Mereka Pasang Badan Agar Penahanan Meiliana Ditangguhkan

Kuasa hukum Meiliana, Ranto Sibarani meminta adanya penangguhan penahanan sambil menunggu proses banding di Pengadilan Tinggi.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 31 Agu 2018, 00:51 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2018, 00:51 WIB
Vonis Meiliana
Kuasa hukum Meiliana, Ranto Sibarani meminta adanya penangguhan penahanan sambil menunggu proses banding di Pengadilan Tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan vonis 18 bulan penjara atas terdakwa kasus volume azan, Meiliana. Putusan tersebut mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Mereka bahkan bersedia menjadi penjamin untuk penangguhan penahanan.

Kuasa hukum Meiliana, Ranto Sibarani meminta adanya penangguhan penahanan sambil menunggu proses banding di Pengadilan Tinggi.

"Tanggal 27 Agustus kemarin kita sudah masukkan Akta Banding. Tapi putusan lengkap dari PN Medan sampai sekarang belum kita terima. Kita hanya menerima kutipan putusan," tutur Ranto di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (30/8).

Sejumlah tokoh keberagaman di antaranya Sastrawan Indonesia Goenawan Mohamad, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Pengamat Politik Ray Rangkuti, putri Abdurrahman Wahid alias Gusdur yakni Inayah Wulandari Wahid, dan Ketua Gerakan Indonesia Kita (GITA) Alif Imam Nurlambang mendukung langkah pembebasan Meiliana.

Selain itu, masyarakat pun turut menyuarakan aspirasinya dengan mengisi petisi Bebaskan Meiliana, Tegakkan Toleransi di change.org. Sejauh ini sudah ada 190 ribu lebih orang yang mengisi petisi tersebut.

Sastrawan Indonesia Goenawan Mohamad mengatakan, pola putusan hakim PN Medan terpengaruh oleh tekanan dari masyarakat. Apalagi kasus tersebut dipicu oleh isu agama.

"Reformasi terjadi, tapi reformasi keadilan tidak memihak pada satu golongan. Kasus ini menjadi contoh, bebaskan Meiliana," jelas Goenawan.

 

Vonis Berbeda

Mengapa Anak-Anak Meiliana Tak Pernah Hadiri Sidang Kasus Volume Azan?
Keluarga Meiliana, terpidana kasus penodaan agama yang dipicu protes volume suara azan, sampai pindah domisili usai kerusuhan di Tanjungbalai. (Liputan6.com/Reza Efendi)

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut, dalam kurun waktu April sampai dengan Agustus 2018, Amnesty International Indonesia mencatat ada lima orang yang dipidana terbilang berat atas kasus penodaan agama.

Sementara delapan orang yang terlibat pengerusakan vihara dalam kasus Meiliana divonis berbeda.

"8 Orang dituntut pengerusakan vihara. Itu bisa dituntut. Yang merusak vihara, dalam hitungan bulan (bebas). Lemah hukum dari tekanan massa," ujar Usman.

Ketua GITA, Alif Imam Nurlambang menambahkan, pihaknya bersama tokoh keberagaman lainnya bersedia menjadi penjamin agar Meiliana dapat bebas selagi menunggu proses hukum berjalan.

"Kami tidak berniat mendahului keputusan hakim di tingkat banding. Tapi kami juga tak melihat ada niat dan upaya jahat dari lbu Meiliana untuk melarikan diri atau menghilangkan barang bukti bila ada. Sehingga kami berkeyakinan untuk menjadi penjamin bagi dirinya," pungkas Alif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya