JK Tegaskan Pemerintah Tak Pertimbangkan Protes Australia Soal Bebasnya Baasyir

JK lalu mencontohkan kebijakan dalam negeri Australia yang mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2019, 18:12 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2019, 18:12 WIB
20170419-Wapres JK Nyoblos Pilkada Jakarta di TPS 03-Herman
Wapres Jusuf Kalla (JK) mendatangi TPS 03 Kelurahan Pulo, Jakarta Selatan, Rabu (19/4). Ditemani istri, Mufidah Kalla dan sang cucu, JK memberikan suaranya pada Pilkada DKI putaran kedua di TPS bernuansa Betawi tersebut. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

 

Liputan6.com, Jakarta - Australia menyampaikan keberatan kepada pemerintah terkait rencana pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir. Pesan itu disampaikan Perdana Menteri (PM) Australia, Scott Morrison.

Atas hal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, pemerintah tidak mempertimbangkan keberatan Australia dalam proses pembebasan Abu Bakar Baasyir. Pemerintah hanya memperhatikan aspek hukum dan kemanusiaan.

"Kita tidak mempertimbangkam keberatan atau tidak keberatannya negara lain," tegas JK di kantornya, Selasa (22/1/2019).

JK lalu mencontohkan kebijakan dalam negeri Australia yang mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel. Padahal, saat itu Indonesia telah melayangkan keberatan kepada Australia.

"Sama juga Australia tidak menjadikan protes Indonesia soal Yerussalem harus dipenuhi. Permintaan juga soal Yerussalem tapi tetap diakui," ucap JK.

 

Perjalanan Kasus

Abu Bakar Baasyir
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dikawal aparat kepolisian ketika tiba dengan kursi roda untuk menjalani operasi katarak di Jakarta, (29/02/2012). (AFP Photo/Romeo Gacad)

Abu Bakar Baasyir ditangkap pada 2010 silam di Banjar, Jawa Barat, saat dalam perjalanan dari Tasikmalaya ke Solo. Saat itu, dia dituding terlibat dalam perencanaan pelatihan paramiliter di Aceh. Juga pendanaannya.

Sebanyak 32 pengacara yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) berbondong-bondong mengajukan diri membelanya.

Pada Kamis 10 Februari 2011, Abu Bakar Baasyir menghadapi sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu didakwa dengan tujuh pasal berlapis yang tertuang dalam berkas setebal 93 halaman.

Senin 9 Mei 2011, jaksa menuntut Abu Bakar Baasyir dengan hukuman seumur hidup.

Namun, pada Kamis 16 Juni 2011, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonisnya 15 tahun penjara.

Kala itu, majelis hakim menilai Amir Jamaah Anshorud Tauhid atau JAT itu terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.

Vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Herri Swantoro yang didampingi empat hakim anggota, yakni Aksir, Sudarwin, Haminal Umam, dan Ari Juwantoro.

"Menjatuhkan pidana dengan penjara selama 15 tahun. Menetapkan masa penahanan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan," ujar Herri.

Saat sidang, Baasyir sudah ditahan selama 10 bulan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Vonis yang dijatuhkan rupanya lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum, penjara seumur hidup.

Hakim menjelaskan, dalam pertimbangannya tidak sependapat dengan tuntutan jaksa bahwa Abu Bakar Baasyir juga mengumpulkan dana untuk pelatihan militer di Aceh sesuai dakwaan lebih subsider.

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya