KPK Yakin Independensi MA Tangani PK 2 Terpidana Korupsi

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pengajuan PK merupakan hak terpidana korupsi.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 27 Mei 2018, 13:52 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2018, 13:52 WIB
KPK Tetapkan Korporasi Jadi Tersangka TPPU Kasus Bupati Kebumen
Jubir KPK Febri Diansyah memberi keterangan terkait dugaan TPPU di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/5). KPK menjerat korporasi dengan sangkaan TPPU berkaitan dengan kasus yang menimpa Bupati Kebumen Mohamad Yahya Fuad. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Mahkamah Agung (MA) akan memproses pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dua terpidana kasus korupsi secara independen.

Sebab, pengajuan PK dua terpidana kasus korupsi tersebut berbarengan dengan pensiunnya hakim agung, Artidjo Alkostar, yang terkenal menakutkan oleh para koruptor.

"Mahkamah Agung akan memproses itu secara independen dan imparsial," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Minggu (27/5/2018).

Menurut dia, pengajuan PK oleh dua terpidana kasus korupsi tersebut tidak terkait dengan pensiunnya Artidjo. KPK percaya bahwa MA masih memiliki hakim yang berintegritas dan berkomitmen dalam memberantas korupsi.

"MA bisa membuktikan sebaliknya, bahwa masih ada hakim-hakim yang berintegritas di sana," ujar Febri.

Kendati begitu, kata Febri, pengajuan PK merupakan hak terpidana korupsi. Dia mengatakan bahwa kasus para koruptor sudah diuji secara berlapis dan sesuai dengan pertimbangan majelis hakim.

"Terpidana punya hak untuk mengajukan PK, sepanjang syarat-syaratnya dipenuhi. Kan ada beberapa syarat di sana. Jadi silakan saja, nanti KPK akan menghadapi," kata Febri.

Anas Urbaningrum dan Siti Fadilah

Anas Urbaningrum Jalani Sidang Perdana Pengajuan Peninjauan Kembali
Mantan politisi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum jelang mengikuti sidang perdana pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi dan pencucian uang proyek P3SON Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/5). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, terpidana tindak pidana korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Anas Urbaningrum, mengajukan upaya hukum PK.

Pada memori PK yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada beberapa alasan Anas mengajukan permohonan itu. Antara lain, dia merasa menjadi korban kepentingan politik.

Anas divonis delapan tahun penjara. Tidak terima dengan putusan tersebut, Anas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, tak berbuah manis, Anas justru harus menelan pil pahit setelah majelis hakim MA menolak permohonan kasasi Anas.

Hakim MA malah melipatgandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara serta denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Bahkan, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI itu pun diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580.

Selain Anas, mantan Menteri Kesehatan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Siti Fadilah Supari juga mengajukan PK pada 15 Mei 2018. Dalam kasusnya, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Siti Fadilah Supari dengan hukuman empat tahun penjara. Dia juga didenda membayar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.

Selain itu, majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 1,9 miliar dikurangi Rp 1,35 miliar.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya