Liputan6.com, Jakarta - Penetapan tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar oleh Kejaksaan Agung menuai sorotan publik. Tian Bahtiar terseret kasus perintangan penyidikan alias Obstruction Of Justice (OOJ) melalui pemberitaan negatif kasus korupsi timah dan kasus korupsi komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk dan korupsi importasi gula.
Terkait hal ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar buka suara. Dia meminta agar kasus ini tak disangkut-pautkan dengan profesi jurnalistik.
Baca Juga
"Terkait dengan apa yang sedang dikerjakan oleh penyidik terhadap yang bersangkutan itu lebih kepada perbuatan personal," kata Harli di Gedung Dewan Pers, Kamis (24/4/2025).
Advertisement
Menurut Harli, keterlibatan Tian Bahtiar bukan karena dia jurnalis, melainkan karena apa yang dia lakukan secara pribadi. "Itu perbuatan personal. Bahwa media itu hanya sebagai alat karena dia ketepatan berprofesi di media," dia menegaskan kembali.
Pernyataan ini disampaikan Harli menanggapi tudingan miring yang disematkan ke Kejaksaan Agung. Harli lagi-lagi tegas menjawab.
"Berkali-kali kita sudah sampaikan. Ini perbuatan personal. Enggak ada kaitannya dengan media. Enggak ada kaitannya dengan media. Bahwa media dijadikan sebagai alat, makanya saya sampaikan beberapa kali," ujar dia.
Dalam kasus ini, kata dia Kejaksaan Agung justru sedang berusaha menjaga marwah dunia jurnalistik. "Kita justru menjaga martabatnya jurnalistik itu," tandas dia.
Â
Bekerja Sesuai Tupoksi
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menambahkan, Dewan Pers tak punya kewenangan untuk mencampuri kinerja Kejaksaan Agung yang sedang merampungkan kasus ini.
"Kami bekerja sesuai dengan tupoksi masing-masing, kami enggak punya kemenangan menetapkan tersangka, menjadikan orang menjadi tidak tersangka, itu kewenangan di sini (Kejaksaan Agung)," ujar dia.
Dia menjelaskan, kewenangan Dewan Pers sebatas etik terkait dengan konten berita maupun perilaku wartawan. Misalnya, ada jurnalis melakukan pembunuhan, mencuri, atau kekerasan seksual, pastinya akan tetap kena sanksi pidana.
"Apakah bisa dipidana atau tidak dipidana dari perilaku itu? Kalau ada yang sifatnya tindak pidana tidak menutup kemungkinan, bisa. Kalau itu tindakan kriminal, misalnya jurnalis membunuh itu kan dia memang tindak kriminal. Misalnya melakukan kekerasan seksual, itu kan mencuri, menghasut, itu kan tindak pidana," ujar dia.
"Walaupun dia berprofesi sebagai jurnalis, secara etik kartunya bisa dicabut. Itu ya," dia menandaskan.
Advertisement
