Adik Kandung Amrozi Sebut Bomber Bunuh Diri di Surabaya Berafiliasi dengan ISIS

Ali Fauzi membeberkan, kelompok yang melakukan aksi dari tahun 2000 hingga tahun 2010 adalah jaringan NII.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 14 Mei 2018, 13:58 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 13:58 WIB
Bom Meledak di Markas Polrestabes Surabaya
Aparat kepolisian bersenjata lengkap berjaga setelah serangan bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5). Polisi mendata ada 10 korban luka dalam tragedi bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya. (AFP/JUNI KRISWANTO)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan pentinggi Jamaah Islamiyah, Ali Fauzi, yang juga adik kandung terpidana mati bom Bali, Amrozi, menyebut aksi teroris di Surabaya dan Sidoarjo masih berhubungan dengan para pelaku teror yang terjadi selama tahun 2010 hingga 2018.

"Dilihat dari model serangannya, ini kelompok yang berafiliasi ISIS. Artinya mereka yang melakukan aksi pada tahun 2010 hingga 2018," tuturnya melalui sambungan telepon seluler, Senin (14/5/2018).

Ali Fauzi membeberkan, kelompok yang melakukan aksi terorisme dari tahun 2000 hingga tahun 2010 adalah jaringan NII. Namun, pada tahun 2010 ke atas sudah muncul kelompok baru dengan model penyerangan baru.

Kekalahan ISIS di Suriah dan Irak, masih kata Ali Fauzi, membuat mereka untuk menciptakan medan baru terorisme. Sasarannya adalah tempat mereka tinggal.

"Kalau tinggal di Indonesia, maka yang dipilih adalah Indonesia. Kalau tinggal di Malaysia, maka yang dipilih juga Malaysia," kata Ali.

 

Aksi Balas Dendam

Pria Mencurigakan di Area Mapolrestabes Surabaya
Mobil lapis baja milik kepolisian menuju Mapolrestabes Surabaya setelah terjadinya serangan bom bunuh diri, Jawa Timur, Senin (14/5). Polisi mendata ada 10 korban luka dalam tragedi bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Ali Fauzi tidak menampik kasus kerusuhan di tahanan Mako Brimob menjadi sebab para pelaku melakukan aksi balas dendam. Hanya saja, aksi tersebut sudah bisa diprediksi polisi, tetapi belum mampu terdeteksi kapan waktu dan lokasinya.

"Ini bisa diprediksi dan polisi sudah mengantisipasi setengah balas dendam. Persoalannya, polisi kesulitan untuk memetakan waktu dan tempat yang menjadi sasaran para teroris. Kebetulan saja yang dipilih kali ini adalah Surabaya yang menjadi sasaran."

Dia pun meyakini, tak hanya di Indonesia, aksi teror bahkan juga terjadi di negara-negara dengan teknologi yang tergolong maju seperti di Amerika dan negara-negara Eropa lainnya. 

"Bukan hanya Indonesia, Amerika pun juga pernah diserang karena sulitnya deteksi pelaku yang bermain di bawah permukaan," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya