TNI AU: Modernisasi Alutsista Tak Boleh Ditawar

Dalam lima tahun terakhir dan kecenderungan lima tahun ke depan, di mana negara-negara di kawasan memodernisasi alutsista udara.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Apr 2017, 06:17 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2017, 06:17 WIB
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto Pimpin Upacara HUT TNI-AU ke-71
KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memeriksa pasukan dengan menaiki mobil komando saat upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-71 di Taxi Way Skuadron Udara Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (9/4). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Jemi Trisonjaya mengatakan, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AU seperti kebutuhan pesawat tempur yang mumpuni, merupakan hal yang tidak boleh ditawar lagi.

"Bila mencermati dinamika perkembangan lingkungan strategis lima tahun ke depan, maka diprediksi tantangan yang dihadapi TNI AU sebagai komponen pertahanan udara nasional, akan makin kompleks," ucap Jemi di Jakarta, Minggu, 9 April 2017, seperti dikutip dari Antara.

Dalam lima tahun terakhir dan kecenderungan lima tahun ke depan, di mana negara-negara di kawasan telah melakukan serangkaian modernisasi alutsista udara.

Kebijakan Kementerian Pertahanan (kemenhan) untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan TNI AU hingga mencapai kondisi Minimum Esential Force (MEF) sudah sangat tepat.

Beberapa fokus kebijakan yang menjadi prioritas adalah meningkatkan profesionalisme personel, modernisasi Alutsista/Non Alutsista/Sarpras matra udara dan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar).

Untuk pembangunan Rencana Strategis (Renstra) tahap I (2009-2014) TNI AU sudah menyelesaiakan modernisasi alutsista hingga 48 persen, beberapa alutsista canggih sudah didatangkan seperti pesawat tempur Sukhoi, F-16, T-50i dan EMB-314 Super Tucano, pesawat angkut C-130 Hercules dan CN-295, helikopter maupun radar dan rudal.

Untuk peningkatan profesionalisme personel, program kegiatanya meliputi latihan matra udara, pembangunan sarana-prasarana, kesejahteraan prajurit serta penggunaan kekuatan pertahanan matra udara, baik untuk tujuan kegiatan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Pada Renstra tahap II (2014-2019), TNI Angkatan Udara melakukan penambahan satu Skadron tempur pesawat F-16 (Skadron 16) yang telah digelar di Lanud Rusmin Nurjadin Pekan Baru, serta memodernisasi Alutsista pengganti pesawat tempur F-5 Tiger.

"Saat ini baru terpenuhi 40 persen dari MEF II," kata Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto usai gladi bersih HUT Ke-71 TNI AU.

Beberapa yang menonjol dari yang 40 persen itu adalah tahap akhir dari pengadaan pesawat tempur F-16 Block 52ID bekas pakai Angkatan Udara Pengawal Nasional Amerika Serikat (AS) yang telah ditingkatkan kemampuannya.

Total Unit

Secara total, Indonesia memesan 24 unit dan masih menyisa lima unit lagi, yang akan tiba dalam waktu dekat. Semuanya ditempatkan di dalam Skadron Udara 16 TNI AU, di Pangkalan Udara Utama Roesmin Noerjadin, Pekanbaru, Riau.

Pembentukan dan pengoperasian Skadron Udara 16 TNI AU ini sesuai dengan Perencanaan Strategis II, yang di dalamnya juga termasuk pengadaan pengganti F-5E/F Tiger II yang hampir satu tahun tidak terbang.

"Kita sudah mengajukan ke Kemhan untuk pengganti F-5E/F Tiger II," kata mantan Irjen Kemhan ini.

Hadi mengatakan, pesawat tempur generasi 4,5 yang telah diajukan menjadi pengganti pesawat F-5E/F Tiger II Skadron Udara 14, Lanud Iswahjudi, Madiun. Namun, dirinya tidak menyebutkan pesawat apa, karena TNI AU hanya menyerahkan spesifikasi teknis saja.

"TNI AU tidak menyebutkan merek, namun hanya menyerahkan spesifikasi teknis saja yang kemudian dilengkapi dengan operational requirements (Opreq) oleh Mabes TNI. Setelah itu diajukan kepada Kementerian Pertahanan. Kebijakan pengembangan kekuatan ada di Kementerian Pertahanan, TNI AU hanya sebagai pengguna," tuturnya di suatu kesempatan.

Di samping itu, pada tahap ini, TNI AU juga menambah empat unit armada pesawat terbang tanpa awak (UAV) untuk operasi pemantauan perbatasan yang dipusatkan di Skadron Udara 51, Lanud Supadio, Pontianak.

TNI AU juga berencana menambah pesawat Combat SAR/amphibi/surveillance sebanyak 3 unit, Radar GCI (Groun Controll Interseption) sebanyak 4 unit, Rudal jarak sedang sebanyak 2 Satbak, peralatan AEW dua paket, Helikopter angkut kelas berat tiga unit, satu pesawat jet tanker dual system, satu pesawat angkut berat sekelas C-17 atau A-400M buatan Perancis, dan enam helikopter EC-725 cougar.

Selain penambahan berbagai jenis armada pesawat, ke depan TNI Angkatan Udara mengharapkan pemerintah dapat memenuhi kekurangan kebutuhan radar untuk memantau wilayah udara nasional yang masih blank.

Untuk menyiapkan penerbang, TNI AU juga telah mengganti jenis pesawat latih T-34 C dan AS-202 Bravo dengan pesawat generasi baru Grob G-120 TP dari Jerman yang sebelumnya juga telah menerima pengoperasian pesawat latih KT-1B Woong Bee dari Korea Selatan.

Pesawat KT-1B Woong Bee bahkan telah menjadi tulang punggung tim aerobatik TNI AU Jupiter Aerobatic Team (JAT) yang menjadi duta bangsa dalam beberapa event "air show" internasional.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya