Jimly: Sultan Sebaiknya Jangan Masuk Parpol

Sistem penetapan Sultan menjadi gubernur merupakan kekhususan Yogyakarta yang telah diakui negara. Untuk menghindari konflik, hendaknya Sultan dan Paku Alam tidak masuk ke partai politik (parpol).

oleh Liputan6 diperbarui 07 Des 2010, 08:27 WIB
Diterbitkan 07 Des 2010, 08:27 WIB
100623cjimly.jpg
Liputan6.com, Bogor: Sistem penetapan Sultan menjadi gubernur merupakan kekhususan Yogyakarta yang telah diakui negara. Untuk menghindari konflik, hendaknya Sultan dan Paku Alam tidak masuk ke partai politik (parpol).

"Sultan dan Paku Alam sebaiknya tidak berpolitik praktis, untuk menghindari politisasi dan mencegah konflik karena politisasi. Kalau keluarganya boleh, tapi kalau diangkat menjadi Sultan harus keluar," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshidiqie di Bogor, Selasa (7/12).

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, kekhususan Yogyakarta tertuang dalam Amandemen UUD 1945 pasal 18B. "Pasal 18B itu sebagai pengakuan terhadap kekhususan daerah dan dikecualikan dari Pasal 18 Ayat 4," katanya.

Pasal 18B ayat 1 UUD 1945 disebutkan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Sedangkan pasal 18B ayat menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untuk itu, menurut dia, sistem yang dipakai pemerintah Yogyakarta saat ini dalam bentuk penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur tetap sah.

Sementara pasal 18 ayat 4 hasil perubahan tahun 2000, menyatakan gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing kepala daerah pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

Sedangkan ayat 7 menyatakan susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Menurut dia, kekhususan ini tidak hanya dimiliki oleh Yogyakarta. DKI Jakarta juga memperoleh kekhususan dalam penerapan eksekutif di mana wali kota di daerah DKI tidak dipilih tapi diangkat.

Begitu pula dengan Aceh yang dikhususkan dalam pemerintahan adanya wali Nanggroe Aceh Darussalam dan juga pengadilan syariah Aceh. Di Papua, kekhususannya dari sisi legislatif dengan memasukan Majelis Rakyat Papua.

"Jadi kalau diajukan uji materi terhadap Yogyakarta, MK pasti mudah sekali pasti ditolak. Yogyakarta itu NKRI. Jadi apapun bajunya, tetap dalam bingkai NKRI," katanya.

Menurut dia, seharusnya negara tidak perlu ikut campur. "UUD 1945 tahun 2000, itu mengatakan kami mengakui dan menghormati Anda Yogyakarta dengan penetapan," katanya.

Ia menambahkan apabila nantinya terjadi konflik dalam menentukan Sultan atau Paku Alam dalam keluarga kerajaan, maka negara tidak perlu turut campur."Itu urusan dia kalau (Yogyakarta) terjadi konflik. Pemerintah pusat bisa membantu, tetapi itu tidak mengubah hakekatnya," katanya.

Ia menambahkan, bantuan tersebut dapat berupa aturan untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik."Misalnya Sultan dan Pakua Alam tidak boleh berpolitik praktis untuk mencegah konflik dari politisasi," katanya.(Ant/MEL)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya