Dulu Bos Pertamina, Kini Menghuni Rutan

Penahanan Karen Agustiawan dilakukan karena tersangka sudah memenuhi syarat objektivitas dan subjektivitas.

oleh RinaldoNanda Perdana PutraRita Ayuningtyas diperbarui 25 Sep 2018, 00:07 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2018, 00:07 WIB
karen-agustiawan-1-131108a.jpg
Karen Agustiawan.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung menahan mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan. Direktur Utama Pertamina periode 2009-2014 itu akan ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Pondok Bambu.

"Ditahan 20 hari sesuai usulan penyidik," kata Jaksa Agung Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (24/9/2018).

Dia menyatakan, penahanan Karen Agustiawan dilakukan karena tersangka sudah memenuhi syarat objektivitas dan subjektivitas. Selain itu, diharapkan kasus ini bisa segera diselesaikan.

Namun, pihak pengacara Karen keberatan dengan keputusan penahanan tersebut.

"Urgensinya penahanan tidak ada. Ibu kan mantan (Dirut). Tentu kooperarif, melarikan diri enggak, menghilangkan barang bukti enggak. Tentu kita kecewa," tutur Kuasa Hukum Karen Galaila Agustiawan, Soesilo Aribowo saat dikonfirmasi, Senin (24/9/2018).

Menurut Soesilo, ada hal yang masih samar dalam keputusan penahanan kliennya. "Saya melihat kesalahan ibu ini tidak jelas apa yang dipersangkakan," ujar dia.

Meski sangat keberatan dengan penahanan tersebut, lanjut Soesilo, pihaknya akan mengikuti proses hukum tersebut.

"Kalau dari sisi saya ini kan tersangka baru sekali, walaupun itu tidak ada larangan juga penahanan karena pertimbangan penyidik. Tentu sebenarnya kita keberatan," Soesilo menandaskan.

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Karen tersebut bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd untuk menggarap Blok BMG.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase-BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai USD 31 juta.

Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barel per hari.

Namun, ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.

Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.

Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.

Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar USD 31 juta dan USD 26 juta atau setara Rp 568 miliar.

Selain Bayu dan Karen Agustiawan, ada dua orang tersangka lagi yang belum ditahan oleh pihak kejaksaan, yakni mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederik Siahaan (FS) dan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan (GP). Terkait dua orang tersebut, Adi menyebut sedang melalui proses tahapan.

"Dua sudah masuk tuntutan, Frederik juga sudah pelimpahan tersangka. Jadi tunggu," kata Jampidsus Adi Toegarisman.

Adi juga meminta Karen untuk bekerja sama dengan pihak kejaksaan agar berkas-berkas dapat segera dilimpahkan ke pengadilan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jadi Tersangka dan Dicekal

Karen Agustiawan 3
Karen Agustiawan (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan (KGA), sebagai tersangka baru dalam dugaan korupsi investasi BUMN itu di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Kasus itu merugikan keuangan negara Rp 568 miliar. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Roem di Jakarta, membenarkan penetapan mantan Dirut Pertamina KGA tersebut.

Status tersangka terhadap Karen merujuk Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

"Sampai sekarang sudah 67 saksi diperiksa oleh penyidik," kata Roem di Jakarta, Rabu (4/4/2018).

Selain itu, Kejagung juga menetapkan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan (GP), sebagai tersangka.

Statusnya dinaikan berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-14/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

Menurut Roem, Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederik Siahaan (FS) juga terseret kasus itu. Ia pun ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-15/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

Selain jadi tersangka, Kejaksaan Agung juga menyatakan Karen Agustiawan telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak dirinya menjadi saksi dugaan korupsi investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 yang merugikan keuangan negara Rp 568 miliar.

Karen Agustiawan sudah ditetapkan sebagai tersangka sesuai Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

"KGA sudah dicegah sejak masih sebagai saksi," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Warih Sadono di Jakarta, Kamis malam, 5 April 2018.

Dari Mobil Oil ke Pertamina

Karen Agustiawan 4
Karen Agustiawan (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Karen yang merupakan lulusan Teknik Fisika ITB ini memulai kariernya di Mobil Oil Indonesia sebagai system analyst dan programmer pada 1984.

Sebelum menjadi Dirut Pertamina, Karen pernah bekerja sebagai system analyst dan programmer di Mobil Oil Indonesia (1984-1986), Seismic Processor dan Quality Controller di Mobil Oil Indonesia (1987-1988), lalu pindah tugas ke Mobil Oil Dallas USA (1989-1992).

Lalu ia kembali ke Mobil Oil Indonesia sebagai project leader di Exploration Computing Department (1992-1996), Mutual Agreement Separation Package Mobil Oil Indonesia (1996-1998), bergabung dengan CGG Petrosystems di Indonesia sebagai product manager aplikasi G&G dan data manajemen (1998), bergabung dengan Landmark Concurrent Solusi Indonesia sebagai domain specialist (1998-1999).

Di tempat yang sama lalu sebagai business development manager (2000-2002), bergabung dengan Halliburton Indonesia sebagai Commercial Manager for Consulting and Project Management (2002-2006), Staf Ahli Direktur Utama bidang Hulu PT Pertamina (Persero) (2006-2008), dan menjabat sebaga Direktur Hulu Pertamina, baru kemudian menjadi orang nomor 1 di Pertamina.

Karen menjabat sebagai Dirut PT Pertamina (Persero) sejak 5 Februari 2009. Ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut pada 1 Oktober 2014. Ia adalah wanita pertama yang menempati pucuk pimpinan di Pertamina.

Banyak prestasi yang dicatatkan oleh Pertamina saat Karen menjabat sebagai pimpinan nomor satu di perusahaan migas terbesar di Indonesia tersebut.

Sosok Karen mulai bersinar dan menarik perhatian perusahaan migas raksasa dunia ketika berhasil melakukan akuisisi sejumlah korporasi di luar negeri.

Salah satu prestasi besarnya adalah pembelian aset milik Conoco Phillips di Aljazair. Karen juga menjadi tokoh di balik pembelian saham ladang Migas milik Exxon Mobile di Irak.

Tak hanya itu, Karen juga sanggup membawa Pertamina kembali masuk dalam daftar 500 perusahaan yang mampu mencetak pendapatan terbesar di dunia atau diistilahkan Fortune Global 500.

Pertamina yang berada di posisi 123 mengalahkan beberapa perusahaan dunia lain, seperti PepsiCo yang ada di peringkat 137, Unilever yang ada di peringkat 140, Google yang ada di posisi 162, dan Caterpillar yang ada di peringkat 181.

Namun, semua prestasi itu mesti diakhiri dengan status tersangka kasus korupsi. Kini, nasib Karen akan ditentukan oleh majelis hakim yang akan menyidangkan kasusnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya