18 Eks Pilot Menang Gugatan Lawan Direksi Lion Air

Tidak terima dengan keputusan direksi Lion Air, 18 pilot pun kemudian mengajuk gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 15 Okt 2017, 12:57 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2017, 12:57 WIB
Lion Air Buka Rute Penerbangan Charter Jakarta-Sanya Tiongkok
Lion Air Ajak Mahasiswa Malaysia Keliling Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 18 mantan pilot Maskapai Lion Air memenangkan gugatan terhadap direksi Lion Air. Kemenangan ini mereka peroleh dalam sidang yang berlangsung, Kamis 12 Oktober 2017, di Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta. Dalam keputusannya, majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan mereka.

Capt. Eki Adriansjah yang mengatasnamakan 18 pilot tersebut, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/10//2017), mengungkapkan, gugatan itu terkait pemecatan mereka oleh direksi Lion Air, sebagai buntut keputusan para pilot yang menolak terbang pada 10 Mei 2016 lalu.

Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Eko Sugianto menyatakan, hubungan kerja antara para pilot dan pihak Lion Air berada di dalam ranah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagarkerjaan.

Yakni hubungan kerja tetap atau masuk dalam kategori Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), dan bukan merupakan perjanjian perdata biasa sebagaimana yang diklaim oleh pihak Lion Air.

"Karenanya, pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pihak Lion Air, harus mengikuti ketentuan yang ada pada UU Ketenagakerjaan," kata Eki.

Melalui keputusan ini, Majelis Hakim memerintahkan manajemen Lion Air untuk memenuhi seluruh hak-hak para pilot yang di-PHK, termasuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Kepmenakertrans No. KEP-78/MEN/2001.

"Pihak manajemen beranggapan, keputusan kami (menolak menerbangkan pesawat pada 10 Mei 2016) telah menimbulkan kerugian cukup besar bagi maskapai, dan segera setelah kejadian itu para pilot tidak lagi diberikan jadwal terbang tanpa alasan yang jelas, sampai akhirnya kami menerima surat pemecatan pada Agustus 2016 lalu," tutur Eki.

Tak hanya itu, lanjut dia, manajemen Lion Air kala itu bahkan juga sempat melaporkan mereka ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan sabotase dan pencemaran nama baik.

"Tidak cukup dengan pemecatan, pihak Lion Air juga mewajibkan kami untuk membayar ganti rugi dengan jumlah yang cukup besar, karena menganggap kami telah melakukan wanprestasi terhadap pihak Lion Air," ujar Eki.

Tidak terima dengan keputusan direksi Lion Air, 18 pilot pun kemudian mengajuk gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta, yang kemudian mengabulkan sebagian tuntutan mereka.

 

Lion Air Menggugat

Dia menyebutkan, keputusan 18 pilot menolak terbang pada 10 Mei 2016, merupakan bentuk sikap dan tindakan profesional sebagai pilot, dan telah sesuai dengan ketentuan konvensi penerbangan serta SOP yang telah dibuat sendiri oleh Lion Air.

"Kami menolak terbang, karena pada saat itu kondisi psikologis kami sangat terganggu, yang mana jika kami tetap memaksakan diri untuk menerbangkan pesawat, akan membahayakan keselamatan penerbangan," kata Eki.

Larangan menerbangkan pesawat bagi pilot yang tidak sedang dalam kondisi psikologis yang baik, telah diatur jelas dalam konvensi penerbangan internasional, juga dalam SOP yang dikeluarkan Lion Air.

Sementara, penyebab terganggunya kondisi psikologis para pilot pada hari itu, dipicu oleh kekecewaan dan keresahan mereka terhadap manajemen, yang mereka nilai tidak profesional dan seringkali merugikan para pilot.

Lion Air sendiri telah menggugat secara perdata para pilot tersebut, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada November 2016 lalu, dengan gugatan wanprestasi. Namun, gugatan itu tidak dikabulkan oleh majelis hakim.

Menurut Eki, pihaknya mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, agar pemangku kepentingan memberi perhatian supaya nasib mereka tidak terulang menimpa orang lain.

Sementara pihak Lion Air, yang diwakili Head Legalnya, Haris Arthur, menyebut pemogokan yang dilakukan para pilot yang tergabung dalam Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group (SP-APLG), merupakan pelanggaran fatal.

Direksi juga menyebut, para pilot itu telah melakukan berbagai pelanggaran perusahaan yang telah disepakati. Seperti melawan perintah pimpinan dan tidak melaksanakan tugas.

Pelanggaran diperparah saat direksi melakukan pembinaan terhadap mereka, tetapi 14 pilot tersebut menolaknya.

"Maka itu per hari ini perusahaan mengambil tindakan pemberhentian," ucap Haris di Kantor Lion Air, Jakarta, Rabu 3 Agustus 2016.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya