Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan berkas tersangka kasus dugaan pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dengan tersangka mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT).
"Kasus BLBI dengan tersangka SAT sudah selesai proses penyidikan. Selanjutnya kita akan dilimpahkan ke penuntutan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 17 April 2018.
Febri mengatakan, dalam kasus ini KPK sudah memeriksa setidaknya 69 saksi yang terdiri dari pihak swasta, pejabat dan pegawai PT Gajah Tunggal, pihak KKSK, dan pengacara.
Advertisement
Terkait dengan kebutuhan keterangan pemilik BDNI Sjamsul Nursalim, dalam kasus ini, Febri mengaku sudah meminta otoritas Singapura untuk membantu. Namun sejauh ini Sjamsul Nursalim yang tinggal di Singapura masih belum diperiksa oleh penyidik KPK.
"Memang yang jadi persoalan karena yang bersamgkutan tinggal di luar negeri, jadi terbatas kewenangan KPK, jadi sampai saat ini saksi belum hadir," kata dia.
Lantaran hal tersebut, Febri meminta itikad baik dari Sjamsul Nursalim untuk hadir dan memenuhi panggilan penyidik KPK. Setidaknya, Sjamsul Nursalim bisa memberikan keterangan untuk mengusut tuntas kasus tesebut.
"Jika ingin memberikan klarifikasi terkait fakta-fakta yang ada, justru akan lebih baik jika Sjamsul dan istri datang ke Indonesia untuk memberi klarifikasi. Tapi kita akan perhatikan juga fakta-fakta persidangan untuk mengurai lebih rinci dalam kasus BLBI,” kata dia.
Bukti Baru Kerugian Negara
Dalam kasus ini, KPK menemukan bukti baru kerugian negara. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara atas kasus ini sebesar Rp 4,58 triliun. Sebelumnya, KPK menyebut kerugian negara atas kasus ini senilai Rp 3,7 triliun.
KPK baru menjerat satu tersangka, yaitu Syafruddin Arsyad Temenggung. Dia dijerat sebagai tersangka lantaran diduga menyalahgunakan kewenangan terkait penerbitan SKL tersebut.
Perbuatan Syafruddin diduga menguntungkan sejumlah pihak dan merugikan keuangan negara mencapai Rp 4,58 triliun.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement