Din Syamsuddin: Memprotes Suara Azan yang Keras Bukan Penistaan Agama

Din mengatakan, sebaiknya suara azan juga harus mempertimbangkan kenyamaman umat beragama.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 27 Agu 2018, 06:30 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2018, 06:30 WIB
Para Pemuka Agama Sampaikan Pesan untuk Bangsa
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai tindakan Meiliana yang memprotes suara azan bukanlah penistaan agama. Menrutnya, tindakan tersebut hanya protes karena suara dari pengeras suara masjid, bukan menyalahkan azan sebagai bentuk ritual keagamaan.

"Pada hemat saya, memprotes suara azan yang keras dan mengganggu tetangga bukanlah penistaan agama. Kalau menyalahkan azan sebagai ritual keagamaan dengan penilaian negatif dan sinis bisa dianggap menista," ujar Din dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/8/2018).

Din mengatakan, sebaiknya suara azan juga harus mempertimbangkan kenyamaman umat beragama. Terlebih, di lingkungan yang majemuk yang masyarakatnya terdiri dari beragam agama.

"Memang sebaiknya, suara azan terutama di lingkungan yang majemuk (terdapat non Muslim) perlu menjaga kenyamanan. Jangan-jangan suara azan yang lembut dan merdu dapat menggugah non Muslim untuk menyukai azan," kata Din.

Untuk itu, mantan Ketua PP Muhammadiyah itu menilai vonis Meiliana terlalu berat. Kendati begitu, dia meminta semua pihak menghargai proses hukum yang berlaku.

"Tentu kita harus menghargai hukum, walau saya pribadi merasa hukuman tersebut terlalu berat," ucap Din.

Pengadilan Negeri Medan pada Selasa 21 Agustus 2018 menjatuhkan vonis penjara 18 bulan untuk Meiliana, karena terbukti melanggar Pasal 156 KUHP atas tindakan dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama.

Tim penasihat hukum Meiliana mengajukan banding atas vonis hakim PN Medan tersebut karena menilai bukti dalam persidangan lemah.

Kasus Meiliana bermula pada 29 Juli 2016 ketika dia menyampaikan keluhan kepada tetangganya Uo, atas terlalu besarnya volume pengeras suara masjid di depan rumah. Uo kemudian menyampaikan keluhan Meiliana tersebut kepada adiknya, Hermayanti.

Namun, ungkapan yang disampaikan Uo ke Hermayanti menyinggung ras Meiliana yang merupakan warga keturunan Tionghoa dan beragama Buddha. Ucapan yang menyebut ras Meiliana itu juga disampaikan Hermayanti kepada Kasidi, ayah Uo dan Hermayanti, yang merupakan pengurus masjid setempat.

Kasidi pun menyampaikan keluhan tersebut kepada sejumlah pengurus masjid, yang berakibat terjadinya konflik antara para pengurus masjid dan Meiliana. Akibatnya, rumah tinggal Meiliana dan vihara setempat dirusak massa.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya