Tak Logis, Kubu Prabowo Tolak Hasil Pilpres tapi Terima Pileg

Direktur Riset Populi Center, Usep S. Ahyar menyebut kubu Paslon 02, Prabowo-Sandi tidak logis atas penolakannya terhadap hasil Pilpres 2019. Padahal di sisi lain, mereka menerima hasil Pileg yang juga sama-sama direkapitulasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

oleh Yopi Makdori diperbarui 16 Mei 2019, 19:57 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2019, 19:57 WIB
BPN Paparkan Bukti Kecurangan Pemilu 2019
Capres 02 Prabowo Subianto memberikan sambutan saat acara Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa (14/5/2019). Dalam acara ini turut hadir para petinggi BPN dan menampilkan bukti-bukti kecurangan Pemilu 2019 yang ditemukan oleh tim BPN. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Populi Center, Usep S. Ahyar menyebut kubu Paslon 02, Prabowo-Sandiaga tidak logis atas penolakannya terhadap hasil Pilpres 2019. Padahal di sisi lain, mereka menerima hasil pemilu legislatif (pileg) yang juga sama-sama direkapitulasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

"Argumen yang mereka bangun sangat lemah dan kontraproduktif," kata Usep saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (16/5/2019).

Baginya, jika melihat dari perolehan lima besar suara partai dalam pileg, hanya Partai Gerindra saja yang masuk di sana. Sedangkan partai lain dari Koalisi Indonesia Adil Makmur sebagai koalisi pengusung Prabowo-Sandiaga, sama sekali tidak ada yang masuk dalam lima besar parpol teratas.

Justru, empat partai pengusung Paslon 01 Jokowi-Ma'ruf-lah yang masuk ke dalam lima besar, yakni PDI Perjuangan yang menempati posisi ke-1, Golkar ke-2, PKB ke-4, serta Nasdem ke-5. Menurutnya, dari situ sudah bisa terlihat bahwa argumentasi kemenangan yang dibangun oleh kubu Prabowo-Sandi pada dasarnya rapuh.

"Kontradiktif itu tadi, menerima pileg, tapi tidak menerima pilpres, jadi argumentasi-argumentasinya juga yang dia bangun dari awal saya kira itu juga lemah, dan mudah dipatahkan ya. Misalnya dari mulai real count-nya 02 yang kemudian ketika ditantang untuk diekspos, mereka tidak bisa tunjukkan data," jelas Usep.

Ihwal kritik kubu Prabowo-Sandiaga terhadap Sistem Hitung Pemilu (Situng), Usep melihat bahwa Situng  merupakan bentuk tranparansi KPU kepada publik.

"Tapi Situng itu juga tidak (menjadi) dasar, keputusan akhir dari pada KPU. Keputusan akhir dari perhitungan berjenjang, dan itu disaksikan oleh semua peserta pemilu," ujar Usep.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Beda Pilihah Capres dan Caleg

KPU Gelar Rapat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilu 2019
Layar monitor menampilkan angka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, Jakarta, Minggu (5/5/2019). Rapat dihadiri partai politik, timses Capres/Cawapres dan Bawaslu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Soal dalih bahwa telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilu 2019, Usep menilai bahwa klaim tersebut mesti dikritis. Menurutnya kedua belah pihak juga sama-sama melakukan kecurangan.

"Dan kalau memang menkritisi kecurangan ya pileg juga sama kalau gitu, tapi ini kok pilpres saja yang dipermasalahkan," jelas Usep.

Ihwal banyaknya korban jiwa dalam pemilu lalu, Usep menganggap bahwa hal itu dikarenakan menejemen pemilu yang kedepannya perlu diperbaiki.

"Klaim kemenangan 02 itu menurut saya sangat lemah dan banyak kontradiksinya," kata Usep.

Usep melihat, memang ada kemungkinan akan ada pilihan masyarakat yang paralel atau berbeda antar pilihan pilpres dengan pilihan pileg.

Pilihan paralel ini terjadi bilamana masyarakat memilih Capres-Cawapres Jokwi-Maruf misalnya, namun mereka memilih caleg dari partai pengusung Prabowo-Sandi. Begitu juga sebaliknya.

Usep memandang prilaku pemilih paralel ini banyak terjadi terhadap Paslon 01, yakni dalam pilpres memilih Jokwi-Maruf, sedangkan di pileg memilih partai dari kubu 02.

"(Partai) pendukung Pak Jokwi kan dominan, tapi kemenangannya tidak terlalu jauh dengan Pak Prabowo. Berarti banyak pemilih-pemilih (partai) pendukung Pak Jokowi memilih Prabowo harusnya, kalau melihat (banyaknya) partai pendukung, harusnya perbedaannya agak jauh," kata Usep.

Adu Data KPU VS BPN

KPU Pantau Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu 2019
Siluet wartawan saat mengabadikan rekapitulasi penghitungan suara melalui aplikasi Situng di Kantor KPU, Jakarta, Sabtu (20/4). Menurut KPU, rekapitulasi penghitungan suara resmi Pemilu 2019 tetap dilakukan secara manual. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandi mengeluarkan hasil penghitungan suara yang dilakukan tim internalnya. Hasil itu dipaparkan tim pakar Prabowo-Sandi Laode Kamaluddin di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

Menurut Laode, berdasarkan penghitungan formulir C1 hingga Selasa 00.00 WIB tengah malam, pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf memperoleh 44,14 persen atau 39.599.832 suara.

Sementara pasangan nomor urut 02 Prabowo Sandi 54,24 persen atau sebesar 48.657.483 suara. Suara tidak sah 1,62 persen.

"Jadi yang selama ini yang menanyakan datanya, ini datanya, ini hasilnya pasangan Prabowo-Sandi unggul," kata Laode.

Hasil tersebut berdasarkan perhitungan dari 444.976 TPS atau sebanyak 54,91 persen. Laode mempersilakan bila ada pihak yang ingin menantang atau menguji penghitungan suara yang dilakukan BPN.

"Kita adu data saja. Inilah angka angkanya yang kita miliki," kata Laode.

Merespons tantangan BPN Prabowo-Sandiaga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan siap adu data suara Pilpres 2019. Komisioner KPU Evi Novida Ginting menyebut adu data bisa dilakukan dalam rapat pleno rekapitulasi dan penghitungan suara yang dilaksanakan sejak 10 Mei sampai 22 Mei 2019.

"Silakan, kita siap dengan data. Kami semua punya infrastruktur sampai ke bawah. C1 ada, DA1 kemudian kami punya DD1, silakan kami bisa tunjukkan dalam rekapitulasi, dan ini kan sudah dibuka, sudah ada forumnya sehingga dibawa saja dalam rapat pleno," ujar Evi di kantor KPU, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Dia menyebut data milik KPU bisa disandingkan dengan data Bawaslu dalam rapat pleno rekapitulasi suara. Apakah itu data tingkat provinsi dan daerah dengan data yang disampaikan KPU Provinsi.

"Ini kan kita bisa saling membandingkan data Bawaslu dan KPU provinsi, jadi enggak harus dikhawatirkan dalam forumnya," jelas Evi.

Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari menyatakan data yang mereka miliki pun sudah diaudit, sehingga kalau diajak untuk audit pun siap.

"Ya kami siap. Sejak awal kita memang sudah diaudit," kata Hasyim.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya