Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengaku tengah mengkaji usulan menempatkan para narapidana korupsi di sel eksklusif dan tidak lagi di Lapas Sukamiskin. Hal ini menyusul terungkapnya kasus suap pemberian fasilitas mewah terhadap narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin.
"Dan penempatan napi koruptor di sel secara khusus akan jadi kajian kita. Akan kita evaluasi," ujar Yasonna di Kantor Kemenkumham Jakarta Selatan, Senin (23/7/2018).
Menurut dia, hal tersebut sebagai tindak lanjut dari masukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menginginkan agar para koruptor ditempatkan di sel eksklusif. Dia mengatakan Kemenkumham segera mengevaluasi hal-hal terkait usulan dari lembaga antirasuah itu.
Advertisement
"Ini akan mendorong kita untuk mengevaluasi dan pasti sudah kita lakukan segera tentang penempatan secara eksklusif ini," ucap Yasonna.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menyebut pihaknya ingin para terpidana korupsi itu ditahan di Lapas Nusakambangan. Pasalnya, KPK menilai kasus suap pemberian fasilitas mewah tersebut bukanlah hal baru di Lapas Sukamiskin.
"Kayaknya (Lapas khusus) perlu dikaji. Bahkan kami di KPK dan Pak Saut kalau bisa di (Lapas) Nusakambangan saja sekalian," kata Syarief, Minggu 22 Juli 2018.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
OTT KPK
Pada Sabtu, 21 Juli 2018, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein. Dalam rangkaian tersebut, Inneke juga turut diamankan dalam rangkaian OTT di rumahnya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Pada kasus ini, KPK baru menetapkan empat tersangka, yaitu Kalapas Sukamiskin, Fahmi, seorang tahanan pendamping, dan asisten kalapas.
KPK menduga Fahmi, suami Inneke Koesherawati menyuap Wahid agar bisa mendapatkan kemudahan untuk keluar-masuk tahanan.
Dalam operasi senyap, tim penyidik menemukan adanya fakta jual beli kamar, jual beli izin keluar masuk tahanan. Tak hanya itu, tim menemukan sejumlah tempat dan tindakan mengistimewakan napi yang menyetor uang.
Untuk merasakan fasilitas tambahan, narapidana harus merogoh kocek yang dalam. Mereka harus menyetor uang berkisar Rp 200-500 juta. Menurut KPK, biaya itu bukan untuk per bulan.
Advertisement