya siap. Saya tidak peduli, ya, itu tolong dicatat. Tapi saya harus bicara ini. Kalau saya mati, ini jadi misteri kan. Ini saya bicara," tegas dia.
Advertisement
Seret Keluarga SBY
Antasari pun menyebut nama besan SBY yang lain, Hatta Rajasa. Mantan Ketua KPK itu menceritakan saat itu, SBY ingin berkomunikasi langsung dengan Antasari untuk membahas soal kasus Aulia Pohan. Namun, Antasari menolak lantaran KPK adalah lembaga independen. Sehingga janggal jika seorang komisioner bertemu Presiden. Hal itu pun dia sampaikan ke SBY.
"Saya katakan, Pak saya itu Ketua KPK, bapak Presiden. Pada saat itu, KPK ketemu dengan Presiden akan jadi fokus media karena KPK itu kan independen. Posisi saya sulit, karena jadi sorotan. Apalagi menjelang pilpres. 'Wah kalau gitu kita pakai mediator.' Hatta Rajasa," kata Antasari mengulang percakapannya dengan SBY.
Dua hari sebelum menahan Aulia Pohan, dia lalu menghubungi Hatta dan menyampaikan soal rencana penahanan tersebut. Namun, tidak ada respons darinya.
"Saya coba telepon, tidak diangkat Hatta. Saya kan pegang komitmen, enggak ada jawaban, berarti iya, saya tahan," ujar Antasari Azhar.
Tak hanya menyebut nama kedua besan SBY, Antasari juga menyeret putra bungsu Presiden ke 6 RI itu, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
Antasari menyebut, Ibas diduga terkait proyek pengadaan IT di KPU. "Saya dapat informasi yang mengadakan, salah satu pengadaan alat ini (IT KPU) adalah salah satu putra SBY Ibas," kata Antasari.
Antasari Azhar mengaku tidak mengetahui proses tender pengadaan IT KPU pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 lalu. Ia menjelaskan, pihaknya bahkan mengutus Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK Haryono Umar untuk mengumpulkan data.
Antasari Azhar mengatakan, hal itu dilakukan untuk mencari data awal guna mengevaluasi IT KPU sebelum dilakukannya penyelidikan. Haryono Umar, ia menambahkan, bahkan telah melakukan pemanggilan pihak terkait.
"Apakah alat dibelinya rusak. Dua, apakah alat yang dibeli sudah direkayasa. Jadi kasusnya masih penyelidikan," tegas Antasari Azhar.
Pembelaan SBY
SBY langsung bereaksi atas tudingan Antasari Azhar. Dengan nada tegas ia menolak mengintervensi kasus Antasari Azhar.
"Antasari Azhar menuduh saya sebagai inisiator dari kasus hukumnya, seolah-olah dia tidak bersalah dan menjadi korban. Dengan izin Allah, tuduhan itu sangat tidak benar, tuduhan itu tanpa dasar, tuduhan itu liar," kata SBY.
Ketua Umum Partai Demokrat ini menambahkan, tidak ada niat dan pikiran dalam dirinya mengintervensi kasus Antasari Azhar. Bahkan, ia mengaku, tidak ada tindakan yang mengarah ke intervensi.
"Untuk melakukan tindakan yang seolah-olah mengobarkan Antasari. Kejahatan Antasari Azhar tidak ada hubungannya dengan saya," tandas SBY.
Presiden ke 6 itu mengatakan tudingan ini bukan hanya soal kasus pembunuhan, tapi juga terkait erat dengan politik.
Dia mengaku kecewa dengan perpolitikan Tanah Air saat ini. Dia menilai permainan para aktor politik untuk menjatuhkannya dan anggota keluarganya sudah di luar nalar.
"I have to say, politik ini kasar, kurang berkeadaban, tidak masuk di akal saya. Nauzubillah," kata SBY.
SBY yakin ada kekuatan politik di balik pernyataan Antasari tersebut. Dia menduga Antasari mendapat restu atau dukungan dari kekuasaan.
"Saya punya keyakinan apa yang dilakukan saudara Antasari tidak mungkin tidak ada blessing atau restu dari kekuasaan," ujar SBY.
SBY kemudian mengkaitkan nyanyian Antasari ini dengan Pilkada DKI Jakarta. SBY mengaku prihatin melihat kebabasan demokrasi di Tanah Air yang semakin terancam. Dia merasakan hal itu sejak anak sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, mencalonkan Pilkada DKI 2017.
"Bukan main fitnah dan tekanan terhadap saya dan keluarga saya. Dalam hati apakah memang tidak boleh Agus menggunakan hak konstitusionalnya untuk ikut Pilkada DKI? Apakah seseorang harus dimenangkan dengan segala cara? Apakah harus dihancurkan dengan tidak demokratis," dia menanyakan.
Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo juga langsung menjawab tudingan Antasari Azhar. Bos MNC Groups itu menbantah tudingan yang dialamatkan kepada dirinya.
"Saya sudah mendapatkan kuasa dari Hary Tanoe, jawaban beliau itu (tudingan Antasari) tidak benar," kata Hotman Paris Hutapea.
Terkait dengan pernyataan Antasari yang menyebutkan bahwa Hary Tanoe sengaja mendatangi kediamannya untuk tidak menahan Aulia Pohan, serta mengaku utusan Cikeas, Hotman kembali membantah hal tersebut.
"Itu semua pernyataannya tidak benar. Menurut Hary Tanoe, Antasari mencari sensasi saja," ujar Hotman.
Terkait langkah hukum, Hotman mengaku pihakya belum terpikir untuk melakukan proses hukum.
"Belum ke arah sana," kata Hotman.
Advertisement
Kilas Balik Kasus Antasari Azhar
Sabtu, 14 Maret 2009. Siang itu, setelah bermain golf di Lapangan Golf Modernland, Tangerang, Banten, Nasruddin Zulkarnaen dengan mobilnya bermaksud hendak ke kantor. Jam ketika itu menunjukkan pukul 13.00 WIB.
Nasruddin duduk di kursi belakang, sebelah kiri. Setelah kurang lebih 5 menit keluar dari lokasi lapangan golf, saat melewati polisi tidur tiba-tiba mobil dipepet kendaraan bermotor dan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) itu ditembak dua kali di kepala. Dia pun meninggal di rumah sakit.
Tak lama bagi polisi, ketika itu, untuk membongkar pembunuhan ini. Hanya berselang satu setengah bulan dari terbunuhnya Nasruddin, polisi menangkap sembilan orang yang kemudian menjadi tersangka.
Yang mengejutkan, di antara para tersangka terdapat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Bahkan, dia disebut sebagai aktor intelektual.
Nama lainnya yang ditangkap adalah Kombes Wiliardi Wizard, seorang perwira polisi yang disebut sebagai orang yang menyediakan senjata dan eksekutor. Kemudian Sigit Haryo Wibisono, pengusaha yang disebut sebagai penyandang dana, serta Jerry Hermawan Lo yang disebut sebagai pengawas dan perantara.
Banyak kejutan yang terjadi dalam persidangan kasus ini. Seperti penyebutan adanya tim lain oleh para eksekutor, kemudian kesaksian Wiliardi yang menyatakan ia dalam tekanan saat pembuatan BAP serta adanya rekayasa mengarah pada Antasari.
Demikian pula dengan keterangan saksi ahli balistik yang menyatakan bahwa peluru yang bersarang di kepala korban, berbeda dengan peluru pada senjata yang digunakan sebagai barang bukti.
Sementara itu, keterangan saksi ahli forensik menyatakan, saat jenazah korban diserahkan dalam keadaan dimanipulatif, dalam keadaan tidak asli, luka sudah dijahit dan rambut sudah dipotong serta tanpa baju yang digunakan saat ditembak.
Yang paling menghebohkan tentu saja rekaman pembicaraan terdakwa Antasari dan Rani Juliani, istri siri korban di kamar Hotel Grand Mahakam. Kejadian di Grand Mahakam inilah yang disebut-sebut sebagai latar belakang pembunuhan.