Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tak sembarangan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Pernyataan ini disampaikan Koordinator Aliansi Aktivis Pro Penegakan Hukum yang Berkeadilan (APHN) M Arifin.
Â
Arifin menyoroti penetapan tersangka terhadap Dadan Tri Yudianto dan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan. Keduanya dijerat KPK dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.
Â
"Hingga saat ini keduanya masih mengajukan upaya praperadilan atas penetapan tersangka yang dialami keduanya," ujar Arifin dalam keterangannya, Minggu (25/6).
Â
Arifin menyebut permohonan praperadilan Dadan Tri tinggal menunggu vonis dari hakim PN Jakarta Selatan. Dalam fakta persidangan praperadian, terdapat kejanggalan dengan proses penetapan tersangka terhadap Dadan Tri Yudianto.
Â
Dia menyebut beberapa ahli hukum yang diajukan pada proses pembuktian menerangkan adanya mall administrasi serta miss prosedural yang dilakukan KPK dalam menetapkan status tersangka terhadap seorang warga negara. Dia memahani ada pro dan kontra dalam menyikapi persoalan ini.
Â
"Namun, hal yang tidak kalah penting ialah bagaimana akuntabilitas dan management perkara yang dilakukan oleh KPK, yang seharusnya tidak boleh dilakukan atas dasar suka suka, arogan atau sewenang-wenang (abuse of power). Namun harus dilaksanakan dengan prinsip kehatian-hatian, kebijaksanaan serta kepastian hukum, guna menjamin hak-hak dari seorang warga negara di dalam negara hukum (rechtsstaat)," kata dia.
Â
Arifin menyebut, proses penegakan hukum yang didahului abuse of power, akan menghasilkan penegakan hukum yang jauh dari semangat hukum yang berkeadilan. Tentunya, kata dia pemberantasan korupsi harus didukung dengan semua kekuatan element bangsa, tidak dilihat siapa lembaga yang melakukannya, apakah KPK atau pun lembaga penegak hukum lainnnya.
Â
"Akan tetapi, proses dan prosedur pelaksanaan pengungkapan tindak pidana korupsi tersebut harus dijalankan dengan rule atau aturan main yang benar, tidak dapat dilakukan karena sentimen atau pun subjektivitas, serta harus didasarkan atas praktik norma dalam hukum acara, atau yang dikenal KUHAP," kata Arifin
Demi Kepastian Hukum
Dia menyebut proses dan prosedur yang akuntabel oleh KPK harus didorong dalam upaya menjamin kepastian hukum serta perlindungan hak asasi dari seseorang warga negara, bukan berdasarkan opini ataupun asumsi.
Â
"Jikalau ada proses dan prosedur yang dilewati (by pass) dan hal demikian memang pada faktanya melanggar hukum acara, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, proses penetapan terhadap seorang tersangka haruslah dinyatakan batal atau tidak sah," tuturnya.
Â
Dalam konteks pengembangan perkara oleh KPK terkait suap pengurusan perkara di MA, Arifin berharap lembaga peradilan dapat tetap menjaga objektivitas, independensi dan imparsialitas sesuai dengan fungsi lembaga peradilan itu sendiri. Hal ini untuk menjamin hukum yang berkeadilan pada setiap orang yang telah disematkan status tersangka atau terdakwa.
Â
"Semoga marwah lembaga peradilan sebagai rumah Tuhan di dunia tetap dapat terjaga dan berdiri tegak," dia menandasi.
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓