Alasan Jaksa Agung Tolak Gabung Densus Antikorupsi

Prasetyo berharap kinerja Densus Antikorupsi nantinya tidak saling tumpang tindih dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 16 Okt 2017, 14:09 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2017, 14:09 WIB
20160303-Jaksa-Agung-HM-Prasetyo-HF
Jaksa Agung HM Prasetyo (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengisyaratkan tidak akan bergabung dengan Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi. Ia mengatakan, Kejagung sudah lebih dulu mempunyai satgas khusus sendiri dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.

"Rasanya enggak perlu (bergabung), sementara saya katakan itu," kata Prasetyo di gedung DPR, Jakarta, Senin (16/10/2017).

Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada pekan lalu, berniat menggandeng jaksa dalam Densus Antikorupsi. Tujuannya agar mempercepat berkas perkara korupsi yang nantinya ditangani.

Prasetyo menilai permasalahan semacam itu tak perlu dikhawatirkan. Berkas perkara yang bolak-balik dari jaksa ke penyidik polisi merupakan hal wajar.

Kelengkapan berkas, dari segi formil dan materil, menjadi syarat persetujuan pelimpahan berkas. Prasetyo mengingatkan jaksa nantinya harus berusaha meyakinkan hakim di persidangan.

"Jadi yang dihadapi bukan hanya terdakwa dan pengacara, tapi juga hakim. Makanya berkas perkara harus betul-betul sempurna," ucap Prasetyo.

Di sisi lain, Prasetyo berharap kinerja Densus Antikorupsi nantinya tidak saling tumpang tindih dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai batasan kewenangannya sudah jelas.

"Kalau sesuai Undang-Undang KPK itu menangani kasus yang Rp 1 miliar ke atas. Seperti itu. Nanti kita akan rumuskan lagi. Sekarang ini bagaimana tindak pidana korupsi bisa ditangani bersama, secara lebih terintegratif," ucap Prasetyo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Tawaran Kapolri

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menawarkan dua alternatif bentuk kelembagaan Densus Antikorupsi.

Pilihan pertama dengan membentuk sistem satu atap. Dalam format ini, menurut Tito, Polri, Kejaksaan Agung, dan BPK, bergabung dalam Densus Antikorupsi.

"Bentuk kekuatan kolektif kolegial dan sulit diintervensi. Satu bintang dua Polri, satu kejaksaan, satu BPK," ujar Tito saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (16/10/2017).

Opsi lain unsur Kejaksaan dan Polri berada di lembaga terpisah. Polanya mirip dengan Densus 88 Antiteror dalam penanganan kasus terorisme. Densus Antikorupsi akan langsung berkoordinasi dengan satgas khusus di Kejaksaan yang menangani tipikor.

"Tujuannya agar tidak ada bolak-balik perkara ketika berkas selesai," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya