Fahri Hamzah: Pembentukan Dewan Pengawas KPK Sudah Terlambat

Fahri menyebut seharusnya Pansus Angket fokus pada temuan yang ada, seperti dilakukannya restrukturisasi pada tubuh KPK secara menyeluruh.

oleh Ika Defianti diperbarui 03 Feb 2018, 09:44 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2018, 09:44 WIB
Fahri Hamzah: Isu Wahabisme Sudah Tidak Relevan Di Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai isu wahabisme sudah tidak menjadi persoalan dalam konteks menjalin bilateral dengan Arab Saudi.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan pembentukan Dewan Pengawas KPK seperti yang tercantum dalam draf rekomendasi Pansus Hak Angket sudah terlambat.

Fahri menyebut saat ini KPK telah melakukan beberapa pelanggaran. Seperti halnya adanya penyadapan dengan sistem tersendiri hingga peraturan tentang operasi tangkap tangan.

"Menurut saya itu sudah terlambat, sudah berantakan juga. Karena yang rusak itu di bawahnya, akibatnya membuat hukum dalam hukum dalam negara di dalam negara," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat 2 Februari 2018.

Karena hal itu, Fahri menyebut seharusnya fokus pada temuan yang ada, seperti dilakukannya restrukturisasi pada tubuh KPK secara menyeluruh. Bahkan, dia menyarankan agar KPK dapat diintegrasikan dengan lembaga lainnya seperti Ombudsman, Komnas HAM ataupun LPSK.

"Itu memerlukan restrukturisasi secara menyeluruh ini pandangan saya, kalau Pansus engga tahu, karena Pansus anggotanya lain saya bukan anggotanya pansus tapi sebagai anggota dan pimpinan DPR," ujar dia.

Lanjut dia, dengan adanya pengintegrasian itu KPK akan fokus dalam pencegahan sedangkan penegakan hukum itu oleh Polisi dan Kejaksaan. Sehingga dalam sistem pencegahan Indonesia dapat mencontoh dari Negara Korea Selatan.

"Makanya saya mengusulkan agar seperti Korea Selatan, KPKnya cuma delapan tahun," jelas Fahri.

 

Kata KPK

Terkait Kecelakaan Setya Novanto, KPK Angkat Bicara
Juru bicara KPK, Febri Diansyah memberikan keterangan kepada awak media di Gedung KPK, Kamis (17/11). Febri mengatakan, ada konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang mencoba melakukan upaya merintangi proses penyidikan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam draf rekomendasinya meminta pembentukan dewan pengawas untuk lembaga antirasuah itu. Terkait hal ini, KPK mengatakan telah memiliki dewan pengawas, salah satunya adalah DPR.

"Sudah ada sebenarnya lembaga yang mengawasi KPK, termasuk DPR. Jadi kita diawasi banyak instansi. DPR mengawasi melalui fungsi rapat kerja dan pengawasan yang dimiliki DPR," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (2/2/2017).

Selain DPR, kata Febri, badan pengawas KPK lainnya adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut dia, publik juga turut melakukan pengawasan terhadap KPK.

"Seluruh yang dikerjakan oleh KPK terkait dengan proses peradilan, itu juga diawasi melalui mekanisme peradilan," ucap Febri.

Febri mencontohkan pengawasan KPK dalam peradilan yaitu terkait pengujian pokok perkara yang ditangani KPK tidak hanya berhenti di pengadilan negeri. Jika ada kekeliruan, maka putusan tersebut masih bisa diuji ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi, kemudian kasasi hingga peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Bahkan, KPK juga memiliki pengawas internal untuk mengawasi para pimpinan dan pegawai yang berkaitan dengan kode etik.

"Dewan etik itu terdiri dari internal dan eksternal, dan dominan adalah dari eksternal. Seluruhnya dijalankan menurut UU No 30 tahun 2002 UU KPK," jelas dia.

Febri mengaku lembaganya belum menerima draf hasil rekomendasi Pansus Hak Angket. Namun, dia menyebut KPK nantinya akan mempelajari hasil rekomendasi tersebut.

"Kalau memang ada yang ingin disampaikan terkait rekomendasi pansus terkait KPK, silakan disampaikan saja. Kalau sudah kita terima tentu kita pelajari," imbuhnya.

Saksikan video di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya