Liputan6.com, Jakarta - Mantan anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi kembali menyinggung Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi dalam pusaran kasus suap pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Politikus Golkar itu menegaskan, mantan staf ahli Kepala Bakamla itu turut bertanggung jawab atas pengaturan pengadaan proyek tersebut.
"Mohon majelis hakim untuk menangkap dan mengadili Ali Fahmi yang saat ini tidak jelas keberadaannya," ucap Fayakhun saat menyampaikan nota pembelaan pribadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (7/11/2018).
Dia mengatakan, peran Ali Fahmi dalam kasus tersebut sangat krusial lantaran sosoknya berperan sebagai perantara antara dirinya dengan Bakamla.
Advertisement
Perkenalan Ali Fahmi diawali saat ia bersama rombongan Komisi I DPR melakukan kunjungan ke kantor Bakamla, mitra baru Komisi I DPR. Saat itu, dia diperkenalkan politikus TB Hasanuddin ke Ali Fahmi. Selanjutnya, Hasanuddin menyarankan Fayakhun untuk tetap intens berkomunikasi dengan Ali, khususnya terkait pengadaan alat satelit monitoring Bakamla.
Dia juga menambahkan, sebagai anggota Komisi I DPR sekaligus anggota Badan Anggaran bukan tidak mungkin anggota lainnya turut memilki peran dalam pembahasan proyek tersebut.
"Kalau sendirian apa iya bisa melakukan penambahan anggaran, saya cuma anggota banggar biasa tidak punya kewenangan memutus hasil rapat dan mengatur apapun, dan saya tidak berwenang tanda tangan berkas penambahan anggaran, saya bukan siapa-siapa," ujar Fayakhun.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dituntut 10 Tahun Penjara
Fayakhun Andriadi dituntut pidana 10 tahun penjara terkait penerimaan suap atas pengadaaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Fayakhun dianggap terbukti menerima suap Rp 12 miliar dari Fahmi Darmawansyah, Direktur Utama PT Melati Technofo, selaku perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun penjara denda Rp 1 miliar, atau pidana pengganti 6 bulan kurungan," ucap jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan tuntutan Fayakhun di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu 31 Oktober 2018.
Dia dinilai melakukan upaya agar ada penambahan alokasi anggaran untuk Bakamla pada APBN Perubahan tahun 2016.
Dari pengadaan proyek tersebut, Fayakhun mematok jatah untuknya sebesar tujuh persen dari nilai proyek sebesar Rp 850 miliar. Fayakhun kemudian meminta anak buah Fahmi Darmawansyah, pemilik PT Merial Esa atau Melati Technofo pemenang proyek pengadaan alat satmon, bernama M Adami Okta merealisasi satu persen terlebih dahulu.
Realisasi 1 persen pun dilakukan Fahmi beberapa tahap sehingga mencapai USD 911.480,00.
Atas perbuatannya Fayakhun dianggap telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Reporter: Yunita Amalia
Advertisement