Liputan6.com, Sidoarjo - Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Klas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, Bambang Haryanto menegaskan, siapa pun narapidana di lembaganya diperlakukan sama. Sebagai pelanggar hukum, mereka semuanya masuk sel.
"Mau napi maling ayam, maupun napi korupsi tetap sama, di sel, tidak ada diskriminasi," tutur Bambang di Sidarjo, Jawa Timur, Rabu (25/7/2018).
Perlakuan sama, lanjut dia, baik napi dalam kasus kriminal umum maupun kriminal khusus, harus dilakukan agar tidak terjadinya diskriminasi antara satu napi dengan napi yang lain.
Advertisement
"Kalau ada orang bertanya kamar istimewa di sini, sebelah mana ada kamar istimewa? Mau bupati atau wali kota, mereka harus ikut aturan di sini. Jangan mentang-mentang dia bupati atau wali kota misalnya, tapi kalau sudah ada di sini mereka sama. Ada SOP yang harus dijalankan," tegas Bambang.
Menurutnya, kondisi Rutan Medaeng sangat jauh dari ideal. Rutan yang diperkirakan memiliki luas 1,2 hektare itu menampung kurang lebih sekitar 2.850 tahanan dan narapidana. Padahal, kapasitasnya hanya bisa menampung kurang lebih 504 narapidana.
"Memang, di Medaeng ini jauh dari ideal. Jadi, rasionya enggak jelas. Kapasitas yang seharusnya 504 orang, sekarang diisi 2.850 narapidana," ucap Bambang.
Di Rutan Medaeng ada 11 blok, yang masing-masing blok terdiri kisaran 15-17 kamar dengan estimasi luas kamar 10x10 meter. Jika dikalkulasi, masing-masing blok diisi antara 400-600 narapidana.
"Bloknya kecil-kecil. Satu blok bisa dihuni 600-an lah. Jadi kami bekerja di sini dalam kondisi abnormal. Makanya, di Medaeng ini aman saja sudah bagus. Saya sangat bersyukur sama Gusti Allah," ucap Bambang.
Ia mencontohkan kamar para napi korupsi yang terletak di Blok A. Di sana ada sekitar 50-60-an penghuni napi korupsi. Setiap harinya mereka berada dalam kondisi berdesakan, panas, pengap, bau, dan panas. Pada saat siang hari, pihaknya tidak mengkhawatirkan kondisi para napi, namun pada saat jam-jam istirahat pada malam hari, kondisi mereka menumpuk.
"Mungkin kalau siang hari mereka masih bisa tidur di masjid, atau di lorong-lorong. Tapi kalau sudah malam hari, mereka harus masuk ke kamarnya masing-masing. Jangankan untuk tidur nyaman, terkadang mereka enggak bisa duduk selonjor dikarenakan sudah sesak untuk tidur," terang Bambang.
Belum lagi, mereka yang memanfaatkan ruang WC yang terpaksa harus ditutup lebih dulu dan dipasang kayu di atasnya agar bisa ditempati tidur.
"Bayangkan sampean ada di kamar yang seperti itu, banyak orangnya, pengap, panas, bau, orang-orang pasti stress. Bisa depresi bener tuh. Belum lagi dia menghadapi masalahnya sendiri atau kasusnya. Tekanan dari luar seperti keluarganya, proses penyidikan dan lain-lain. Makanya, mereka tidak mengganggu lingkungan kami saja sudah bagus," pungkas Bambang.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini: