Kisah Cornelis Chalestein dan Pembebasan Kaum Budak di Depok

Meski sebagai tuan tanah, Cornelis memperlakukan para budak dengan manusiawi.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 06 Mei 2017, 19:14 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2017, 19:14 WIB
kota depok
Permintaan sewa apartemen diprediksi bisa meningkat mengingat terdapat ratusan karyawan, dokter, dan keluarga pasien rawat inap

Liputan6.com, Depok - Berbicara tentang Depok tempo dulu, mau tidak mau kita diajak berkenalan dengan sosok Conelis Chastelein. Dia adalah seorang Belanda yang mundur dari VOC dan memilih menjadi tuan tanah dan bertani di Depok.

Cornelis meninggalkan pejabat VOC pada tahun 1691. Dia adalah salah satu tokoh yang menentang kebijakan VOC pada massa pendudukan Hindia Belanda.

"Nah ketika mengundurkan diri itu, dia menyibukan diri dengan kegiatan pertanian," kata Ferdy Jonathans, pengurus Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein, Jumat 5 Mei 2017.

Pria kelahiran 10 Agustus 1657 itu kemudian membeli sejumlah tanah di sejumlah daerah. Beberapa di antaranya adalah di Gambir, Senen.

Ada pula, di beberapa daerah lain. Tujuan Cornelis waktu itu adalah membuka hutan, menggarap lahan pertanian, dan mengelola sawah.

"Cornelis Chastelein juga membeli sebidang tanah di Srengseng, di Mampang, Depok, Karanganyar, dan dua petak tanah di seberang kali Ciliwung," ujar Ferdy.

Cornelis mengelola tanah-tanahnya tersebut dengan menggunakan jasa 150 budak yang dibawa dari daerah Sulawesi Selatan, Bali, dan Indonesia Timur, dan seorang budak dari Bengali, India.

Seluruh budak, kata Ferdy, diperlakukan Cornelis Chastelein sangat manusiawi. Hak-hak seluruh budak Cornelis penuhi. Intinya, mereka memiliki harga diri sebagai pekerja.

"Mereka itulah cikal bakal warga asli Depok. Melalui merekalah Cornelis Chastelein membangun Depok tempo dulu," ujar Ferdy.

Oleh, Cornelis Chastelein, 150 hamba sahaya tersebut dibagi menjadi 12 marga. Isakh, Jacob, Joseph, Jonathans, Samuel, Bacas, Leander, Laurens, Loen, Soedira, Tholense. Dari 12 marga, ada satu marga yang sudah tidak ada yaitu marga Zadokh.

Ferdy menyebutkan, kelima nama marga pertama oleh Cornelis Chastelein diambil dari Al-Kitab. Sedangkan, keenam nama marga lain mempertahankan nama yang sudah dimiliki sebelumnya, karena mereka sebelumnya sudah menjadi kristen yaitu Katolik Roma.

"Pengalihan dari Khatolik Roma menjadi Kristen Protestan menurut catatan sejarah tidak membawa kesulitan," imbuh Ferdy.

Merdekakan Budak

Tiga tahun usai membeli dan mengelola tanah tersebut, Conelis Chastelein mempunyai obsesi memerdekakan kaum Depok dari ikatan perbudakan. Obsesi itu dituangkanya ke dalam surat wasiat.

"Demi mewujudkan hal tersebut, Cornelis Chastelein sampai lima kali membuat konsep surat wasiat. Konsep pertama dibuat tanggal 4 Juli 1696 pada usia 39 tahun dan konsep yang kelima dibuat pada tanggal 13 Maret 1714 pada usia 57 tahun," ucap Ferdy.

Adapun, yang dinyatakan dalam surat wasiat adalah memerdekakan semua budak-budak yang beragama Kristen dari status perbudakan, berikut anak-anak, cucu-cucunya, cicit-cicitnya berikut keturunan selanjutnya.

Agar para hamba sahayanya yang sudah dimerdekakan tidak mendapatkan kesukaran dan kesusahan dalam mencari rezeki, maka kepada mereka diberikan lima bidang tanah untuk dikelola bersama dan hasilnya dinikmati bersama.

"Beliau membebaskan kaum hamba sahayanya dari ikatan perbudakan dan menghibahkan tanah, harta, dan uangnya. Beliau berkeinginan untuk menciptakan suatu masyarakat yang sejahtera," terang Ferdy.

Tak lama setelah membuat surat wasiat itu, Cornelis Chastelein meninggal dunia. Sejak Wafatnya Cornelis Chastelin surat wasiatnya itu mulai diberlakukan.

"Pada tanggal 28 Juni 1714 di meninggal. Sejak saat itulah menjadi hari ulang tahun Jemaat Masehi Depok," Ferdy memungkasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya